Berdasarkan jadwal Putusan MKMK resmi telah dibacakan pada tanggal 7 November 2023. Dalam berbagai kesempatan baik formal dan informal Penulis juga sudah memberikan pandangan dan analisanya jauh hari sebelumnya. Termasuk dalam tulisan pada media ini. Alhamdulillah atas izin Allah SWT tepat adanya. Minimal adanya sanksi "pemberhentian" jabatan bagi Ketua MK menjadi anggota hakim MK biasa.
Pemaknaan dari "pemberhentian" sebenarnya norma hukum etik pada aturan terdahulu (UU MK) yaitu berupa (Teguran Tertulis, Pemberhentian Sementara dan Pemberhentian baik PTDH dan PDH). Seperti dalam ulasan tulisan sebelumnya dasar hukum dan pijakan bagi MKMK adalah UU MK dan turunan teknis berupa PMK No. 1 Tahun 2023 tentang MKMK yang menggantikan PMK No.2 Tahun 2014.
Dalam aturan terbaru yang rilis resmi Februari 2023 PMK No. 1 Tahun 2023 tentang MKMK ada pergeseran norma etik lebih khusus yang dianggap lex specialis yaitu cuma ada 3 jenis klaster sanksi yaitu Teguran Lisan, Teguran Tertulis dan PTDH (Pasal 41 PMK). Kualifikasi jenis pelanggaran juga ada perubahan menjadi beberapa jenis dan kelompok (Pasal 10 PMK).Â
Penulis juga memberikan kritikan sejak awal, mengapa jenis sanksi berat dan ringan menjadi bias? Tidak ada redaksional jelas? Justru ada perbedaan PTDH dan justru tergantung pada ruang adanya banding bagi hakim MK yang masuk dalam jenis pelanggaran untuk PTDH. Ada apa? Bahkan ada banding. Soal banding lebih baik ditiadakan dan cukup pembelaan saat sidang bukan dengan upaya banding. Norma etik PMK hasilnya akan muter-muter terus nantinya.
Alhasil, MKMK memberikan jenis "pelanggaran berat" (bukan termasuk jenis dari Pasal 10) dan tidak masuk PTDH. Adanya Dissenting Opinion dari 1 anggota MKMK menunjukan norma hukum dari PMK masih menjadi problematik. Wajib ada grand design ulang soal MKMK.Â
Apakah akan dipermanenkan dalam bentuk UU yang lebih khusus tentang MKMK? Apa cukup dengan PMK yang dibuat berdasarkan kebutuhan saja walaupun secara umum ada dalam UU MK? Apa menunggu ada dugaan pelanggaran kode etik hakim MK baru ada pembentukan MKMK? Mari berpikir bersama.
Dalam konteks historis pernah ada soal sanksi dari MKMK mantan Ketua MK yaitu AM dan hakim MK PA berupa sanksi "PTDH". Dipecat tidak dengan hormat akibat kasus pidana. Bagi hakim MK yang aktif sekarang juga ada hakim MK yaitu AH dari 7 laporan dan 2 diantaranya ada masuk dalam katagori pelanggaran dengan sanksi "Teguran Tertulis" (akibat kasus relasi dan lobi Kejaksaan Agung dan dengan Komisi III DPR). Juga terakhir bagi hakim MK yaitu GH dengan sanksi "Teguran Tertulis" (akibat merubah redaksional kata dalam putusan MK). MK tidak belajar dari sejarah kelam ini.
Berbicara tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi dalam prinsip "Sapta Karsa Hutama"Â yang mengandung 3 hal prinsip yaitu independensi, ketakberpihakan, dan integritas. Hal ini berdasarkan PMK No. 09/PMK/2008 tentang Pemberlakukan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Pemaknaan yang bersumber dari tolak ukur tersebut, maka MKMK menjadikan dasar dalam memberikan pertimbangan pada setiap putusan. Barometer hakim MK melanggar etika dan tidaknya dalam menjalankan tugas dan wewenangnya baik saat, sedang dan pasca adanya putusan MK itu sendiri.
Secara umum hasil putusan MKMK. Dari 21 laporan yang masuk. Ada 15 ditujukan khusus kepada Ketua MK. Sisanya menyeluruh terhadap hakim MK lainnya. Biasanya semua pihak berbeda pandangan, khusus menyikapi Putusan MK No.90 mayoritas menjadi 1 tujuan ada etika dan moral yang terduga keras dilanggar baik dari kalangan akademisi, praktisi, politisi, LSM, mahasiswa, gerakan aktivis dan civil society pada umumnya.Â