Mohon tunggu...
Mas Say
Mas Say Mohon Tunggu... Dosen - Pemuda Indonesia

Diskusi: Kebangsaan dan Keindonesiaan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Timsus Masih Jalan, Insus Akan Ada Vonis?. Ini Nasib Ferdy Sambo!

25 Agustus 2022   01:11 Diperbarui: 25 Agustus 2022   01:20 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: www.kompas.com

Sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) dari Insus rencana akan digelar pada tanggal 25 Agustus 2022. Jumlah yang akan diperiksa oleh Insus ada sekitar 97 orang. Ada 35 yang patut terduga keras melakukan pelanggaran KEPP. Dari sejumlah 35 itu ada beberapa yang telah ditempatkan secara khusus untuk dilakukan pemeriksaan. Lalu tolak ukurnya apa saja?. Hasil dari sanksi dari Insus apa yang menjadi dasar bagi Timsus agar dapat masuk ranah pidana?. Apa celahnya yang termasuk dalam obstraction of justice saja?. Lalu jika ada anggota Polri yang hanya sebagai korban prank tidak terlibat dalam obstraction of justice?. Apakah juga kena sanksi?. Dalam space ini perlu kehati-hatian dari seluruh tim dari Insus.

KEPP diatur dalam Perpol (No. 7 Tahun 2022) yang sifatnya internal dari kelembagaan. Sanksi terberat adalah PTDH yaitu adanya Pemberhentian Tidak Dengan Hormat. Mungkin dapat dimaklumi dalam kepolisian ada faksi atau kelompok tertentu. Jika faksi non FS pasti menginginkan adanya pemecatan. Berbeda dengan yang mendukung atau loyalis FS. Kinerja dari Insus memang dituntut secara profesional agar tidak terjadi konflik kepentingan. Apalagi ada indikasi adanya pengamanan kelompok tertentu. Kritikan dari IPW agar sidang dapat terbuka itu bagus untuk dipertimbangkan. Biar publik paham dan mengerti.

Akan seperti apa vonis terhadap FS?. Jika kita mencermati secara umum sanksi bagi yang "Terduga Pelanggar" dari KEPP bisa berupa teguran agar meminta maaf baik lisan atau tulisan, pembinaan mental kepribadian, mutasi tugas dan PTDH. Lebih fokus lagi secara umum ada 2 (dua) sanksi yaitu Etika dan Administratif (Pasal 107 Perpol). Jika merujuk dari tingkat pelanggaran yang ada. Apalagi sudah mendapat status Tersangka, idealnya PTDH (Pasal 109 ayat (1) point e Perpol) adalah hal yang paling tepat. Agar dapat dijadikan sebagai warning dan pembenahan internal Polri agar peristiwa tersebut tidak terulang lagi. Akan seperti apa tindakan dari Komisi Kode Etik Polri (KKEP) dalam menyikapi ini?. Biasanya setelah ada putusan  yang memiliki kekuatan hukum tetap dijadikan rujukan oleh KKEP dalam sidang untuk memberikan sanksi pada anggota Polri berupa rekomendasi berupa PTDH.

Lalu jika kasus FS ini akan beranikah ambil sikap diskresi dan progresif untuk vonis PTDH pada FS?. Walaupun belum ada putusan hukum tetap karena masih sebagai Tersangka, idealnya dengan adanya pengakuan dari FS sudah dapat digunakan alasan kuat untuk mengeluarkan vonis PTDH. Ini demi menjaga nilai Tribrata dan Catur Prasetya dalam Polri. Jika dari kedinasan tanpa PTDH juga diberikan kesempatan untuk mengundurkan diri dengan alasan tertentu. Apa hal ini diperlukan?.

Institusi Polri secara kelembagaan masih sangat diperlukan. Itu amanah reformasi pasca adanya pemisahan dengan TNI. Lalu momentum ini akan dipergunakan seperti apa?. Bukankah sejumlah kejanggalan dalam internal Polri mulai terlihat?. Ibarat pintu telah dibuka. Jangan sampai ada yang ditutupi lagi. Walau kasus utama ada pada FS. Keberanian Kapolri sangat diperlukan untuk menuntaskan semua itu.

Penulis : Saifudin atau Mas Say

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun