Babak baru versi jilid 2 atas kasus terbunuhnya Brigadir J mulai berjalan. Lalu apa versi jilid 1? Begitulah publik kena prank atas ulah FS. Sejak tanggal 8 Juli 2022 sampai adanya pengakuan dari Bharada RE.Â
Puncaknya pada tanggal 9 Agustus 2022 ditetapkan status Tersangka bagi FS. Anggap itu ruang versi jilid 1. Bahkan para penegak hukum juga hampir saja masuk jebakan dan skenarionya. Lembaga terkait Kompolnas, Komnas HAM, LPSK dan lainnya juga hampir masuk jurang skenario hitam dari FS.
Lalu versi jilid 2? Tentunya proses hukum bersamaan atas status FS akan terus berkembang. Ada 4 status Tersangka (RE, RR, dan KM) salah satunya FS. Bersamaan itu ada 31 orang terduga melanggar kode etik sejak awal. Bahkan sampai saat ini sudah ada 63 orang terduga terlibat.Â
Tim Khusus (Timsus) bekerjasama dengan Insus (Inspektorat Khusus) terus mendalami kasus FS. Timsus pada pembuktian materiil dan Insus fokus pada pelanggaran kode etik.
Akan seperti apa keduanya bekerja? Apakah mampu membongkar irisan kode etik dan pidana materiil sebenarnya? Bagaimana profesionalitas para penyidik sekarang? Apa jaminan bebas dari intervensi pihak lain?
Apa hasil dari autopsi kedua yang belum keluar? Khusus Bharada RE masih dalam posisi aman? Saksi kunci lainnya yang belum tersentuh untuk pemeriksaan adalah PC, lalu berapa lama butuh waktu? Ada apa? Akankah juga dapat status Tersangka? Mengingat kasus pelecehan telah dihentikan dan LPSK resmi menolak memberikan perlindungan. Itu semua masih proses panjang.
Justice Collaborator dari Bharada RE
Redaksional Justice Collaborator (JC) hanya termuat dalam SEMA No.4 Tahun 2011. Implementasi kelembagaan bisa dari LPSK (UU No.13 Tahun 2006 jo No.31 Tahun 2014), Kepolisian, Kejaksaan dan vonis hakim sebagai hasil akhir. Kelembagaan tersebut memiliki ruang untuk memberikan penafsiran yang berbeda.Â
Biasanya JC dalam fakta banyak diterapkan dalam pengungkapan kasus tindak pidana korupsi. Pada pidana khusus bukan pidana umum. Domain sebagai JC bisa saat sebelum menyandang status (dalam pemeriksaan sebagai saksi), Tersangka dan saat sebagai Terdakwa. Hal ini tentunya dipengaruhi banyak faktor internal dan eksternal dari orang atau personal yang mengajukan sebagai JC.
Pada JC sebagai "saksi pelaku yang bekerjasama" ini kuncinya. Pelaku syarat komulatifnya adalah lebih dari satu. Saling bekerjasama. Berkaitan dengan kerjasama ini tentunya merujuk norma hukum dalam Pasal 55 dan 56 KUHP. Peran dari pelaku tentunya berbeda.Â
Perbedaan ini yang akan dijadikan pertimbangan bagi hakim untuk memberikan vonis. Biasanya yang jelas dibawah tuntutan JPU agar meringankan. Vonis bebas sulit terjadi.Â
Hal ini tergantung dari keyakinan hakim atas keterlibatannya. Sah dan meyakinkan tidak? Hakim juga bisa memberikan vonis percobaan bersyarat dan yang paling ringan daripada Terdakwa lainnya.
Balik pada kasus Bharada RE. Masuk minta perlindungan ke LPSK saat belum menyandang status Tersangka. Cuma baru secara psikologis banyak faktor setelah menjadi Tersangka. Keberanian untuk mengajukan sebagai JC ada. Lalu tanggapan dan tolak ukur dari LPSK akan seperti apa menanggapi hal ini?.Â
Jika dari legal standing RE sudah jelas memenuhi. Adanya pengakuan kejahatan dan bukan pelaku utama (No.9 huruf a SEMA). Unsur lain ini akan menjadi pertimbangan bagi LPSK. Seiring waktu seolah ada hambatan buat akses pada kepolisian, maka LPSK inisiatif memberikan pelindungan darurat. Di luar batas normal maksimal waktu 30 hari.
Hasil dari LPSK ini akan dijadikan bahan kajian bagi Kepolisian. Soalnya masih proses penyidikan. Ada gelar perkara. Belum ada pelimpahan pada Kejaksaan.Â
Bagi Kepolisian ini agar serius dapat perlindungan dari potensi ancaman nyawa. Mengingat kesaksian yang diberikan sebagai jalan utama dan pertama untuk mengungkapan kasus selanjutnya. Hal ini rawan bisa terjadi bahkan sampai ancaman pada keluarganya.
Lalu pihak Kejaksaan?. Telaah dari delik hukumnya sudah jelas Pasal 338, 340, 55 dan 56 KUHP. Konstruksi hukum dari JPU ini nanti akan sangat menentukan kualitas dakwaan dan tuntutan saat dalam persidangan. Baik dan buruknya tafsir Kejaksaan ini akan menjadi tolak ukur pertimbangan hakim untuk memberikan vonis.Â
JPU dapat menyera dan menggali informasi sedetail mungkin. Disisi lain, pihak penasehat hukum (Advokat) juga tentunya akan memberikan komparasi tandingan konstruksi hukum dari Kejaksaan.
Game over dalam ruang pelaku utama sebagai aktor intelektualnya sudah selesai. Cuma ingat ini masih sangat awal jika berbicara dalam ruang peradilan.Â
Apa pun masih bisa terjadi. Sesuai kapasitas dan bidang masing-masing tentunya publik wajib terus mengawal. Ini kasus mungkin biasa delik umum dalam hal pasal yang dikenakan. Cuma pelaku dan jejaringnya ini potensi orang kuat. Memiliki pengaruh besar dalam institusi.
Lalu nasib RE? Jika kita telaah dari 4 orang peran Tersangka sampai saat ini. RE bisa saja mendapat pidana paling ringan. Kenapa? Peran serta kecil. Belum tentu ikut dalam delik perencanaan penembakan sampai pembunuhan. Spontanitas mentaati perintah atasan. Apalagi jenjang jabatan masih pada Tamtama fase Bhayangkara Dua.
Delik Hukum Pasal 338 dan 340 jo 55 dan 56 KUHP
Konsep dan delik hukum Pasal 338 dan 340 beda, tapi saling keterkaitan. Adanya keterkaitan adalah jika sudah ada serangkaian peristiwa dan fakta. Semua diungkap dalam persidangan. Memenuhi semua unsur dalam alat bukti dari Pasal 184 KUHP. Dalam pidana adalah pembuktiaan materiil. Saksi kunci dari kesaksian yang terlibat langsung adalah penentu merumuskan dari kedua pasal itu.Â
Pasal 338 adalah pembunuhan biasa, Spontanitas. Tanpa ada  perencanaan sebelumnya. Berbeda dengan Pasal 340 harus ada dan wajib memenuhi adanya jeda serta rentang waktu yang menunjukan adanya sebuah perencanaan. Niat, tindakan dan hasil perencanaan harus terbukti secara komulatif. Saling ada hubungan dan keterkaitan.
Jika berbicara konstruksi dari Pasal 55 dan 56 pada intinya pelaku harus dan dipastikan lebih dari satu. Dalam jumlah banyak. Semua pelaku memiliki peran yang berbeda. Mereka seperti garis yang melingkar. Antar pelaku dipastikan punya hubungan kuat. Koordinasi untuk melaksanakan eksekusi terhadap target.
Pada keempat pasal tersebut hasil penyidikan kemudian diterjemahkan oleh Jaksa dan JPU dalam membuat sebuah rumusan. Akan digunakan dalam membuat surat dakwaan sampai tuntutan. Konstruksi dari kejaksaan ini adalah penting dan menentukan kualitas delik dan jerat hukum yang akan digunakan oleh hakim dalam memberikan vonis.
Aktor Intelektual dan Jerat Hukuman
Berdasarkan rangkaian konstruksi hukum dari Pasal 338 dan 340 jo 55 dan 56 KUHP, maka pada Pasal 55 akan dijadikan patokan utama dan pertama untuk menguji jerat hukum pada fase "aktor intelektual".Â
Pada BAB V KUHP tentang "Penyertaan Dalam Delik" celah masuk pada aktor utama adalah dari Pasal 55 ayat (1) "....mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan".Â
Pelaku utama sebagai aktor intelektual inilah muara dari konstruksi hukumnya. Akan seperti apa hasil penyidikan sekarang?. Terus atas hasil tersebut apa tanggapan dari kejaksaan setelah ada pelimpahan berkas?. Semua masih proses panjang. Jangan sampai ada skenario diatas skenario lagi yang akan mengaburkan kasus aslinya.
Pada pembuktiaan materiil harus merumuskan sebuah rangkaian peristiwa hukum. Keterkaitan dan saling berhubungan. Saksi dari RE adalah paling menentukan. Kesaksiaan tersebut merupakan pemberatan dalam pembuktian materiil dalam persidangan. FS paling muda bintang 2 dalam Polri.Â
Jaringan kuat. Sempat pegang dan terlibat dalam kasus besar. Patut diduga tahu kartu para jendral lainnya. Kalau ditarik ranah Parpol. Itu FA agak rawan nanti penangananya. Seperti apa FA? Bisa mengaburkan kasus aslinya. Harus teliti jika melibatkan Parpol.Â
Saat BAP pertama beda keterangan dari awal. Atas nama harkat keluarga. Pembelaan. Ini konstruksi penting dari pasal-pasalnya. Penyidik harus hati-hati guna pendalaman. Agar pada kasus aslinya. Jangan tertutupi kasus yang bisa patut diduga akal-akalan lagi.
Propam dan SDM adalah penentu mutasi pada Polri. Oknum dan para pihak akan merasa bergantung nasib atas kinerja Propam. Soal motif yang katanya urusan orang dewasa jangan jadi pertimbangan utama.Â
RE kunci sebagai saksi dalam persidangan. Harus dapat dipastikan aman. Pembuktian materiil adalah dalam persidangan. Jika RE ditiadakan sebelum masuk persidangan?. Bharada RE wajib dijaga. Saksi kunci. Apalagi telah ada intervensi sampai pergantian PH. Ada apa?. Walau hak kepolisian. Harus objektif.
Pada fakta lain, adanya Satgas MP awalnya bagus. Tujuannya. Habis itu dugaan keras dijadikan sarang kepentingan. FS ini masih punya kekuatan. Perang jendral tetap ada menjelang 2024. Soal ini agar dikesampingkan dulu. Agar tetap fokus pada kasusnya. Agar aktor intelektualnya dapat terjerat hukum paling berat.Â
Fakta kasus ini adalah pertama dan terbesar dalam Polri tentang penghilangan nyawa. Walau tidak dapat digeneralisasi. Ini adalah bagian potret terduga dalam kepolisian banyak oknum dan para mafia yang ambil kepentingan lewat jabatan.
Demikian rekan-rekan catatan kecil ini. Tadi para pihak mempertanyakan agar memberikan pandangan khusus JC. Nanti kita bisa dibahas dan lebih banyak kita diskusikan bersama. Baik dalam ruang formal dan informal. Mari kita tetap kawal terus kasus ini. Terima kasih. Semoga bermanfaat.
Penulis: Saifudin atau Mas say
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H