Menolak Keras Wacana Penundaan Pemilu Tahun 2024
"Penundaan Pemilu Tahun 2024 berpotensi mempercepat sejarah terulang seperti tragedi tahun 1998. Mempercepat terungkapnya penjahat konstitusi. Akan seperti apa skenario mereka selanjutnya?. Mari kita memperlambat arus pejabat yang haus akan jabatan itu...."
Historis
Dalam perjalanan bangsa telah dilaksanakan pemilu sebanyak 12 kali sejak tahun 1955 sampai 2019. Sejarah telah mencatat bahwa terdapat penundaan pemilu pasca pemilu pertama tahun 1955.
 Ideal waktu harus dilaksanakan pada tahun 1959. Hal itu disebabkan atas dasar dan sebab kegoncangan keadaan dalam negeri. Bahkan ancaman terhadap ideologi negara karena PKI saat itu menempati 4 besar dari hasil pemilu tahun 1955. Belum lagi ancaman dari penjajah yang masih ingin menguasai Indonesia.
Atas dasar keadaan yang makin tidak kondusif dikeluarkan Dekrit Presiden oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959. Konsekuensi hukum selanjutnya sampai dikeluarkan Penetapan Presiden tahun 1960.Â
Dampak salah satu dari Dekrit Presiden adalah dengan pembubaran DPR (badan konstituante). Lalu atas dasar tersebut Penulis mempertanyakan?. Apakah kondisi sekarang relevan jika diadakan penundaan pemilu?. Apakah sudah dapat dikatakan sebagai tolak ukur negara dalam keadaan bahaya?. Ada ancaman apa?.
Jika sedikit komparasi dengan negara lain terkait wacana penundaan pemilu, misalkan di Filipina. Pada tahun 2018 ada wacana perpanjangan jabatan Presiden yang akan masa habis pada tahun 2022. Penolakan publik keras, akhirnya gagal. Ada juga wacana perpanjangan masa jabatan Presiden di Rusia yang akan habis pada tahun 2024.Â
Konsep referendum digunakan. Bahkan kepanitiaan telah dibentuk. Referendum akan dilaksanakan pada Juli 2022. Celah tersebut jika mendapat kesepakatan akan merubah konstitusi tentang masa jabatan Presiden. Hal tersebut diduga memberikan ruang pada Presiden Putin agar dapat menjabat sampai 2036.