Mohon tunggu...
Mas Say
Mas Say Mohon Tunggu... Dosen - Pemuda Indonesia

Diskusi: Kebangsaan dan Keindonesiaan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Bukan soal Personal, Ini Kekhawatiran Publik terhadap Dewan Pengawas KPK

20 Desember 2019   15:09 Diperbarui: 21 Desember 2019   09:09 1321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dewan Pegawas KPK periode 2019-2023 (dari kiri) Syamsuddin Haris, Harjono, Artidjo Alkostar, Tumpak Hatorangan Panggabean dan Albertina Ho berpose bersama sebelum upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12/2019). Presiden Joko Widodo resmi melantik lima orang Dewan Pengawas KPK periode 2019-2023. (ANTARA FOTO/AKBARr NUGROHO GUMAY)

Pimpinan KPK periode 2019-2023 resmi dilantik bersamaan dengan Dewan Pengawas (Dewas) pada tanggal 20 Desember 2019. Pelantikan pimpinan KPK dan Dewas dibacakan secara terpisah dan disahkan melalui Keppres.

Pimpinan KPK melalui Keppres No. 112/P/2019 tentang Pengangkatan Pimpinan KPK. Legalitas tersebut bersamaan periodesasi 4 tahun jabatan, baik pimpinan KPK dan Dewas.

Sejumlah persoalan muncul terkait adanya Dewas dan proses perekrutannya. Baik persoalan Dewas secara kelembagaan dan tidak adanya proses melalui Pansel. Berkaitan dengan ini dapat dilihat lebih detail pada tulisan saya sebelumnya.

Dalam pandangan saya, memang ironi sekali akhirnya Dewas resmi disahkan. Dengan tidak adanya Pansel, menunjukan ketidaksiapan untuk menjalankan UU KPK. Kalau tidak siap menjalankan UU KPK kenapa harus cepat direvisi?

Fakta ini lagi-lagi mengonfirmasi dan membenarkan spekulasi dan dugaan pubik selama ini. UU KPK yang dibuat dengan sistem percepatan dan sembunyi-sembunyi sangat menunjukan ada kepentingan besar di balik proses tersebut. Ada apakah?

Semua akan terjawab ketika nanti proses pemberantasan korupsi berjalan seiring terhadap jerat hukum pada koruptor.

Bisa dimaklumi, memang jika membentuk Pansel diperlukan waktu. Belum lagi Pansel juga harus membuka pendaftaran secara terbuka terhadap calon Dewas. Publik dalam keadaan ini diberikan partisipasi untuk mengkritisi.

Tidak dibentuknya Pansel ini, Presiden memangkas aturan dengan tafsir sendiri. Hal ini tidak tepat. Apalagi jika Dewas nanti justru juga memberikan laporan berkala kepada Presiden? (Pasal 37B ayat (3) UU KPK). Ini kepentingan di luar non hukum berupa poitis dapat masuk.

Bagaimana mungkin hasil penyidikan KPK dapat dikatakan rahasia? KPK apakah bisa dikatakan mandiri?

Realitas ini adalah tangan panjang adanya ketidakmandirian KPK. Terindikasi mudah diintervensi. Ada jalan perantara KPK terhadap Presiden melalui Dewas.

Kalau pun ada Dewas, biar dapat meminimalisasi konflik kepentingan dan terkesan tidak ada intervensi, Dewas tidak perlu memberikan laporan. Cukup sebagai bahan kajian hukum internal KPK.

Bukankah Dewas ini masuk struktural dalam KPK? Kenapa harus memberikan informasi ke luar kelembagaan segala, mengingat kelembagaan Presiden adalah berbeda dengan KPK.

Kalau pun alasan pembenarnya adalah KPK masuk rumpun eksekutif (state auxilary agency) dan telah dikuatkan putusan MK No.36/PUU-XV/2017, Posisi Presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan tidak tepat memposisikan seperti itu. Apalagi jika alasannya untuk memperkuat sistem Presidential.

Ini aneh. Mengacaukan sistem kelembagaan negara. Mendekonstruksi akal sehat berpikir. Meruntuhkan nalar publik dalam pemberantasan korupsi.

Jauh lebih itu, bagi saya adanya "organ pelaksana pengawas" (Pasa 37C UU KPK) yang dibentuk melalui Perpres ini membuat independensi KPK makin diacak-acak. Indikasi intervensi sangat rentan terjadi. Kita tunggu saja Perpres ini nanti akan berisi seperti apa.

Kinerja Penyidik KPK dan pimpinan KPK ini bisa tersandera oleh adanya Dewas. Hal ini terjadi karena proses teknis pimpinan KPK mengajukan permohonan tertulis terhadap penyadapan.

Jika Dewas tidak memberikan izin? Padahal hasil penyidikan sudah meyakinkan potensi adanya tindak pidana korupsi, sehingga diperlukan penyadapan.

Apa jaminan Dewas saat ini tidak diintervensi? Apalagi masa tunggu diberikan izin dan tidaknya adalah 1x24 jam (Pasal 12B ayat (3) UU KPK). Jeda waktu ini ruang untuk diintervensi.

Kepolisian dan Kejaksaan juga merupakan mitra kerja dalam pemberantasan korupsi ketika ada kalanya KPK bersinergi saat pelimpahan berkas kasus korupsi.

5 Dewas adalah Tumpak H. Panggabean (Ketua merangkap anggota), Albertina Ho, Artidjo Alkostar, Harjono, dan Syamsudin H. Mereka semua tentunya memiliki jejak rekam baik dan berintegritas.

Ada harapan baru. Walau pun sekali lagi persoalannya bukan pada personal. Akan tetapi pada kelembagaan Dewas. Kita tunggu bersama kinerja mereka semua.

Terlepas sejumlah persoalan berkaitan dengan Dewas, tentunya kita semua masih memiliki harapan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Walaupun celah tersebut tertutup kecil.

Harapannya intervensi tidak pernah ada. Dewas dapat bekerja secara baik dan berintegritas secara kelembagaan agar pubik dapat yakin bahwa Dewas tidak dapat diintervensi.

Selamat bekerja bagi pimpinan KPK dan Dewas sebagai mitra kontrol terhadap kinerja KPK. Bangkitlah kembali KPK. Rakyat selalu bersamamu dalam pemberantasan korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun