Pimpinan KPK periode 2019-2023 resmi dilantik bersamaan dengan Dewan Pengawas (Dewas) pada tanggal 20 Desember 2019. Pelantikan pimpinan KPK dan Dewas dibacakan secara terpisah dan disahkan melalui Keppres.
Pimpinan KPK melalui Keppres No. 112/P/2019 tentang Pengangkatan Pimpinan KPK. Legalitas tersebut bersamaan periodesasi 4 tahun jabatan, baik pimpinan KPK dan Dewas.
Sejumlah persoalan muncul terkait adanya Dewas dan proses perekrutannya. Baik persoalan Dewas secara kelembagaan dan tidak adanya proses melalui Pansel. Berkaitan dengan ini dapat dilihat lebih detail pada tulisan saya sebelumnya.
Dalam pandangan saya, memang ironi sekali akhirnya Dewas resmi disahkan. Dengan tidak adanya Pansel, menunjukan ketidaksiapan untuk menjalankan UU KPK. Kalau tidak siap menjalankan UU KPK kenapa harus cepat direvisi?
Fakta ini lagi-lagi mengonfirmasi dan membenarkan spekulasi dan dugaan pubik selama ini. UU KPK yang dibuat dengan sistem percepatan dan sembunyi-sembunyi sangat menunjukan ada kepentingan besar di balik proses tersebut. Ada apakah?
Semua akan terjawab ketika nanti proses pemberantasan korupsi berjalan seiring terhadap jerat hukum pada koruptor.
Bisa dimaklumi, memang jika membentuk Pansel diperlukan waktu. Belum lagi Pansel juga harus membuka pendaftaran secara terbuka terhadap calon Dewas. Publik dalam keadaan ini diberikan partisipasi untuk mengkritisi.
Tidak dibentuknya Pansel ini, Presiden memangkas aturan dengan tafsir sendiri. Hal ini tidak tepat. Apalagi jika Dewas nanti justru juga memberikan laporan berkala kepada Presiden? (Pasal 37B ayat (3) UU KPK). Ini kepentingan di luar non hukum berupa poitis dapat masuk.
Bagaimana mungkin hasil penyidikan KPK dapat dikatakan rahasia? KPK apakah bisa dikatakan mandiri?
Realitas ini adalah tangan panjang adanya ketidakmandirian KPK. Terindikasi mudah diintervensi. Ada jalan perantara KPK terhadap Presiden melalui Dewas.