Kaget.
Tiba-tiba dia sudah berdiri di sampingku. Entah dari mana laki-laki berpayung itu datang. Aku tidak sempat melihat dari arah mana dia. Langit memang gelap. Awan hitam sedang memamerkan keperkasaannya. Menghardik orang-orang di bawahnya untuk cepat-cepat berlari mencari tempat berteduh atau memakai payung.
...
Sejak kecil aku tidak suka jika Ibu menyuruhku membawa atau memakai payung. Aku lebih suka menerabas hujan rintik-rintik daripada memakai payung. Atau jika hujan terlanjur besar aku mencari tempat berteduh.
Jangan tanyakan alasannya kenapa. Aku sendiri tidak punya jawaban dan tidak tahu apa jawaban benarnya.
Tidak ada suatu peristiwa yang membuatku trauma dengan keberadaan payung.
Okelah kalau harus tetap memberi jawaban, "Nggak macho!" Jawaban yang sedikit masuk akal, aku tidak suka praktik-praktik primodialisme. Membeda-bedakan kasta seseorang. Kalian tahu kan kelakuan para amtenar pada jaman penjajahan dahulu?
Pakaian serba putih, pakai topi pegawai pemerintahan tetapi masih minta dipayungi oleh bawahannya. Apakah karena sebagai kaum priyayi terus boleh seenaknya main perintah? Melindungi dirinya?
       ***
Tidak ada hujan dan tidak panas pula. Setiap pagi sebelum aku berangkat sekolah. Ibu akan berpesan, "Payunge ojo lali, Le."