Mohon tunggu...
Mas Sam
Mas Sam Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca tulisan, menulis bacaan !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kuburan Sunyi

13 Mei 2021   21:19 Diperbarui: 13 Mei 2021   21:22 1258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ziarah kubur (identitasunhas.com)

Seperti biasanya. Selepas ba'da Ashar. Pada hari pertama lebaran. Kang Suto berziarah ke kuburan para leluhurnya.

Nyekar. Kirim.do'a untuk para arwah. Baca tahlil dan surah Yaasiin. 

Akan tetapi kali ini lain. Kang Suto dtemani Sri, istrinya dan anak perempuan istrinya. Kang Suto sengaja mengajak mereka untuk diperkenalkan dengan arwah para leluhurnya yang sudah berpulang.

"Sekarang kita pulang, Kang?"

"Belum. Satu lagi."

"Siapa lagi?"

Tanpa menjawab Kang Suto menarik tangan istrinya. Menuju arah pojok paling belakang dari kompleks pemakaman.

Tidak seperti ribuan kuburan yang lainnya yang bersih terawat. Rumputnya tumbuh subur dan rapi. Di atas kuburan bertaburan bunga mawar. 

Kuburan yang ini sangat sederhana. Tak terawat. Tidak ada rumput yang tumbuh. Hanya ada satu pohon kamboja putih yang menaungi.

"Makam siapa, Kang?" tanya istrinya setelah mereka selesai berdo'a.

Setelah menarik napas panjang. Kang Suto membuka kisahnya. Bang Pi'i, begitu orang-orang memanggilnya. Nama lengkapnya Syafei.

Dia seorang marbot mushalla kampung. Sekalipun tanpa imbalan bang Pi'i bekerja dengan tekun. Menyapu lantai mushalla, menggelar tikar dan menimba air wudhu adalah sebagain pekerjaannya.

Kalau muadzin berhalangan dia yang menggantikan. Suaranya empuk. Bahkan kadang-kadang dia menggantikan ustadz yang tidak datang. Belajar baca Al Qur'an.

Tapi sejak berdiri megah masjid di pinggir jalan besar perannya tersingkirkan. Orang-orang pun lebih suka shalat di masjid yang baru. Mereka mengabaikan bang Pi'i. Ada marbot baru yang ditunjuk pengurus dan diberikan imbalan bulanan.

Bang Pi'i tetap setia mengurusi mushalla tua. Pekerjaannya pun bertambah. Jadi muadzin. Bahkan kadang kala menjadi imam sekali pun makmumnya hanya satu atau dua orang. 

"Mushalla ini harus terus ditegakkan." begitu katanya suatu waktu memberi alasan. Mengapa dia masih terus setia mengurusi mushalla. Sampai ajal datang menjemputnya.

Orang-orang seakan melupakan mushalla yang sudah lama ada. Melupakan bang Pi'i yang sudah lama dikenal. Mereka lebih suka datang ke masjid baru yang besar dan megah. 

Sekedar berziarah ke kuburannya pun tidak pernah ada yang datang. Bahkan tukang perawat kuburan pun tidak ada yang dengan suka rela merawatnya. Mereka lebih memperhaikan kuburan orang-orang bersuit yang membayarnya tiap bulan.

"Jadi hanya Kang Suto yang berziarak ke kiburannya tiap tahun?" tanya Sri.

"Kita pulang sekarang. Hari sudah menjelang senja." ajak Kang Suto.

Jkt, 130521

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun