Membuat absen dan soal-soal ltihan atau ulangan harian pun membuat uban semakin hari semakin banyak tumbuh.
Padahal sebetulnya aplikaai semacam Zoom sudah lama ada. Hanya saja para guru dan masyarakat pada umumnya belum terbiasa memanfaatkannya. Masih nyaman dengan mengajar secara tatap muka.
Alasan klasiknya ribet. Memang mengajar dengan bantuan teknologi pada awal waktu perlu repot sedikit. Menyiapkan alat-alat. Kadang butuh waktu sekitar 15 menitan. Kalau mengajar secara konvensional durasi 15 menit sudah masuk tahap awal inti pembelajaran.
Tapi dengan PJJ dari awal sampaj akhir mau tidak mau harus menggunakan teknologi. Dari sinilah proses kebo nyusu gudhel dimulai. Orang tua memaksa anaknya untuk mengajari bagaimana mengoperasikan peralatan dan aplikaai online tersebut.
Namanya faktor U belajarnya bukan sekali ajar terus paham. Perlu berkali-kali. Bahkan sang anak bisa-bisa sampai jengkel bin gondok.
Seiring berjalannya waktu orang-orang tua sedikit banyak sudah bisa mengoperasikan sendiri aplikasi-aplikasi untuk pertemuan atau pembelajaran. Sekarang sudah biasa kalau ada emak-emak bilang baru ngezoom sama bu lurah membahas imunisasi balita atau isu-isu kesehatan lingkungan. Keren kan?!
Saya selalu setuju dengan ungkapan setiap peristiwa selalu ada hikmah di baliknya.
Jkt, 201220
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H