Mataku menyisir ke seluruh ruangan. Aku ingin melihat barangkali ada barang yang masih bisa digunakan. Di bawah meja mataku tertumbuk ke sebuah benda yang tidak asing dengan anak-anak kecil.Â
Sebuah dakon kayu dengan ukiran yang indah. Dua buah patung kecil berada di ujung-ujungnya saling berhadapan.Â
Dengan susah payah aku dapat mengambilnya. Debu tebal menutupi lubang-lubangnya. Tidak sabar aku meniupnya dengan keras. Debu-debu menghambur ke mukaku. Mataku tertutup. Gelap. Hidung dan mulutku penuh kemasukan debu.
Pandanganku semakin gelap. Aku kesulitan untuk bernafas. Dada terasa tersumbat, tersengal-sengal. Tetiba kepalaku terasa pusing. Berat sekali. Akupun kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Terkulai pingsan.
Dalam pingsanku, kulihat patung-patung tadi menangis. Merintih.
"Kenapa kalian menangis?"tanyaku.
"Sejak dibeli oleh kakekmu aku tidak pernah dimainkan."
"Kami sedih!"
Jkt, 021220
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H