Mohon tunggu...
Mas Sam
Mas Sam Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca tulisan, menulis bacaan !

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Inilah 7 Persoalan Keluarga yang Dapat Mempengaruhi Kesehatan Jiwa Pelajar

19 Oktober 2020   21:07 Diperbarui: 19 Oktober 2020   21:17 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabar duga yang menyentak datang dari Gowa Sulawesi Selatan. Seorang pelajar bunuh diri karena depresi menghadapi tugas-tugas PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh).

Benarkah karena tugas sekolah sehingga pelajar tersebut mwngakhiri hidupnya ?

Pejabat dinas pendidikan setempat menyatakan bahwasanya tugas-tugas yang diberikan oleh para guru masih wajar. Kenyataannya siswa yang lain bisa mengikuti PJJ dengan baik.

Adakah penyebab yang lain ?

Pengalaman saya mengajar hampir 25 tahun sering mendapati siswa yang mengalami gangguan kesehatan jiwa/mentalnya akibat persoalan yang ada di dalam keluarga.

Yang harus menjadi perhatian bersama adalah bahwasanya kesehatan jiwa siswa berkolerasi langsung dengan prestasi siswa yang bersangkutan. Artinya semakin sehat jiwanya maka akan semakin baik prestasi belajarnya dan sebaliknya.

Tujuh Persoalan Keluarga

Untuk itu perlu kita kenali persoalan-persoalan keluarga yang sering mengganggu kesehatan jiwa para siswa. Problema-problema keluarga tersebut, antara lain:

1. Persoalan Ekonomi

Kehidupan di kota besar apalagi di metropolitan seperti Jakarta tidak bisa dipungkiri memunculkan kesenjangan sosial ekonomi yang sangat tajam.

Bagi siswa dari kalangan kelas atas tidaklah menjadi persoalan. Akan tetapi bagi kalangan kelas bawah persoalan ekonomi sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa para siswa.

Fenomena yang sering muncul adalah perasaan rendah diri, lemah semangat dan mudah menyerah. Lemahnya ekonomi keluarga apabila disikapi secara positif dapat menjadi daya dorong untuk maju. Tapi yang sering terjadi adalah penyikapan secara negatif sehingga timbul kepasrahan dengan keadaan.

2. Ketidakpedulian Orang Tua

Masih berkaitan dengan masalah ekonomi keluarga. Orang tua dari kalangan kelas bawah kadang berpandangan lebih baik memikirkan masalah ekonomi daripada pendidikan anak. Sehingga anak tidak sekolah pun tidak menjadi persoalan.

Akibatnya sudah bisa ditebak hal ini akan mempengaruhi mental anak menjadi malas belajar. Toh capek-capek belajar juga tidak akan menjadi apa-apa. Jadi sekolah ya asal sekolah. Sekolah bukan untuk mengejar prestasi.

3. Perbedaan Pandangan Orang Tua

Perbedaan pandangan orang tua dalam mendidik atau merencanakan masa depan anak sangat berpengaruh terhadap mental anak.

Seringkali antara ayah dan ibu terjadi perbedaan pilihan. Misal ayahnya pengin anaknya masuk SMA sedangkan ibunya menginginkan anaknya masuk SMK. Atau bapaknya maunya anaknya melanjutkan ke jurusan ekonomi sementara ibunya menginginkan anaknya masuk ke kedokteran. 

Hal-hal semacam ini akan membingungkan sang anak. Keinginan siapa yang harus diikuti. Belum lagi kalau anaknya mempunyai pilihan sendiri.

Saya pernah membimbing anak yang keinginannya berbeda dengan pandangan orang tuanya. Anaknya ingin masuk ke STM sementara orang tuanya maunya anaknya masuk ke SMA karena nantinya anaknya akan dimasukkan ke perguruan tinggi favorit.

Akibatnya anak ini dari kelas X sampai kelas XII belajarnya ogah-ogahan. Bangun selalu terlambat dan datang ke sekolah sering telat. Masing-masing bertahan pada pendiriannya. Akibatnya wali kelas dan guru BK yang jadi ekstra keras membimbing dan memberi pengertian kepada orang tuanya.

4. Percekcokan Keluarga

Ketidakharmonisan keluarga sangat berpengaruh terhadap suasana hati anak. Keluarga yang harmonis menjadikan anaknya semangat belajar. Sementara keadaankeluarga yang sering cekcok sangat mengganggu konsentrasi belajar anak.

Sudah bisa ditebak kalau keadaankeluarganya sering terjadi pertengkaran antara ayah dan ibunya anaknya akan malas belajar. Tugas-tugas belajar tidak dikerjakan dengan alasan tidak bisa konsentrasi belajar.

Di sekolah pun kadang anak menunjukkan wajah yang murung, hilang gairah dan malas.

5. Perselingkuhan Orang Tua

Di kota metropolitan yang interaksi antar manusia sedemikian tinggi memunculkan peluang untuk terjadinya perselingkuhan. Pada umumnya suami tapi tidak sedikit pula istri yang selingkuh.

Kondisi ini akan berpengaruk terhadap kehangatan keluarga. Imbasnya adalah perhatian orang tua ke anak-anaknya menjadi berkurang. Inilah yang kadang kala menyebabkan anak menjalani kehiduoannya tanpa bimbingan orang tua. Anak dibiarkan berjalan sendiri tanpa pengawasan.

6. Perceraian Orang Tua

Perselingkuhan yang tidak terkendali ujung-ujungnya adalah perceraian suami istri. Apabila hal ini sampai terjadi yang paling menjadi korban adalah anak. Jiwanya terguncang hebat.

Saya pernah menangani kasus prestasi belajar anak yang terus menerus mengalami penurunan. Selidik punya selidik setelah beberapa kali konsultasi dengan orang tua siswa ternyata karena siswa ini kecewa berat dengan terjadinya perceraian orang tuanya.

Waktu masih sekolah SMP siswa tersebut ikut Olimpiade Matematika makanya ambil jurusan IPA di SMA. Tapi pas masuk kelas X orang tuanya cerai. Karena kecewa dengan kedua orang tuanya sang siswa ngambek belajar. Terpaksa siswa yang demikian masuk dalam bimbingan khusus oleh guru BK.

7. Orang Tua Kawin Lagi

Kondisi orang tua yang bercerai sudah pasti akan mengguncangkan jiwa anak. Terlebih kalau salah satu orang tua sampai kawin lagi anak akan mengalami tsunami jiwa. Goncangan yang sangat hebat pada saat jiwa anak belum matang.

Lebih parah lagi apabila anak mengikuti ayah atau ibu tiri dalam satu rumah. Jiwa anak akan mengalami guncangan yang maha hebat. Anak harus beradaptasi dengan orang baru. Orang asing yang masuk ke dalam kehidupannya.

Di sinilah kadang anak membuat ulah untuk membalas tindakan orang tuanya yang menurutnya telah memasukkan ke dalam neraka.

Kalau sudah sampai pada taraf ini sebaiknya psikolog atau bahkan psikiater dilibatkan untuk membantu mengembalikan jiwa anak yang terkena gelombang tsunami maha dahsyat.

Begitulah peristiwa-peristiwa dalam keluarga yang dapat mempengaruhi mentalitas bahkan kejiwaan para siswa. Sepatutnya kita membuat suasana keluarga yang menyenangkan sehingga mental anak siap mwnghadapi situasi apapun. Termasuk menghadapi situasi belajar dari rumah akibat pandemi covid-19.

Semakin matang jiwa pelajar semakin bijak dia menghadapi segala situasi dan persoalan.

Jkt, 191020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun