"Kerja di kota lebih berat, Min. Tidak kenal lelah bahkan harus jungkir balik", terang temannya.
"Nggak apa-apa Sim, aku sudah siap. Kamu tahu gimana aku biasa kerja keras menggarap sawah", jawabnya mantab.
"Ya sudah kalo kamu sudah siap banting tulang di kota", kata temannya.
"Besok siang kita berangkat".
               **
Seperti yang sudah mereka sepakati selepas sholat dhuhur mereka berangkat ke kota dengan menumpang kendaraan umum. Kalo jalanan lancar menjelang maghrib meraka akan sampai kota.
Sepanjang perjalanan Parmin membayangkan tempat tinggal Darsim pastilah megah bak istana. Halamannya luas dengan taman penuh bunga warna-warni.
Hatinya merasa gembira dibolehlan oleh teman masa kecilnya itu untuk menumpang selama dia di kota. Hatinya lega setidaknya dia tidak harus memikirkan uang kontrakan tiap bulannya.
Selama perjalanan di bus angkutan umum temannya itu terlelap tidur. Pastilah hidupnya bahagia betul bisa menikmati hidup enak. Bisa tidur dengan nyenyak tidak seperti dirinya yang tidak pernah bisa tidur karena selalu memikirkan kebutuhan sehari-hari.
"Pertanda baik. Perjalanan sangat lancar. Aku akan menjadi orang sukses", pikirnya.
Begitulah menjelang maghrib angkutan umum yang mereka tumpangi sampai terminal besar di kota. Untuk sampai ke rumah Darsim mereka menyambung dengan naik angkot.