Mohon tunggu...
Mas Sam
Mas Sam Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca tulisan, menulis bacaan !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayam Cemani

16 September 2020   12:05 Diperbarui: 16 September 2020   12:09 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demi dapat menikah dengan Marissa aku rela menjalani ritual yang sesungguhnya tidak aku sukai seperti yang diperintahkan si mbah.

Untuk melaksanakan ritual ini syaratnya harus disediakan seekor ayam cemani, ayam yang seluruh tubuhnya berwarna hitam. Menurut si mbah ayam cemani akan menyerap seluruh energi negatif yang melekat pada diri Marissa sehingga nantinya tidak mengganggu kehidupan rumah tangga kami.

Kata si mbah dalam tubuh dia ada energi negatif yang harus dibuang. Sebenernya bukan dibuang tetapi dialihkan ke dalam tubuh si ayam cemani.

Sesuai pesen si mbah maka pagi-pagi sekali selepas subuh bapak pergi ke kampung sebelah yang dikenal sebagai kampung cemani. Di sana hampir setiap rumah penduduk memelihara ayam cemani.

Di kampung itu cemani diperlakukan layaknya seorang raja. Makanannya sangat diperhatikan betul dengan menu jagung dan beras merah. Minumannya pun dicampur dengan susu dan madu. Kandangnya dibuat senyaman mungkin. Jadi tidak aneh kalo seekor ayam cemani harganya bisa sampai jutaan rupiah.

Aku pikir ini keahlian orang kampung sebelah yang pintar melihat peluang bisnis. Masyarakat kampung yang masih sangat bergantung kepada 'orang pintar' adalah target pasar yang potensial. Mereka dengan cerdik memanfaatkan celah bisnis ini.

Sebelum tengah hari bapak sudah pulang dengan membawa seekor ayam cemani. Memang si mbah sudah pesan sebelum tengah hari harus sudah mendapatkan ayam tersebut. Ritual akan dilaksanakan pas tengah hari ketika matahari baru terik-teriknya.

"Kenapa harus tengah hari mbah", tanyaku.

"Tengah hari kondisi tubuh kita baru panas-panasnya sehingga memudahkan memindahkan energi ke medan panas yang lain", jelas si mbah yang menurutku bisa diterima akal.

                          **

Begitulah pas tengah hari ritual itu dijalankan oleh si mbah yang mengenakan pakaian kebesarannya sebagai 'orang pintar'. Baju blangkon dengan ikat kepala hitam motif batik. Tak ketinggalan sebilah keris terselip di pinggang.

"Nak Marissa sini", perintahnya.

Dia mendekat dengan baju ritual yang disiapkan oleh ibu, hanya memakai kemben. Kain jarit yang hanya dililitkan menutupi sebatas dadanya. Dadaku berdesir baru kali ini melihat tubuh mulusnya.

Aku melirik ke arah bapak yang hanya menunduk dari tadi karena dalam pengawasan ibu. Si mbah pun kayaknya sempat hilang konsentrasi karena melihat keindahan tubuh calon istriku itu.

Setelah membaca mantra-mantra dan menyalakan dupa dengan gerakan yang atraktif seolah sedang memindahkan beban berat dari tubuh Marissa ke ayam cemani dan diakhiri dengan penyembelihan si ayam cemani.

Darah ayam dimasukkan ke dalam lubang yang sudah disiapkan sebelumnya. Setelah itu bangkai ayam jutaan rupiah itu dikuburkan dalam lubang yang sama.

Tiba-tiba tangan si mbah meraup wajah Marissa diikuti gerakan seolah mencatut sebuah benda yang menempel di bibirnya.

Marissa sempat bergerak seperti akan menghindar tapi tangan si mbah lebih cepat menyentuh bibirnya.

"Sekarang sudah bersih", kata si mbah.

Setelah berkata begitu si mbah jatuh terkapar di bawah terik matahari yang sangat menyengat.

Jkt, 160920

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun