Begitulah pas tengah hari ritual itu dijalankan oleh si mbah yang mengenakan pakaian kebesarannya sebagai 'orang pintar'. Baju blangkon dengan ikat kepala hitam motif batik. Tak ketinggalan sebilah keris terselip di pinggang.
"Nak Marissa sini", perintahnya.
Dia mendekat dengan baju ritual yang disiapkan oleh ibu, hanya memakai kemben. Kain jarit yang hanya dililitkan menutupi sebatas dadanya. Dadaku berdesir baru kali ini melihat tubuh mulusnya.
Aku melirik ke arah bapak yang hanya menunduk dari tadi karena dalam pengawasan ibu. Si mbah pun kayaknya sempat hilang konsentrasi karena melihat keindahan tubuh calon istriku itu.
Setelah membaca mantra-mantra dan menyalakan dupa dengan gerakan yang atraktif seolah sedang memindahkan beban berat dari tubuh Marissa ke ayam cemani dan diakhiri dengan penyembelihan si ayam cemani.
Darah ayam dimasukkan ke dalam lubang yang sudah disiapkan sebelumnya. Setelah itu bangkai ayam jutaan rupiah itu dikuburkan dalam lubang yang sama.
Tiba-tiba tangan si mbah meraup wajah Marissa diikuti gerakan seolah mencatut sebuah benda yang menempel di bibirnya.
Marissa sempat bergerak seperti akan menghindar tapi tangan si mbah lebih cepat menyentuh bibirnya.
"Sekarang sudah bersih", kata si mbah.
Setelah berkata begitu si mbah jatuh terkapar di bawah terik matahari yang sangat menyengat.
Jkt, 160920