Canggung.
Begitulah yang kami rasakan setelah kami mengikat jalinan cinta. Bayangkan, kami biasanya berkomunikasi secara formal tiba-tiba perasaan hadir dalam setiap pembicaraan kami.
Anganku mengembara ke masa kecil kami. Dia memang selalu menjadi pelindungku kalo ada teman laki-laki atau teman perempuan yang menakaliku.
Kami juga sering berbagi bekal manakala jam istirahat. Dia akan memberikan sepotong buah-buahan untukku.
"Untuk kamu, biar kulitnya halus", begitu katanya setiap menyorongkan buah-buahan untukku.
Menginjak SMP dia selalu memboncengkan aku dengan sepedanya pas pulang sekolah. Biasanya pagi hari aku berangkat membonceng motor bapak sekalian berangkat kerja.Â
Setelah masuk SMA kami berangkat dan pulang sekolah barengan dengan berboncengan sepeda motor. Teman-teman mengira kami berpacaran karena selalu berbincengan kemanapun kami pergi.
Aku selalu meyakinkan teman-teman kalau kami hanya berteman dan tidak berpacaran. Karena rumah kami berdekatan jadi kami selalu berangkat dan pulang sekolah bersama.
Mengenang itu semua aku tersenyum sendiri dalam hati tidak menyangka apa yang dulu teman-teman olok-olok justru kini menjadi kenyataan.
Selama kuliah hampir tidak pernah bersama-sama lagi. Kami sibuk dengan jadwal kuliah dan mengerjakan tugas-tugas kami. Pas hari libur pun kami jarang bertemu asyik kangen-kangenan dengan keluarga sendiri.
Begitu joinan mendirikan usaha barulah kami bersama-sama lagi tetapi terbatas hubungan kerja. Dia sebagai direkturnya dan aku sebagai manager personalia merangkap sekretaris pribadi.
"Kenapa milih aku", tanyaku setelah acara pinangan itu.
"Kita kan udah saling mengenal. Kamu kan udah tau apa maunya aku", begitu jawabnya.
                 **
"Hari ini kita meeting semua karyawan di ruang rapat", perintahnya kepada seluruh karyawan.
"Semua ikut, termasuk office boy dan pantry boy", kanjutnya.Â
Sesuai jam yang ditentukan semua karyawan memasuki ruang rapat. Aku bertanya-tanya kenapa semua karyawan harus ikut, biasanya hanya para manager yang harus ikut meeting.
"Kenapa harus semua ikut rapat", tanyaku.
"Lihat aja nanti", jawabnya.
Begitu MC mempersilahkan memberikan sambutan dan arahan kami saling menerka-nerka ada apa sesungguhnya. Belum pernah sekalipun rapat diikuti oleh seluruh karyawan.
"Terima kasih atas kehadiran semua karyawan pada rapat istimewa ini", katanya mengawali sambutannya.
Tiba-tiba dari bawah meja dia mengeluarkan seikat bunga mawar merah. Semua orang terheran-heran termasuk diriku.
"Pada kesempatan ini saya umumkan bahwasanya saya dan ibu Marissa telah sepakat menjalin hubungan istimewa. Insha Alloh dalam waktu dekat kami akan melangsungkan pertunangan dan dilanjutkan dengan pernikahan", katanya tegas.
Ruangan yang tadinya hening menjadi riuh-rendah dengan tepukan tangan karyawan. Seluruh karyawan selanjutnya berebut menyalami kami sambil mengucapkan selamat.
Aku terkejut sekaligus bangga dengan keberaniannya menyampaikan hubungan kami di muka umum.
"Seikat bunga ini sebagai tanda ikatan cinta kami", katanya sambil menyerahkan seikat bunga mawar merah.
Aku menerimanya dengan rasa haru.
Jkt, 110920
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H