Aku duduk termenung di dalam kamar. Terbayang kasih sayang bapak yang begitu besar kepada kami anak-anaknya, terutama kasih sayangnya kepadaku. Sejak kecil bapak menunjukkan kasih sayang yang lebih kepadaku.Â
Aku sering diajak bapak ke pasar dan disuruh memilih makanan atau mainan yang aku mau. Waktu masih sekolah dasar setiap hari bapak mengantar jemput dengan mengayuh sepeda berkilo-kilo meter dengan memboncengkan aku.
Setelah masuk SMP dan SMA bapak sering diam-diam menambah uang jajanku tanpa sepengetahuan ibuku. Bapak juga mempercayakan aku memegang uang tabungan keluarga karena bapak sedikit kurang percaya kepada ibu yang diam-diam tanpa sepengetahuan bapak sering membantu saudara-saudaranya.
Itulah kenapa aku begitu patuh menuruti keinginan bapak agar aku bersedia menikah dengan laki-laki pilihannya. Semuanya aku lakukan karena aku ingin membalas budi dan kasih sayang orang tuaku terutama bapak. Aku rela menderita demi menyenangkan hati bapak.
Perasaanku menjadi campur aduk antara rasa iba melihat kondisi bapak dan pedihnya hatiku. Tak terasa butiran-butiran bening air mataku pun jatuh. Aku merasakan ruangan kamar tidurku berputar-putar semakinlama semakin kencang. Kesadaranku akhirnya hilang. Tubuhku limbung jatuh ke bawah ranjang.
Pingsan !!
Jkt, 220820
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H