Mohon tunggu...
Mas Sam
Mas Sam Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca tulisan, menulis bacaan !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerai

22 Agustus 2020   09:23 Diperbarui: 22 Agustus 2020   09:20 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
wattpad.com/Galuh Titis

Lidahku kelu, kerongkonganku tercekat tak sepatah katapun bisa keluar dari mulutku.

Aku tidak tega melihat bapak terbaring lemah di atas tempat tidur. Matanya berkaca-mata melihatku, tak satu kata pun dapat meluncur dari mulutnya. Aku mrnjadi iba melihat keadaan kesehatan bapak. Tubuh bapak begitu ringkih.

Sebenernya aku sengaja pulang ke kampung ingin menyampaikan keputusanku untuk menggugat cerai suamiku. Aku sudah pertimbangan dengan matang lebih baik menjadi janda untuk yang kedua kalinya daripada aku harus menanggung beban bathin. Lagi pula perceraian adalah perbuatan halal sekali pun dibenci oleh tuhan. 

Memang sekali pun halal tetapi menjadi janda bisa jadi aib keluarga di mata masyarakat. Orang-orang memandang negatif perempuan yang berstatus janda, apalagi menjanda untuk yang kedua kalinya. Itulah kenapa dulu aku tidak pernah pulang kampung selama menjadi janda supaya orang-orang kampung tidak mengetahui statusku sebagai seorang janda. 

Kepulanganku kali ini sebenernya ingin menjelaskan kepada orang tuaku tentang keadaan rumah tangga kami dan keputusanku untuk bercerai. Aku memang ragu apakah kedua orang tuaku dapat memahami keputusan sulit ini. 

Tetapi aku juga sudah tidak sanggup lagi hidup berumah tangga dengan laki-laki yang tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Semuanya tergantung kepada mertuaku, terutama ibunya.

Aku yang terbiasa hidup mandiri dan cekatan dalam melakukan sesuatu menjadi geregetan melihat suamiku yang hanya menjadi boneka kemauan ibunya. Aku menjadi tidak sabar melihat suamiku selalu ragu-ragu kalau ingin mengambil tindakan.

Semuanya argumentasi yang sudah aku persiapkan menjadi buyar manakala melihat bapak tergolek lemah di tempat tidur. Sekali pun aku belum mengatakan sesuatu tapi aku yakin bapak sudah dapat menduga apa yang akan aku sampaikan. Dari tatapan matanya yang redup dan air mata yang menetes di sudut matanya aku tahu bapak sedih melihat keadaan rumah tangga kami.

Aku duduk di samping bapak di sisi tempat tidurnya. Aku usap rambutnya yang sudah memutih semua. Aku menatap wajahnya yang begitu lelah. Aku bisa meraskan kesedihan bapak melihat kehidupan rumah tanggaku yang gagal untuk yang kedua kalinya.  Aku tak kuasa menahan pedih dan aku peluk erat bapak. Aku mencium lembut wajah bapak tanpa berkata-kata.

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun