Tiga bulan perkawinan kami masih adem-adem saja. Aku belum bisa menerima kehadiran suamiku dalam hatiku. Suamiku pun anteng di rumah tanpa ada kegiatan, hanya makan duduk-duduk tidur saja. Kebutuhan hidup kami masih disokong oleh mertuaku.
Aku mulai gelisah tak ada aktiitas yang bermanfaat. Aku terbiasa gerak jalan kemana-mana, ketemu banyak orang dan berbincang apa saja. Tiga bulan ini kami hampir ada ada suara, tak ada perbincangan layaknya suami istri apalagi canda tawa. Aku jadi rindu teman-teman perempuanku, pengin ngobrol ketawa-ketawa lepas.Â
Anganku melayang ke laki-laki yang selama ini menyemangati dan membuatku terhibur. Aku rindu nasehat-nasehatnya yang menyejukkan sekalipun umurnya jauh lebih muda dariku.Â
Aku kangen candanya yang membuatku dapat melupakan keletihan fisik dan batinku menjalani kehidupan sendirian. Mau rasanya aku terlelap dalam pelukan hangatnya.
"Assalamu alaikum", tiba-tiba sebuah salam mengagetkan lamunanku.
"Wa alaikum salam", jawabku sambil menuju pintu.
Seorang kakek berdiri di depan pintu. Penampilannya yang sedikit nyentrik mengagetkanku.
"Suamimu ada neng", tanyanya.
Tanpa menjawab aku masuk dan memanggil suamiku yang masih duduk santai di sofa.
"Ada yang nyari, mas", kataku.
"Siapa?" tanyanya sambil berjalan ke arah pintu.
    **
"Kok si mbah bisa ketemu rumah saya", tanya suamiku sambil menyilahkan kakek masuk.
"Jaman modern gini apa susahnya nyari alamat. Tinggal buka map", jawabnya.
Aku tersenyum, kirain jawabnya akan sambil menunjukkan bahwa dia orang pintar. Aku masuk ke kamar dan membiarkan mereka ngobrol.
Dari dalam kamar aku mendengarkan percakapan suami dengan kakek tadi. Ternyata kakek tersebut adalah orang pintar yang disuruh datang oleh ibu mertuaku.Â
Katanya ibu mertuaku merasa ada yang tidak beres dengan rumah yang kami tempati. Makanya ibu mertuaku menyuruhnya datang ke kota, tentu dengan memberikan bekal yang cukup kepada si kakek.Â
Menurut penuturannya si kakek harus membersihkan rumah yang baru kami tempati. Ada yang menutupi sehingga rumah kami tidak nyaman untuk ditempati, jelasnya.
"Si neng ini juga harus dibersihin", katanya ketika aku menyuguhkan minuman dan penganan.
"Emang kenapa mbah", tanya suamiku.
"Terlalu banyak yang ingin mendekatinya", jawab si kakek.
"Kamu tidak tau sainganmu banyak", imbuhnya.
Aku tersenyum dalam hati mendengar kata kakek yang barusan. Aku mencoba melirik wajah si kakek. Ribuan trik laki-laki yang ingin mendekatiku sudah aku kenal. Sekecil apapun gelagat mereka aku bisa menebak ke mana arahnya.
"Modus", batinku.
Jkt, 290720
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI