Tiga bulan perkawinan kami masih adem-adem saja. Aku belum bisa menerima kehadiran suamiku dalam hatiku. Suamiku pun anteng di rumah tanpa ada kegiatan, hanya makan duduk-duduk tidur saja. Kebutuhan hidup kami masih disokong oleh mertuaku.
Aku mulai gelisah tak ada aktiitas yang bermanfaat. Aku terbiasa gerak jalan kemana-mana, ketemu banyak orang dan berbincang apa saja. Tiga bulan ini kami hampir ada ada suara, tak ada perbincangan layaknya suami istri apalagi canda tawa. Aku jadi rindu teman-teman perempuanku, pengin ngobrol ketawa-ketawa lepas.Â
Anganku melayang ke laki-laki yang selama ini menyemangati dan membuatku terhibur. Aku rindu nasehat-nasehatnya yang menyejukkan sekalipun umurnya jauh lebih muda dariku.Â
Aku kangen candanya yang membuatku dapat melupakan keletihan fisik dan batinku menjalani kehidupan sendirian. Mau rasanya aku terlelap dalam pelukan hangatnya.
"Assalamu alaikum", tiba-tiba sebuah salam mengagetkan lamunanku.
"Wa alaikum salam", jawabku sambil menuju pintu.
Seorang kakek berdiri di depan pintu. Penampilannya yang sedikit nyentrik mengagetkanku.
"Suamimu ada neng", tanyanya.
Tanpa menjawab aku masuk dan memanggil suamiku yang masih duduk santai di sofa.
"Ada yang nyari, mas", kataku.
"Siapa?" tanyanya sambil berjalan ke arah pintu.