Mohon tunggu...
Mas Sam
Mas Sam Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca tulisan, menulis bacaan !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jimat

27 Juli 2020   12:08 Diperbarui: 27 Juli 2020   13:52 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sekarkahuripan.wordpress.com

Seminggu setelah pernikahan kami, aku dan suami keduaku, kembali ke kota.

Berkat kemurahan hati mertuaku kami dihadiahi sebuah rumah mungil. Biar tidak pusing mikirin uang kontrakan sekalian buat bulan madu, begitu kata ibu mertuaku. 

Aku hanya bisa mengangguk saja sebagai tanda terima kasih. Sesampai di kota besok aku langsung ke rumah baru kami, tidak ke kontrakanku yang ditempati kedua anak-anakku.

"Ini buat pegangan," kata ibu mertuaku sambil menyerahkan sesuatu.

"Terima kasih bu," kataku.

"Apa ini bu?" tanyaku.

Tadinya aku kira ibu mertuaku kasih amplop buat pegangan selama suamiku belum bekerja di kota. Tapi ternyata bungkusan hitam seperti kalung yang dipake anak-anak kecil kalau baru disapih ibunya.

"Ini jimat dari orang pintar, buat pegangan nak Dita. Ibu tahu nak Dita banyak laki-laki yang selalu mencoba menggoda dan merayu kan. Jangan sampai terlepas, kalau mau dikalungkan di leher tapi kalau malu ya buat sabuk. Diikat di perut nak Dita saja. Ini yang akan menjaga nak Dita setiap saat dari kejaran para lelaki itu. Oh ya ini air nanti setelah masuk rumah nak Dita siamkan ke seluruh penjuru rumah ya," terang ibu mertuaku panjang lebar sambil menyerahkan botol berisi air kembang.

Karena buru-buru aku masukkan saja ke dompet tanpa memperhatikan lagi benda tersebut.

                                                           **

Rumah baru kami kecil saja tetapi nyaman karena letaknya sudah masuk pinggiran kota. Semua perabotan sudah lengkap, kami tinggal menempati saja. 

Sofa dan meja di ruang tamu, gordyn penutup jendela sudah terpasang rapi dan lemari pakaian serta ranjang sudah siap di kamar. Peralatan dapur juga sudah tertata lengkap. Aku harus bersyukur atas kemurahan mertuaku ini.

Begitu masuk rumah aku buka jendela. Pintu kamar dan pintu dapur pun aku buka pula. Biar udara segar masuk, pikirku.

Suamiku langsung duduk di sofa tanpa sepatah kata pun.  Aku mengeluarkan barang-barang dari tas. Banyak juga hadiah pernikahan kami dari kenalan suamiku, pikirku. Semua aku tempatkan di lemari atau rak di dapur. Untuk sementara aku tidak perlu lagi membeli perabotan rumah tangga.

Aku tertegun ketika mendapat benda terakhir dari dalam tas, sebotol air kembang. Amanat ibu mertuaku disuruh menyiramkan ke seluruh penjuru rumah. 

"Mas tolong siramkan ke seluruh sudut rumah kita," pintaku kepada suami.

Sebertulnya ini caraku biar tidak kelihatan kalau aku tidak percaya hal-hal seperti ini.

"Air apaan emangnya," tanya suamiku.

"Ibumu yang ngasih. Nggak tau," jawabku.

"Dari ibu? Ya udah sini," katanya sambil meraih botol dan segera mengitari sudut-sudut rumah sambil menyiramkan air kembang.

"Ada-ada saja," batinku.

                                                                **

Aku ingat masih ada satu benda yang diberikan oleh ibu mertuaku yang aku masukkan begitu saja ke dalam dompet.

"Yang ini gimana mas," tanyaku ketika suamiku selesai menyiramkan air kembang.

"Apa lagi itu," tanyanya.

"Kata ibu buat jagain aku," jawabku.

"Jagain dari apa? Kan sudah ada aku," tanyanya lagi.

Aku bingung, bagaimana menjelaskan kepada suamiku tentang para lelaki yang selalu mengejar-ngejarku itu?!

Jkt, 270720

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun