Mohon tunggu...
Mas Sam
Mas Sam Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca tulisan, menulis bacaan !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kecele

9 Juli 2020   20:53 Diperbarui: 9 Juli 2020   21:00 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah sebulan ini kampungku dilanda kasak-kusuk. Masyarakat tidak puas dengan kinerja para perangkat kampung. Mereka kurang koordinasi dalam bekerja.  Kesannya masing-masing ingin menonjolkan diri dialah yang paling bisa bekerja di hadapan pak Lurah. Begitu berita yang beredar di kampung.

Carik desa dinilai lambat menyampaikan kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh pak Lurah. Dia juga lambat melayani masyarakat yang mengurus surat-surat penting.  Jogotirto dirasakan tidak adil dalam menjalankan tugasnya, lebih mementingkan mengairi sawah-sawah kerabatnya saja. Akibatnya banyak sawah warga yang kekeringan. Gagal panen.  

Sedangkan Bayan yang bertugas mengembangkan potensi perekonomian masyarakat selalu berdalih uangnya tidak ada karena anggaran dari kas kampung belum cair. Bagaimana mau belanja kalo uangnya tidak ada, begitu alasannya. Sementara Mantri Picis berkilah baru akan menyalurkan anggaran apabila administrasi keuangan kampung diberesin terlebih dahulu.

Yang bikin masyarakat sebel Jagabaya dilihat kerjanya hanya petantang-petenteng, padahal banyak terjadi pencurian ternak dan tanaman warga.  Ayo dong kalian bantu menangkap maling-maling itu, jangan ngandelin keamanan saja. Begitu selalu alasanya kalo dilapori tentang peristiwa kemalingan.

Menanggapi keresahan masyarakat ini pak Lurah berjanji akan mengevaluasi kinerja para perangkat kampung. 

                                                         **

Sengaja aku berjalan melewati rumah pak Lurah.  Pagi begini pasti istri pak lurah sedang di rumah, sementara pak Lurah sedang ngantor di kantor kelurahan. Nah betul kan kataku, bu Lurah baru nyantai diteras.

"Selamat pagi bu Lurah. Udah nyante ni", kataku setelah memberi salam.

Tanpa dipersilahkan masuk aku langsung saja memasuki halaman rumahnya yang begitu luas dan asri itu.

"Iya ni duduk-duduk santai sambil ngeliatin bunga-bunga", jawab bu Lurah.

"Suasanya adem, sejuk banget bu Lurah", pujiku.

"Ya makanya saya suka duduk-duduk di teras kalo pagi".

Aku kemudian mengambil duduk di kursi dekat bu Lurah.  Biasa aku memuji-muji kinerja pak Lurah yang cekatan dan perhatian sama masyarakat. Tak ketinggalan aku menyanjung-nyanjung kiprah bu Lurah memberdayakan kaum perempuan di kampung.  Satu lagi yang tidak boleh ketinggalan mengagumi kecantikan bu Lurah.

"Bu Lurah selalu tampil luwes. Apalagi kalo dandan penampilan jadi anggun", sanjungku.

"Ah kamu bisa aja", katanya dengan nada bangga.

"Bu Lurah perlu apa untuk menambah penampilan biar makin berwibawa ?", bujukku.

"Mungkin perlu tas atau kain batik tulis", tawarku.

Bu Lurah tersenyum penuh arti.

                                                            **

Aku hanya bisa mengumpat dalam hati.  Pak Lurah tidak mengganti perangkat kampung tetapi memberikan kesemapatan kedua kepada para pembantunya itu.  Pak Lurah hanya wanti-wanti, kalo tetap tidak menunjukkan perbaikan kinerja akan diganti.  Ya bagaiman pak Lurah berani mengganti perangkat kampung karena semuanya adalah kerabat pak Lurah juga.

Si carik adalah adik istrinya. Jogotirto adalah pamannya dari istri. Sedangkan bayan adik lelakinya.  Sementara mantri picis adalah adik iparnya.  Dan yang lebih membuat pak Lurah takut jagabaya adalah mertuanya.

Aku sebenernya mengincar salah satu jabatan perangkat desa, apa saja.  Perangkat desa memang tidak mendapatkan gaji tetapi mendapatkan tanah bengkok dua hektar.  Dan yang jelas jabatan perangkat desa bisa seumur hidup.

Aku memang kurang perhitungan.  Sebagai pendatang baru di kampung ini aku tidak tahu latar belakang keluarga pak Lurah dan para pejabat perangkat kampung itu.  Padahal aku sudah keluar uang banyak untuk mendekati bu Lurah supaya bisa dapat menduduki salah satu jabatan bergengsi di kampung.

Disamping selalu menyanjung dan memuji-muji bu Lurah, setiap hari aku mengirimi sayur-sayuran atau buah-buahan kepada bu Lurah.  Beberapa kali aku juga membelikan keperluan untuk menunjang penampilan bu Lurah.  Kain batik, kebaya, tas bahkan alat kosmetika.  Rencanaku jahatku gagal semuanya.

Aku kecele !

Jkt, 090720

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun