Selain itu, kerbau memiliki banyak fungsi di antaranya sebagai binatang yang membantu untuk mengolah sawah, penghasil susu, penghasil daging, penghasil pupuk, sebagai tabungan jangka panjang, sebagai bahan tekstil (industri), dan terakhir kerbau berfungsi sebagai alat transportasi.
Peranan kerbau dalam kegiatan pertanian dapat dikaitkan dengan perkembangan sistem pertaniannya. Sistem pertanian yang dikenal semula pada masa prasejarah adalah pertanian lahan kering (perladangan), kemudian dkembangkan sistem pertanian lahan basah (persawahan). Menurut Brandes bahwa penanaman padi di sawah telah dikenal di Indonesia sejak sebelum pengaruh kebudayaan India menyebar di Indonesia (Brandes,1889 dalam Ferdinandus,1990:426). Penanaman padi dengan sistem perladangan diperkirakan dikenal di Indonesia jauh sebelumnya sekitar 2500 -- 1500 SM, yaitu bersamaan masuknya kebudayaan megalitik tua di Indonesia (Geldern,1945:138--141). Pendapat lain menyebutkan bahwa penanaman padi dengan sistem pengairan dikenal di Indonesia diduga pada jaman logam (Marschall,1969 dalam Suryanto,1990:413). Bukti pendapat ini di beberapa situs tingkat perundagian ditemukan beberapa alat-alat besi yang diperkirakan digunakan pada kegiatan itu. Misalnya, dalam kubur peti batu di situs Kawengan, Kidangan, dan Gunungmas di Bojonegoro dan situs Gunungsigro di Tuban, Jawa Timur. Alat-alat yang ditemukan adalah kapak, beliung, ujung tombak, mata sabit dan mata pisau (Suryanto,1990:412). Ditambahkan bahwa sistem persawahan di Bali misalnya, pada tingkat perundagian telah dilaksanakan di kaki-kaki pegunungan yaitu pada tempat yang mudah diatur pengairannya (Soejono,1977:322). Dengan demikian pada jaman logam atau perundagian diperkirakan kerbau telah dimanfaatkan untuk membantu kegiatan pertaniannya.
Mengenai perkembangan pertanian, sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha abad ke XI–XIV Masehi, kegiatan pertanian sudah dilaksanakan oleh masyarakatnya, kemudian bersamaan dengan teknologi yang masuk kegiatan itu semakin berkembang, terutama pada peralatan yang dimanfaatkannya. Kemungkinan adanya perkembangan teknologi pertaniannya dapat dikaitkan dengan adanya tradisi pengolahan lahan tanpa menggunakan bajak pada sebagian masyarakat Sumatera utara, serta pemanfaatan peralatan lebih sederhana yang digerakkan oleh manusia seperti tenggala roda dan sisir kayu (Susilowati,2003:49). Tradisi pengolahan lahan tanpa menggunakan bajak diketahui masih dilakukan hingga kini oleh sebagian masyarakat di Barus dan Tapanuli Selatan, yaitu dengan menggiring kerbau (sekitar 8 -- 12 ekor) berkeliling pada lahan sawah secara berulang-ulang. Banyaknya kerbau yang digunakan menggambarkan banyaknya populasi kerbau yang diternakkan oleh satu keluarga inti di tempat tersebut. Sekalipun tidak banyak lahan sawah yang diusahakan di Samosir tempat komunitas subetnis Batak Toba misalnya, populasi kerbau sebagai hewan ternak juga cukup banyak. Hal ini disebabkan banyaknya kebutuhan kerbau sebagai hewan kurban yang menyertai upacara adat yang diselenggarakan masyarakatnya.
Sejarah Babi
Pendapat umum menyatakan bahwa bangsa babi merupakan hewan yang paling awal dijinakkan, bukan kucing ataupun anjing. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penemuan lukisan dan ukiran babi yang berumur lebih dari 25.000 tahun yang lalu. Asal-usul ternak babi yang dikenal sekarang adalah keturunan dari dua jenis babi liar; Sus Vittatus dari India timur, Asia Tenggara, China dan Sus Scrofa dari Eropa yang didomestikasi pada 4900 tahum SM. Hingga kini masih ditemukan 2 (dua ) spesies  babi liar ini hidup bergerombol dan membentuk kelompok besar di hutan Eropa dan India Timur. Data terakhir menunjukkan bahwa sudah ada 25 sub spesies Sus Scrofa yang diketahui, dan perkembangannya telah beradaptasi dengan lingkungan lokal. Babi lokal (indigenous) diberbagai daerah tropis sekarang ini sulit dijumpai karena pada umumnya telah mengalami grading up dengan babi ras atau breed eksotik yang berasal dari Ingris, Amerika dan Skandinavia; karena babi ras ini ternyata lebih cocok untuk daerah tropis.
Adapun jenis babi yang ada di Indonesia sangat beragam, mulai dari babi lokal maupun babi yang didatangkan dari mancanegara (import). Babi asli Indonesia adalah babi hutan yang masih banyak berkeliaran di hutan-hutan. Babi yang sekarang ada di Indonesia adalah keturunan babi hutan dengan ciri khas umumnya; liar, warna hitam dan dipelihara secara ekstensif, bebas berkeliaran di sekitar perkampungan. Bangsa babi asli Indonesia adalah babi Bali, babi Karawang, babi Sumba dan babi Nias.
1. Babi Bali
- Warna hitam dan bulu agak kasar
- Bentuk tubuh dan kepala kecil
- Punggung lentik
- Perut hampir menyusur tanah
- Kaki pendek
- Cungurnya relative pendek
- Telinga kecil dan berdiri tegak
2. Babi Karawang