Mohon tunggu...
Masruro
Masruro Mohon Tunggu... Buruh Negara -

Pemerhati masalah publik | Ayah dari satu bidadari kecil, "Zizie" | Buruh negara di SMA N 1 Prambanan Klaten | Alumni SDN Bayem 2, SLTP N 2 Kutoarjo, MA PP. Miftahul Huda Malang, STAI Raden Rahmat Malang, dan Santri Mbeling di PPMH Kepanjen Malang | Gusdurians | Aremania | Milanisti | "Bersyukur dengan apa yang ada, bersabar dengan apa yang tiada.." | http://www.kangmasroer.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadikan Media Sosial sebagai Berkah bagi Kerukunan Beragama

24 Agustus 2016   23:41 Diperbarui: 25 Agustus 2016   07:56 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin di antara kita ada yang takjub atau bahkan tercengang, ketika menyaksikan pertumbuhan pengguna media sosial di Indonesia. Dari data yang dirilis oleh We Are Social, sebuah agensi marketing sosial, pada tahun 2015 lalu, diperkirakan pengguna media sosial aktif di Indonesia mencapai angka 79 juta. Jumlah yang sangat luar biasa tentunya. Dan itu juga berarti bahwa pengguna media sosial aktif di Indonesia meningkat sebesar sekitar 25 persen dari tahun sebelumnya, 2014  yang masih di kisaran angka 63 juta pengguna aktif.

Namun, sebenarnya kalau kita memahami fenomena bahwa media sosial saat ini memang menjadi satu hal yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia, maka hal itu bukanlah sesuatu yang begitu mengherankan. Tak hanya di kalangan remaja, namun sebagian besar anak-anak dan orang tua yang mempunyai akses internet hampir bisa dipastikan memiliki akun di media sosial. Entah itu Facebook, Twitter, Instagram, BBM, WhatsApp, Path, dan media-media sosial lainnya. Bahkan sering kita temui, banyak di antara mereka yang seakan tak bisa hidup tanpa media sosial. Padahal seharusnya kita tahu, bahwa media sosial yang merupakan bagian dari arus globalisasi ini laksana pedang bermata dua, menyimpan dampak positif dan negatif.

Media Sosial: Antara Berkah dan Musibah

Sumber: Dok. Pribadi
Sumber: Dok. Pribadi
Tak bisa kita sangsikan, media sosial kini memang bisa menjadi sebuah berkah bagi penggunanya. Menjadi berkah karena keberadaan media sosial membawa hal-hal positif, yang sangat membantu kehidupan manusia. Banyak sekali manfaat yang bisa kita rasakan dengan adanya media sosial. Satu contoh, media sosial berhasil menghimpun keluarga, sanak, saudara, dan kerabat yang tersebar di berbagai pelosok daerah. Banyak sekali kisah dramatis yang mempertemukan kembali keluarga atau sanak saudara yang terpisah jauh dan sudah lama tidak bertemu berawal dari media sosial.

Manfaat lain yang bisa kita nikmati dengan keberadaan media sosial adalah akses informasi yang super cepat dan up to date. Dengan media sosial, akses komunikasi dengan siapapun juga semakin mudah. Kita bisa menyapa artis, politikus, bahkan pemimpin negara ini dengan media sosial. Tak hanya itu, media sosial juga bisa kita manfaatkan sebagai sarana bisnis yang menjanjikan. 

Bahkan di beberapa momentum, media sosial juga membuat masyarakat kita menjadi lebih bersahabat dan lebih peduli terhadap permasalahan sosial kemasyarakatan yang ada. Kita tentu masih ingat, adanya penggalangan dana sosial sebagaimana gerakan koin peduli dan lainnya justru banyak bermula dari makhluk yang bernama media sosial.

Namun, di balik sosok media sosial yang penuh berkah itu, kita juga tak bisa mengelak bahwa media sosial menyembunyikan dampak negatif yang sedemikian besar, sehingga akan menjadikan musibah. Bukan hanya bagi penggunanya, namun juga bagi orang lain. Munculnya berbagai tindak kejahatan, penculikan, penipuan, asusila dan tindak kriminal lainnya, tak jarang juga bermula dari media sosial. Dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah semakin maraknya penistaan agama melalui media sosial, di tengah keragaman dan kemajemukan masyarakat Indonesia ini.

Kalau kita mau memperhatikan dengan seksama bagaimana kehidupan di dunia media sosial, tentu kita akan menyaksikan bahwa akhir-akhir ini banyak sekali kelompok atau komunitas anti agama dan aliran kepercayaan tertentu di media sosial. Kita juga akan menemui banyak sekali pernyataan-pernyataan yang melecehkan agama dan aliran tertentu oleh mereka yang tidak bertanggungjawab. Padahal, perilaku tersebut tentu bisa memicu hal-hal yang mengarah pada hilangnya kerukunan beragama. Akibatnya tak lain adalah perpecahan, bahkan mengancam disintegrasi bangsa.

Keragaman dan Kemajemukan adalah Sebuah Realitas

Sumber: https://twitter.com/autocillin/status/527001090412146688
Sumber: https://twitter.com/autocillin/status/527001090412146688
Kita tentu tak asing dengan sebuah kata bijak, “Keragaman adalah keniscayaan akan hukum Tuhan atas ciptaan-Nya.”  Kata bijak yang pernah ditulis oleh Gusdur, Bapak Pluralisme tersebut, tentu didasari sebuah kenyataan dan pemahaman bahwa bumi tempat kita hidup saat ini dihuni oleh milyaran manusia dengan berbagai suku, ras, bahasa, profesi, budaya, dan agama. Hal ini tentu menunjukkan bahwa keragaman dan kemajemukan sejatinya adalah sebuah realitas yang wajib kita terima, karena merupakan pemberian Tuhan.

Mari kita melihat dengan akal sehat. Di dunia saat ini, hampir tidak ada satupun negara yang masyarakatnya seragam, tanpa keragaman. Satu contoh saja, dalam hal agama. Akan terasa sulit sekali kita temukan ada sebuah negara yang benar-benar memiliki warga negara yang memeluk satu agama. Kalaulah ada, pasti juga terdapat keragaman, yang muncul akibat dari perbedaan interpretasi terhadap teks-teks kitab suci agama tersebut. Sehingga lahirlah berbagai madzhab, sekte, serta aliran-aliran agama.

Di Indonesia sendiri, kita dapat menyaksikan keragaman agama dengan berbagai alirannya. Tentu adanya keragaman ini bukan untuk dijadikan sebagai alasan dan pemicu perpecahan. Justru keragaman ini semestinya kita jaga sebagai modal kekayaan serta kekuatan bangsa. Ketika kita menjadi bagian dari Indonesia, itu artinya kita harus siap dan sanggup untuk hidup berdampingan dalam perbedaan dan keragaman yang ada.

Menjadikan Media Sosial yang Membawa Berkah Bagi Kerukunan Beragama

Sumber: Dok. Pribadi
Sumber: Dok. Pribadi
Bagaimana cara hidup rukun berdampingan dalam keragaman? Tentu tak ada cara lain, selain dengan mengedepankan sikap toleransi antar sesama. Toleransi, yang secara bahasa berasal dari bahasa Latin "Tolerare", artinya adalah dengan sabar membiarkan sesuatu. Sikap toleransi berarti sikap menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang lain berbeda pendapat, serta berhati lapang terhadapnya. Hakikat toleransi didasarkan atas sikap memanusiakan manusia, terlepas apapun agama dan aliran kepercayaannya. Bukan hanya di dunia nyata saja, akan tetapi juga di dunia maya, termasuk di dalam media sosial.

Bersikap toleran dalam masalah agama, tentu bukan berarti lantas mengorbankan keyakinan agama yang kita anut. Akan tetapi toleran dalam artian bersikap tasamuh, tepa selira, lapang dada, menghargai, dan menghormati, serta memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pemeluk agama serta aliran-aliran lain untuk melakukan ritual ibadah sesuai dengan agama dan aliran yang diyakininya.

Memang, merawat kerukunan beragama dengan bertoleransi di era media sosial ini tidaklah mudah. Namun sesulit apapun, harus tetap kita upayakan. Tentunya diawali dari diri kita sendiri sebagai lingkup terkecil. Peranan serta tugas kita dalam menjadikan media sosial sebagai berkah kerukunan beragama, yaitu dengan cara bersosialisasi di media sosial dengan penuh adab atau tatakrama.

Beberapa tatakrama dalam bersosialisasi di media sosial antara lain adalah: pertama, dalam bersosialisasi di media sosial hendaknya kita senantiasa menggunakan bahasa sosial yang baik, yaitu bahasa yang tidak menebar kebencian, dan tidak menyinggung hal-hal yang menjurus kepada sara. Kedua, kita harus bisa menghargai orang lain sebagaimana kita menghargai diri kita sendiri. Dan ketiga, sudah seharusnya kita meneliti terlebih dahulu segala sesuatu yang akan kita share, tentang baik atau buruknya, serta benar atau tidaknya berita tersebut.

Lebih lanjut, dalam lingkup yang lebih besar, tentu diharapkan adanya sebuah edukasi terkait masalah toleransi dan kerukunan beragama di era media sosial bagi para penggunanya. Satu lagi yang tak kalah penting adalah diharapkannya sebuah keteladanan dari para artis sosmed (orang yang terkenal di media sosial) serta para figur publik dalam bersosialisasi di media sosial. Jangan sampai usaha-usaha edukasi yang telah dijalankan tersebut, justru dikikis oleh ulah para artis sosmed dan figur publik yang tidak bertatakrama di media sosial.

Akhirnya, dengan berbagai upaya tersebut, diharapkan media sosial tak lagi dijadikan sarana untuk menebar kebencian yang menodai nilai-nilai toleransi dan kerukunan beragama. Justru sebaliknya, media sosial bisa dijadikan sebagai sarana untuk mensyiarkan gagasan tentang toleransi dan kerukunan beragama di tengah kemajemukan bangsa kita. Dengan demikian, media sosial tidaklah akan menjadi musibah, namun akan menjadi berkah bagi kerukunan beragama, khususnya di Indonesia.

***

Facebook : https://www.facebook.com/kangmasroer

Twitter : https://twitter.com/KangMasroer

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun