Pada atahun 1920 Surat-surat Kartini kemudian dihimpun dan diterbitkan dengan judul Door Duisternist tot Licht atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai "Habis Gelap terbitlah Terang".
Tulisannya nampak gilang-gemilang sampai-sampai bila dibandingkan dengan tulisan sastra yang ada pada zaman feodal dulu nampak jauh tertinggal.Â
Penguasaan atau bahasa, nilai ilmu pengetahuan, perikemanusiaan, dan patriotisme yang cukup tinggi telah mewarnai semua karangan-karangan yang dibuat pada tangannya sendiri. Walau bagaimana pun juga tulisannya termaksud bagian dari sejarah dan dapat membangunkan semangat muda untuk lebih meningkatkan kreativitasnya.
Di sini telah jelas bahwa peranan pers sangat berarti bagi Kartini melihat kondisi pada masyarakatnya yang dibungkam untuk kehilangan mulut dan lebih banyak mendengarkan.Â
Kartini menentang semua itu karena menurutnya salah-satu peran pers untuk menarik perhatian dan menyadarkan kepada semua orang untuk merdeka menyampaikan pendapat atau mempublikasikan berita-berita yang mengarah kepada perbaikan. Terlihat dari kutipan suratnya kepada Estelle Zeehandelaar:
"Kukatakan itu untuk menyatakan kepadamu, untuk menunjukkan, betapa nilai pena itu meningkat, kalau orang mempergunakan tinta daripada darah jantungnya sendiri.."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H