Kartini, nama yang selalu disenandungkan waktu kita masih sekolah dasar ini sudah menjadi nyanyian yang merdu pada ruang-ruang kelas. "Harum namanya.." disebutkan pada salah satu lirik lagu ciptaan Supratman ini mengantarkan kita pada berpuluh tahun silam, bahwasanya ada wanita yang bernama Kartini pernah membawa nama Indonesia ini ke kancah dunia dalam peradabannya.Â
Lalu benarkah demikian? Tulisan ini ingin sekali memberitahukan kepada para pembaca, sekali lagi mengingat pada para pendahulu kita yang memiliki pikiran-pikiran brilian, yang mungkin saja sebagian besar kita tidak mengetahuinya.
Ternyata wanita hebat ini banyak sekali memiliki ide-ide yang layak untuk diketahui khalayak umum. Salah satunya ialah pendapatnya mengenai fungsi pers yang berperan dalam perjuangan.Â
Tentu saja perjuangan yang dimaksud Kartini pada saat itu ialah perjuangan untuk bersuara yang mengantarkan kepada perbaikan-perbaikan yang diharapkan.Â
Perbaikan-perbaikan pers baginya merupakan sebuah alat untuk memberitahukan kepada dunia bahwa ada bagian dari dunia ini memiliki pesan-pesan sakral yang mungkin tidak dimiliki oleh bagian dunia lain. Terlihat dalam suratnya kepada Nyonya Nelly van Kol pada tanggal 21 Juli 1902 yang tertulis;
"Dan selalu menjadi maksudku, untuk mengangkat suara keras-keras, karena hanya publikasi (pers) saja dapat membawa perbaikan yang kita harapkan atas keadaan yang begitu membutuhkan perbaikan itu.."
Tentu akan muncul pertanyaan, apakah pada waktu itu sudah ada lembaga pers? Jawabanya tentu saja; Iya!Â
Pasalnya waktu itu pers belum terlalu menyadari akan fungsinya secara maksimal, awalnya pers menggunakan bahasa Melayu dan Jawa saja lalu bertambah ke dalam bahasa Belanda dan Inggris. Berita-beritanya sebagian besar ialah tentang isu dalam dan luar negeri, sensasi-sensasi murahan, dan fitnah-fitnah terhadap oknum tertentu yang tidak disukai.Â
Di sinilah menjadi penyadar untuk Kartini bahwasanya peran pers bukan hanya untuk kepentingan yang kurang penting, dan ia menunjukan kepeduliannya dengan menulis karangan-karangan maupun tulisan-tulisan berbahasa Belanda yang dimuat dalam majalah Belanda maupun Hindia Belanda (Indonesia).
Kartini merupakan sosok wanita yang berbeda dengan wanita-wanita lain pada masanya. Ia memiliki semangat yang tinggi untuk mengenal lingkungannya dan haus akan pengetahuan. hanya saja ia masih terkekang dalam adat pingitan yang dikehendaki oleh ayahnya sendiri. Tetapi semangat Kartini tidaklah pudar begitu saja, kegiatannya terus memancar, seperti; membaca, menulis, dan berdialog (melalui surat-menyurat dengan orang-orang yang dipercayainya).Â
Kegiatan surat-menyurat inilah yang membawanya pada kemasyhuran di dunia jurnalistik. Nyonya Abendanon pada waktu itu bekas Direktur Departemen Pengajaran & Ibadat Hindia menjadi salah-satu teman surat-menyuratnya.Â