Ibu seorang apoteker, yang lulus profesi apoteker setelah memiliki 5 anak. Menikah saat masih berkuliah di jurusan farmasi ITB. Aku dan kakak-kakak sering diajak  ke kampus saat ibu sedang praktikum di lab.
Bersama  kakak perempuan  , kami bermain di halaman lab.  Judulnya, adik bayi diasuh oleh pembantu di rumah, yang balita diasuh ibu sambil kuliah dan praktikum. Saat itu ayah tugas belajar ke Nederland.
Ayah dan ibu merintis hidup dari nol.  Mulai dari mengontrak rumah bilik  di Gandok Ciumbuleuit , menyewa pavilyun kamar kost di jalan Dago  125, sampai  mendapat rumah dinas UNPAD, Jalan Progo, Kota Bandung.
JIWA ENTREPREUNERSHIPÂ
Untuk menambah  penghasilan keluarga, ibu pernah berjualan empek-empek, meski ia tetap bekerja sebagai apoteker. Memproduk es mambo yang dititipkan ke sekolah-sekolah.
Pernah juga ibu di rumah membuka salon. Karena ibu juga lulus dari kursus kecantikan. Sebagai apoteker ibu  memproduksi sendiri skincare dan menjualnya  di kalangan terbatas. Pernah juga ibu membuka konfeksi terima  jahitan, karena ibu memang  jago bikin baju dan menjahit.
Kami suka diajak ibu  ke Jalan Tamim, belakang Pasar baru Kota Bandung,  untuk berbelanja tekstil murah  berkualitas tinggi.  Biasanya ibu akan memproduksi baju-baju daster  lalu menjualnya.
 Rumah kami jadi showroom sederhana.Tentang menjahit, ibu tidak pernah kursus , tapi autodidak.  Sejak kecil hingga  remaja,  baju-baju kami anak perempuan adalah buatan ibu.
Jika lebaran tiba, ibu menerima pesanan ketupat , kue kering dan kue maksuba ala Palembang . Termasuk juga empek-empek. Jadi , pernah kami bergadang, Â saking banyaknya pesanan.
Kami anak-anak perempuannya terlatih untuk  ikut mengerjakan semuanya. Mulai dari belanja ke pasar Babatan (dulu termasuk murah) , sampai mengurus bahan masakan, kupas bawang dan lainnya.