Mohon tunggu...
masrierie
masrierie Mohon Tunggu... Freelancer - sekedar berbagi cerita

menulis dalam ruang dan waktu, - IG@sriita1997 - https://berbagigagasan.blogspot.com, - YouTube @massrieNostalgiaDanLainnya (mas srie)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dari Ibu, Kami Memahami Arti Tegar , Berjuang , Menaklukkan Nestapa

22 Desember 2024   14:05 Diperbarui: 22 Desember 2024   14:05 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Syukuran usia ibu 90 tahun , foto koleksi pribadi masrierie kompasiana 

Aku mencium kening ibu , untuk terakhir kalinya.  Mereka mengatakan, sudah waktunya, usianya sudah 90 tahun. Hanya saja, untuk menjadi ikhlas dan mengobati sedih ini masih saja berat. Meski ibu sudah renta, ia adalah  semangat hidupku. Sangat kehilangan. 

Belum setahun aku ditinggalkan wafat suami.  Rasanya berat membawa kabar duka kepada ibu. Sengaja aku sembunyikan kabar duka itu, sampai saat suami dikebumikan.  Jangan sampai ibu menjadi sedih, kesedihan ternyata bisa merenggut kesehatan fisik seseorang.

Pada akhirnya ibu tahu juga. Ia  yang masih sehat dan bugar, masih lincah dan berjalan kesama kemari tampak  terpukul. Dengan berat hati kusampaikan kabar duka itu.  Mengajak ibu hadir di pengajian  40 hari wafatnya suami.

Semoga ibu tetap sehat. Sepeninggal suami, aku pindah kembali ke Bandung. Tadinya  bermukim di Jakarta mendampingi pak suami. Kini bisa  lebih sering mengunjungi ibu, berbicara dari hati ke hati.  Makan lotek kesukaan ibu bersama-sama.

Beberapa bulan kemudian, kakakku mengadakan syukuran usia ibu 90 tahun sekalian  silaturahmi usai lebaran. Ibu gembira sekali, ia ikut nyanyi bareng. Ibu  suka dna pandai menyanyi, pandai juga main piano. Gembiranya ibu karena  adik satu satunya dan para adik sepupunya ikut hadir.

Semoga ibu tetap berbahagia. Aku tahu duka seorang ibu , aku merasa menjadi seorang ibu. Pasti ibu ikut bersedih karena aku sangat berduka. Namun, di hadapan ibu, anak-anak, dan siapapun, aku harus menjadi sosok yang kuat dan tegar.

Cukup juga ibu bersedih  karena tidak semua anaknya berada dalam ekonomi yang stabil. Jangan sampai  bertambah beban ibu, biarlah ibu tetap bahagia dan tenang  di hari tuanya.

Tidak boleh cengeng. Selalu bangkit saat terjatuh.

Bukankah ibu yang mengajarkan semangat itu? Kami anak-anaknya menjadi saksi  penderitaan ibu,  kesedihan,  saat mendampingi ayah. Tidak mudah juga menghadapi lingkungan yang tak selalu baik dan adil. Tak perlu kami kisahkan,  bagaimana ketidak adilan  kerap menerpa ayahku. Namun memiliki istri sekuat ibu, badai hebatpun  mereka terjang bersama.

Komitmen hebat ibu dan ayah untuk selalu menjaga biduk rumah tangga mereka melaju terus membelah badai sekalipun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun