Mohon tunggu...
masrierie
masrierie Mohon Tunggu... Freelancer - sekedar berbagi cerita

menulis dalam ruang dan waktu, - IG@sriita1997 - https://berbagigagasan.blogspot.com, - YouTube @massrieNostalgiaDanLainnya (mas srie)

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Karena Kegaptekanku

12 April 2023   20:36 Diperbarui: 12 April 2023   20:47 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari itu entah kenapa putriku minta izin menumpang buka laptop/ komputer di kamarku dan menumpang meja kerjaku. Suasana sedang sangat tak nyaman, mencekam. Awal PSBB pandemi Covid yang menyedihkan, membuat saya terperangkap di rumah. Anak-anak berebutan ruangan untuk urusan kuliah dan kerja kantor.

Huh, tahun 2020 yang suram , menyedihkan. Sebetulnya bahagia bisa semua berkumpul di rumah, pasalnya semua saling berebutan tempat favorit  berlatar cantik sebagai area zoom.

Baru saja tadi terdengar kakak dan adik saling mengomel. Seperti itu sehari-hari di masa pandemi ini. Aku  tak mau ambil pusing, lebih baik rehat sajalah, seharian  habis berkutat di dapur memasak hidangan untuk berbuka puasa.

Ramadan plus pandemi, membuat kerja kerasku lebih dari biasanya. Untuk berbuka puasa, kudu membuat yang manis-manis seperti kolak. Tetapi masaih mending selama Ramadan, di luar Ramadan  jam memasak dan membuat makanan di rumah jadi makin panjang. Entah kenapa seisi rumah tidak berhenti mengemil.

Habis memasak  di dapur akhirnya rampung. Rasanya lelah sekali dan ingin rebahan di kamar. Buka pintu kamar  langsung rebahan. Tiba-tiba anakku  menutup kameranya.

"Huaaah, asyiiik bisa rebahan juga akhirnya, ngantuk mama Dek......," sambil memeluk bantal.

"Iiiih, mama pakai daster berantakan sekali,  Dedek sedang persiapan sidang seminar.... " ia berbisik.

Aku bingung,  tak   paham

"Mama tuh masuk dalam kamera tadi..., suara mama masuk.... Itu tadi dosen pembimbing jadi melihat mama......"

"Oh,jadi komputer Dedek itu  seperti siaran televisi ya?"

"Aduuuuh, mama. Bukan , kalau televisi  Cuma searah. Ini bisa dua arah. Please mama jangan bicara.....,"

Aku terdiam. Waduh, malu juga ya. Ternyata  rumah kami bisa kelihatan orang lainb. Pantas saja anak-anak berebutan memilih tempat yang paling rapih dan keren. Kalau begitu aku akan dandan dan lebih rapih. Jadi anak-anak tidak malu  kalau emaknya kelihatan di layar zoom mereka.

Maklum kasurnya dekat sekali dengan meja tulis.

Hadeuh , berarti tadi aku masuk dalam zoomnya. Waktu Dedek sedang  ke kamar mandi, aku duduk di depan layar.

Ternyata banyak muka-muka teman Dedek, lucu-lucu yak. Aku duduk mendekatkan muka ke layar komputer Dedek sambil pakai kacamata baca. Membaca nama-nama teman Dedek.

Wah, mana ya yang bakal jadi pacar Dedek, ada tidak ya? Soalnya Dedek belum pernah punya pacar. Nah, yang ini di ujung , ramah ya. Pada tersenyum mereka. Tiba-tiba layarnya jadi besar, dosen Dedek menjelaskan sesuatu. Wah, galak juga ya. Membosankan rupanya zoom meeting itu ya?

Ah , strecthing dululah, biar segar. Beberapa kali aku mencuri duduk depan layar zoom kalau Dedek sedang mengambil buku ke kamarnya di lantai atas.  Gara-gara dia zoom meeting di atas meja tulisku, aku jadi suka penasaran ingin tahu,  zoom itu seperti apa. Karena tampilan zoomnya menarik, banyak kamera-kamera  dan wajah-wajah teman kuliah.

Sambil istirahat memasak asyik juga  mengamati wajah-wajah mereka dan cara berpakaian mereka satu-satu. Lumayan bisa menyaksikan rumah mereka, ada yang rapih , ada yang berantakan. Ada baju-baju bergelantungan, ada poster-poster aneh.

Nah , barusan Dedek bilang aku masuk layar dan  kelihatan banyak orang? Tunggu, berarti tadi.....?

"Dek, tadi mama tuh dekat-dekatin muka ke laptop , melihat muka teman dan dosen Dedek dari dekat satu persatu, itu bisa kelihatan tidak ya oleh mereka?" aku mulai  mengerti cara kerja zoom.

"Ya iyalah mama, jelas kelihatan, tadi tuh Dedek tidak tutup kameranya, kata dosen videonya harus dinyalakan. Mike nya saja dimatikan......,"

"Astaga Dedek,..... tadi hari beberapa kali......," aduh, maluuu.

Barulah Dedek mengajarkan tentang aplikasi zoom.

Pantas waktu bapaknya anak-anak  sedang rapat zoom , aku dilarang  menyalakan lagu. Baru-baru ini Anak sulungku   langsung turun dari kamarnya di atas,  ketika aku bernyanyi-nyanyi  sambil mengupasi bawang merah di ruang makan. Katanya, suara mama masuk dalam rapat kantor.

Jadinya aku kok makin stress. Semua melarang bersuara,.... Di dalam rumah sendiri, serasa di luar rumah dengan segala aturan. 

Tahun 2020 semester ke 2, akhirnya datang perintah dari kantor suami. Ibu-ibu para istri harus rapat dan menyusun acara program ini itu. Setelah beberapa bulan tiarap, kembali aku wajib rapat dan pertemuan menggunakan aplikasi zoom. Bingung, di rumah semua punya laptop masing-masing.

Untung ada laptop bekas si Kaka. Lumayan. Belajar cara menggunakannya dari anak. Wah, aku siap nih untuk tampil . Ketika rapat dimulai, aku minta anakku bolos kuliah online dulu, duduk dekat mama. Lalu dengan penuh kepedean, ibu-ibu saling menyapa. Seru juga, bisa ketemuan di musim pandemi begini.

 "Mama takut salah klik...., masih belum hafal caranya... ," malu kan kalau kenapa-kenapa.

Ternyata ibu-ibu lain setanah air juga sama. Masih banyak yang gaptek. 

Tunggu, itu ibu-ibu dari kantor cabang daerah mana. Mereka berkelompok, dan dibantu pegawai kantor. Sambil menunggu acara dibuka, mereka duduk mengitari meja.

"Bu, aku tuh paling sebel sama Bu Keke, kalau pakai baju, warnanya norak banget...,"

"Kalau aku sih ogah ketemuan itu tuh, sahabat sejatimu. Kalau  sedang karaokean, menyanyinya terus menerus, kupijngku sakit. Terus mikenya dia yang pegang, tidak boleh orang lain...."

"Heh , jangan suka ngomongin orang , gibah namanya. Ini kan mau dengar tausiyah Ramadan.... Malah ngomongin orang....,"

Tiba-tiba layarnya mengecil. Karena muncul layar yang lain. Ada anak kecil yang menangis kencang , di depan layar. Rupanya ibu-ibu belum mengerti mengoperasikan Zoom, anak kecil ikutan tampil.

Ya ampun, sampai segitunya? Aku jadi merenung. Harus koreksi dan sadar diri rupanya.

"Dedek, ajarin mama ya biar tidak gaptek.....,please..Mama janji tidak akan lelet  belajar,.."aku memohon pada si bungsu. Cuma dia yang mau mengajari emak-emak alumni 80 an ini. Astaga, jangan sampai aku malu-maluin lagi.

Kegaptekanku, sebagai  emak-emak (generasi 80 an  kali ya)  tidak hanya sampai disitu saja. Di grup Whatsapp yang sudah  familiar beberapa tahun, aku pernah salah kamar, sedang marah dan kesal menceritakan seseorang. Malah omelanku masuk dalam grup, mana waktu itu belum ada fitur untuk menghapus pesan pula.

Maka harus makin mengasah diri.

Jangan samapi pula aku seperti ada itu, seorang  ibu ibu yang iseng utak atik youtube, dan tak sadar menggunakan fitur siaran langsung. Sambil menatap-natap wajahnya di layar. Identik dengan  mereka yang bercermin di kaca gelap, padahal di baliknya ada manusia sedang mengamati.

Kejutan masa depan dengan teknologi yang hadir begitu cepat, kerap membingungkan  satu generasi tertentu.

Dulu aku menertawakan nenekku karena bingung cara menyalakan televisi, kini aku  giliran menjadi bagian kegaptekan itu. Pernah juga aku terpingkal-pingkal ketika mengajak ibu menginap di hotel, ia terkagum-kagum karena  kunci kamarnya pakai kartu .

Pernah satu ketika aku mendapat kiriman tautan aneh. Bingung, tak mengerti apa maksudnya. Kata anakku, jangan suka klik-klik tauran yang dikirim, isinya bisa virus. Tanya dulu Dedek.

Nah , ketika Dedek  sedang kerja praktek lama di luar kota, aku menerima kiriman tautan aneh. Jadi aku tunggu sampai Dedek pulang.

Ketika Dedek pulang, "Astaga Mama, ini kan undangan digital , bukan virus. Undangan pernikahan tetangga kita, mama termasuk yang diundang, tapi harus konfirmasi dulu. Karena pembatasan tamu akibat pandemi.... Begini caranya....," ia mengajarkanku.

Deg, itu kan tetangga dekat. Hanya beda RT. Aduh, pantesan  wajahnya marah sekali saat ketemuan di acara vaksin booster. Harus segera minta maaf.

Kegaptekanku bukan kali ini saja . Dulu, aku juga dulu pernah berprasangka buruk kepada  anak tetangga. Setiap hari di depan rumah anak kuliahan tersebut sering berbicara sendiri. Aku bercerita kepada suami, kakak, adik, dan sepupu. Kecfuali kepada tetangga tidak, takut  nanti omongan burukku sampai.

Dulu itu teknologi Hape yang menggunakan earphone masih baru dan langka.  Malah kupikir, itu alat bantu dengar. Maklum waktu itu anak-anak saya masih kecil-kecil. Terakhir anakku juga yang menjelaskan, itu bukan sinting , tapi ada alat earphone itu.

Meski masih kecil, anak-anak lebih cepat belajar. Dulu waktu kecil Dedek  juga suka ngulik dan agak iseng. Ia senang meminjam hapeku untuk merekam suaranya menyanyi. Suara vokal melengking dan false ala anak-anak. Nadanya kemana saja. Lagu-lagu ala film Heart  yang saat itu sedang booming. Mungkin  Dedek sedang menghayati seolah dirinya penyanyi terkenal. Tak masalah sih , meski suaranya  cempreng melengking, toh tak ada orang lain yang mendengar.

Sampai suatu ketika , aku harus menjemput si kecil dari  pelajaran berenang  di luar jam sekolah. Karena mobil jemputan abondemen  tidak bersedia menjemput di luar jam sekolah resmi.

Dalam angkot  lumayan penuh. Aku memilih duduk di belakang. Banyak juga ibu-ibu lain dan mungkin anak mahasiswa. Jalanan macet dan mulai terkantuk-kantuk. Semilir angin dari jendela membuatku setengah bermimpi, perjalanan masih jauh.

Seketika terdengar lengkingan Dedek sedang menyanyi salah satu lagu "Heart". Entah kenapa keras sekali suaranya, sampai semua penumpang angkot juga terkejut.

Astaga, ternyata  Dedek mengutak-atik Hape baruku, dibuatnya nada dering  telepon  berubah menjadi rekaman vokalnya menyanyi. Sebab ia selalu bangga dengan suaranya. Dan ingin ibunya ikut bangga.

Semua penumpang angkot terus menatapku, aku bingung bagaimana caranya ya. Ah, malu, takut ketahuan gaptek. Paling aman dimatikan saja, aku hanya bisa mematikan Hapenya. Jangan sampai ketahuan aku tak tahu mengubah kembali nada dering dan mengecilkan suara nada deringnya.

 Begitulah teknologi, rupanya kita harus mampu berkejaran dengannya,  untuk menunjang kehidupan, lebih bermanfaat, sekaligus juga supaya tak terjadi  hal-hal memalukan. Butuh berjuang kuat menghalau kegaptekanku sebagai  generasi 80.

Sampai di kolam renang, semua murid sudah pulang. Hanya ada bu Tuti penjual hamburger di kolam renang.

"Bu, tadi ibu-ibu menelepon Hape ibu tidak diangkat-angkat. Guru renangnya tidak bisa hadir, karena orang tuanya meninggal. Putri ibu  diajak naik mobil Mama Ninta , melayat ke rumah Pak Asep guru renang."

Akhirnya, hapenya saya nyalakan kembali. Harus menelepon Mama Ninta. Dan beberapa kali nada dering volume tinggi serta berupa  vokal Dedek menyanyi terdengar.

Mama Ninta  menelepon, menjelaskan alamat rumah Pak Asep.Sampai di rumah Pak Asep, suami menelepon, terdengar lagi suara Dedek. Langsung Dedek yang merasa malu segera menormalkan kembali nada dering hape baruku.

'Maafin Dedek ya mah," ia memeluk aku. Mengerti ibunya malu.

Betul, seiring waktu berjalan,  aku tak ingin lagi ogah-ogahan untuk melek teknologi.

.

#samber thr

#samber thr 2023 hari 12

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun