Mohon tunggu...
masrierie
masrierie Mohon Tunggu... Freelancer - sekedar berbagi cerita

menulis dalam ruang dan waktu, - IG@sriita1997 - https://berbagigagasan.blogspot.com, - YouTube @massrieNostalgiaDanLainnya (mas srie)

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Meremehkan Pekerjaan Domestik

9 April 2023   08:59 Diperbarui: 9 April 2023   09:05 966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kumpul Keluarga  Ramadan dan Lebaran,  tanpa Sajian Makan dan Rumah yang Bersih?

Sedang membayangkan, seandainya.... Suasana  mudik di satu rumah, sebut saja rumah orang tua. Orang tua sudah pensiun, sehari-hari sederhana dan pas-pasan, tapi ingin dikelilingi anak cucu.

Akhir Ramadan dan Lebaran. Datanglah rombongan-rombongan anak cucu mantu, yang beberapa rombongan tidak bisa membantu dalam hal materi. Hanya hadir membawa cinta dan rindu, mungkin juga dengan perut lapar. Berangkat mudik juga karena bantuan transportasi donatur dari orang tua dan saudara.

Ketika datangpun, tidak giat berinisiatif untuk membantu tuan rumah yang notabene orang tua sendiri.

dokpri
dokpri

Ada rombongan sekeluarga (suami istri dan anak), datang dengan perut lapar tanpa membawakan apapun. Tidak juga giat membantu  tugas domestik di dapur. Tidak pula membantu pekerjaan domestik  menyiapkan makanan dan melayani seisi rumah dan tamu, tidak menyuci piring, mangkuk sendok panci kuali dan lainnya. 

Mungkin baru belakangan hanya membantu ala kadarnya berbelanja daging di pasar dan memotong-motongnya. Itupun sambil diucapkan , diceritakan berulang-ulang. Mungkin juga membantu menyetir, mengantar ibu dan ayah untuk membeli sesuatui, itupun sambil terus menerus mengomel. 

Banyaknya orang menginap di satu rumah,  dapat membuat kotor , sering berantakan. Harusnya bertambah tugas lagi, beberes, menyapu dan mengepel lantai.

Tapi karena semua rombongan saling tunjuk, kamu sajalah yang mengerjakannya, akhirnya nenek kakek tuan rumahlah yang melakukan semua tugas domestik. Karena sudah sepuh, ya hasilnya, hidangan yang kurang, rumah yang kotor berantakan. Tidak manusiawi menjadikan orang tua kita yang sudah sepuh seperti layaknya asisten rumah tangga.

 Mungkin kita belum bisa memahami seperti apa lemahnya tubuh mereka yang telah menua, karena kita belum mengalami menjadi tua. Terkadang penyesalan datang kemudian. Terkadang kita juga terlambat menyadari , pensiunan yang sudah renta itu berat. 

Jadinya suasana di rumah tersebut tidak ada keindahan dan kebersamaan Ramadan dan Lebaran.

Kelihatannya ringan, padahal tidak. Sering tidak dianggap, diremehkan pula, padahal diperlukan. Masalahnya kecil, tapi bisa memicu keributan besar. Itu adalah pekerjaan domestik, pekerjaan rumah tangga yang (di masa silam ) sering didelegasikan kepada asisten rumah tangga.

ramadhan-the-power-of-muhasabah-27-64321a99eb51ce69797459b3.png
ramadhan-the-power-of-muhasabah-27-64321a99eb51ce69797459b3.png
Pekerjaan domestik  itu antara lain memasak , menyajikan hidangan Ramadan (sahur dan buka puasa)  dan hidangan Lebaran , serta membersihkan rumah menyambut  tamu-tamu keluarga dan kerabat serta teman. Melayani saat menikmati sajian, menyuci piring gelasnya dan membereskan kembali.

Betulkah semua rasa lelah itu hilang seketika oleh kebahagiaan kumpul keluarga, karena Ramadan dan silaturahmi Lebaran menjadi obat rindu? Entahlah, kalau makanan sering habis dan kurang, karena tak ada yang mau memasak terus menerus. Ketika tamu datang diajak makan malam, tapi semua  sudah habis. Entahlah juga kalau rumah berantakan dan tumpukan cucian piring bekas tamu dan keluarga tak ada yang menyuci.

Begitu jadinya kalau pekerjaan domestik diremehkan, dan semua menghindarinya. Yang kasihan kan tuan rumah , yang mungkin saja  adalah ibu ayah dan nenek kakek kita.

Ada  beberapa pengalaman lain  tentang hasil pekerjaan domestik / rumah tangga yang sering diremehkan itu, padahal diperlukan. Bahkan mereka yang relawan relawati berjibaku di dapur  saat itu , berkutat melayani tamu dan menyuci piring , sering diabaikan. Tak ada yang peduli  . Karena dianggap pekerjaan remeh temeh , tak perlu istirahat, sudah kewajiban.

Bertamu dan Melayani , dengan Pekerjaan Domestik.

Bulan Ramadan itu , puluhan tahun silam,  kami menginap di kediaman Nenek Ena (namanya saya samarkan) kerabat ibu. Ibu , kakak perempuanku, dan saya sendiri. Masih duduk di bangku SMP kelas 1.

Kami menumpang menginap karena ibu ada keperluan ke kota tersebut, mengurus surat  surat  berkaitan dengan dokumen aset. Tradisi menginap di rumah kerabat sudah biasa  pada tahun 1970 an dan 1980 an. Yang namanya hotel dan penginapan, bagi kami mahal dan termasuk mewah. Betapapun penginapan yang paling murah.

Seperti biasa, sejak kecil kami dididik oleh ayah, untuk tahu diri kalau sedang menginap di rumah kerabat / saudara. Kalau menginap, harus ikut membantu tuan rumahnya, apalagi jika tidak memiliki asisten rumah tangga.

Beda ibu, beda ayah. Ayah selalu mengingatkan untuk membawakan makanan atau bahan makanan bagi tuan rumah.

Untuk bisa membantu tuan rumah, kami harus inisiatif mengamati, kebiasaan dan apa saja yang harus kami bantu. Nenek Ena sangat sabar dan baik,  dengan penuh kasih sayang menunjukkan apa saja yang bisa kami bantu, dan bagaimana caranya. Karena di setiap rumah tradisi dan cara kerjanya bakal berbeda. Alhamdulillah, dapat banyak pengetahuan baru cara memasak dan membuat craft sulaman serta mengurus tanaman.

Yup, nenek Ena sudah sepuh, anak-anaknya semua wanita karir. Berangkat pagi pulang malam. Ketika bangun untuk santap sahur, saya berdua kakak ikut terjun ke dapur. Tentu kami tidak kaget, karena di rumah sendiri sudah terbiasa begitu sejak kami kecil.

Terutama kakak perempuanku hobi dan piawai memasak. Nenek Ena tersenyum ketika semua tugas selesai dengan cepat. Meja makan sudah penuh santapan tersaji , lalu semua anak gadis Nenek Ena  kami bangunkan untuk santap sahur. Begitu juga ibuku yang baru bangun dan langsung santap sahur. Menurut cerita ibu, Nenek Ena dulu pernah ikut tinggal bersama ayahnya, sangat memanjakannya. Ikut mengasuh ibu.

Sudah selesai, berdua kakak kami ke dapur menyuci piring. Kebiasaan kami tak pernah tidur lagi setelah santap sahur dan shalat subuh, langsung bantu Nenek Ena menyapu dan mengepel rumah. Rasanya bahagia menyaksikan wajah Nenek Ena yang cerah karena kami menginap di rumahnya. Karena kami bantu pekerjaan rumah tangganya, ia jadi memiliki waktu rehat, mengobrol dengan kami mengisahkan masa lalu yang indah.

Kata ayah, membantu meringankan pekerjaan domestik (meski tidak keren)  para sesepuh keluarga dan orang tua, berkah pahalanya besar. Apalagi di bulan Ramadan.

Hal apa yang membuat nenek Ena bahagia, karena kami tidak membebaninya, dengan menambah pekerjaan melayani kami. Sebaliknya, kami mencoba melayani beliau. Ia bahagia ketika kami meringankan tugasnya memasak untuk berbuka puasa, membereskan rumah, menyiram tanaman. Waktu itu kebetulan sekali libur menjelang lebaran.

Ayah mendidik kami selalu mengasah dan membangun empati, tidak merepotkan tuan rumah kalau bertamu. Beliau juga menyambut semua tamu dengan tulus. Untuk menyambut tamu dengan baik, kita harus punya tenaga lebih, itu penting. Kalau terlalu lelah, bisa-bisa jatuh sakit gegara melayani tamu.

Untungnya   ketika anak masih sangat kecil, ayah selalu mendukung ibu untuk memiliki lebih dari 2 asisten rumah tangga. Maka tamu-tamu selalu berdatangan silih berganti menginap di kediaman kami, dari tahun ke tahun. Kerabat yang datang dari pelosok dusun, sampai kerabat dari kota besar. Semua terlayani dengan baik, karena kami punya tenaga yang cukup, tidak perlu tepar keletihan.

 Ayah juga yang membesarkan hati kami, untuk teguh dan tabah mengerjakan tugas dan pekerjaan domestik di rumah sendiri. Ada masanya kesulitan ekonomi dalam keluarga, kami harus hidup tanpa asisten rumah tangga. Padahal ibu bekerja sebagai apoteker di lebih dari 1 tempat, ada apotek, ada juga perusahaan obat. 

Kami cenderung mandiri karena ibu bukan tipe ibu rumah tangga yang telaten mengurus rumah dan anak, dan ibu terbiasa selalu harus ada asisten rumah tangga sejak masa kecilnya. Sementara ayah sebaliknya.

Maka justru sebaliknya kami anak perempuan ibulah yang sering turun ke dapur, melayani dan mengurus adik-adik, juga mengurus rumah. Masa-masa kesulitan ekonomi tanpa asisten rumah tangga, rumah tetap terurus karena ada anak-anak perempuan dalam rumah.  

Saya terbiasa untuk bangun lebih awal menyiapkan santap sahur sejak masa sekolah dulu. Sampai ketika sudah bekerja, masih terus seperti itu. Mengalami berangkat kerja habis subuh di musim Ramadan untuk sebuah acara siaran di radio.

Pulangnya pagi-pagi bersegera menyiapkan sarapan untuk 3 adik lelaki. Rekan kerja domestikku (kakak perempuan) sudah menikah. Jadilah saya satu-satunya anak perempuan di rumah yang tak memiliki asisten rumah tangga itu.

Jam 07.30 sudah harus berangkat lagi sampai di kantor. Seperti biasa, setiap sore mencuri waktu pulang lebih cepat. Karena harus memasak untuk ayah dan adik adik berbuka puasa. Bahkan saya mengalami tetap kerja paruh waktu di stasiun radio lain (dulu siaran di 2 stasiun radio) pada masa Ramadan dan hari lebaran. Karena penyiar lain pulang kampung, sementara saya tak pernah pulang kampung. Jujur saja, kelelahan dengan pekerjaan domestik, membuat kualitas kerja kantoran dan paruh waktu menurun.

Itu sebabnya kuputuskan menggaji asisten rumah tangga dengan gajiku, mengambil alih tugasku mengurus dapur, rumah dan semua pekerjaan. Rasa lelah selama Ramadan ternyata menjadi ujian berat, ketika badan tepar, kuatir tak bisa menahan diri untuk tidak mengomel. Apalagi berhadapan adik-adik lelaki yang sulit untuk membantu pekerjaan domestik rumah tangga.  

ramadhan-the-power-of-muhasabah-26-64321b4808a8b562f5180424.png
ramadhan-the-power-of-muhasabah-26-64321b4808a8b562f5180424.png
Lebaran dan Kebahagiaan itu

Lebaran dan kumpul keluarga itu menjadi indah. Ketika segala sesuatunya berjalan rapih dan bersih. Makanan tersaji  sepagi mungkin sebelum shalat Ied. Rumah bersih rapih , apalagi dengan bunga-bunga penghias rumah. Tamu-tamu terlayani dengan baik.

Dalam beberapa pengalaman kenalan dan sahabat, kebahagiaan itu tercipta karena kerja sama yang solid dari semua anggota keluarga yang pulang mudik ke rumah orang tua yang sudah renta.

Mereka semua datang dengan membawa  kasih sayang tulus ikhlas dan bala bantuan tenaga. Betul, tenaga. Karena ketika kumpul keluarga besar , diperlukan tenaga dan saling pengertian untuk bekerja sama dalam team.

Bahu membahu, saling meringankan, bukan saling membebani / memberatkan. Sehingga tak ada yang datang hanya untuk berleha-leha sementara yang satunya  seperti mesin robot tak berhenti-berhenti bekerja. Terus di dapur menyajikan masakan pagi siang malam dan melayani tamu-tamu. Kuatir  ketika tubuh tepar, rasa ikhlasnya rontok.

Bahu membahu, karena semua menyumbangkan bahan masakan meski hanya sedikit.  Kebanyakan tuan rumah (ibu dan ayah atau nenek ) yang sudah renta itu pensiunan dengan penghasilan pas-pasan.

ramadhan-the-power-of-muhasabah-25-64321b1008a8b562f5180422.png
ramadhan-the-power-of-muhasabah-25-64321b1008a8b562f5180422.png
Jangan sampai acara kumpul keluarga menjadi ajang ketidak adilan, semua menghindari pekerjaan domestik karena dianggap tidak level mengerjakannya. Jangan sampai juga ada yang nyaris jatuh pingsan karena melayani banyak orang dan masak berhari-hari untuk puluhan orang di masa kumpul keluarga.  Supaya saat kebersamaan, meja makan selalu siap , rumah selalu rapih, dan silaturahmipun berasa tenteram dan damai.

Satu realita lagi , bahwa mereka yang paling giat sumbangsih tenaga dan kepedulian saat kumpul keluarga besar, umumnya dalam lingkup  kehidupan yang lebih luas mereka lebih berhasil. Dibandingkan mereka yang sejak lama selalu ingin dilayani dan enggan  membantu. 

Selamat menjalani kebersamaan Ramadan dan Lebaran tanpa mengabaikan tugas tugas Domestik dan saling memerhatikan , agar tercipta suasana yang nyaman dan guyub. Maaf lahir batin juga. 

ramadhan-the-power-of-muhasabah-24-64321ae708a8b530c34666e3.png
ramadhan-the-power-of-muhasabah-24-64321ae708a8b530c34666e3.png
#samber thr

#samber thr 2023 hari 9

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun