Saya terbiasa untuk bangun lebih awal menyiapkan santap sahur sejak masa sekolah dulu. Sampai ketika sudah bekerja, masih terus seperti itu. Mengalami berangkat kerja habis subuh di musim Ramadan untuk sebuah acara siaran di radio.
Pulangnya pagi-pagi bersegera menyiapkan sarapan untuk 3 adik lelaki. Rekan kerja domestikku (kakak perempuan) sudah menikah. Jadilah saya satu-satunya anak perempuan di rumah yang tak memiliki asisten rumah tangga itu.
Jam 07.30 sudah harus berangkat lagi sampai di kantor. Seperti biasa, setiap sore mencuri waktu pulang lebih cepat. Karena harus memasak untuk ayah dan adik adik berbuka puasa. Bahkan saya mengalami tetap kerja paruh waktu di stasiun radio lain (dulu siaran di 2 stasiun radio) pada masa Ramadan dan hari lebaran. Karena penyiar lain pulang kampung, sementara saya tak pernah pulang kampung. Jujur saja, kelelahan dengan pekerjaan domestik, membuat kualitas kerja kantoran dan paruh waktu menurun.
Itu sebabnya kuputuskan menggaji asisten rumah tangga dengan gajiku, mengambil alih tugasku mengurus dapur, rumah dan semua pekerjaan. Rasa lelah selama Ramadan ternyata menjadi ujian berat, ketika badan tepar, kuatir tak bisa menahan diri untuk tidak mengomel. Apalagi berhadapan adik-adik lelaki yang sulit untuk membantu pekerjaan domestik rumah tangga. Â
Lebaran dan kumpul keluarga itu menjadi indah. Ketika segala sesuatunya berjalan rapih dan bersih. Makanan tersaji  sepagi mungkin sebelum shalat Ied. Rumah bersih rapih , apalagi dengan bunga-bunga penghias rumah. Tamu-tamu terlayani dengan baik.
Dalam beberapa pengalaman kenalan dan sahabat, kebahagiaan itu tercipta karena kerja sama yang solid dari semua anggota keluarga yang pulang mudik ke rumah orang tua yang sudah renta.
Mereka semua datang dengan membawa  kasih sayang tulus ikhlas dan bala bantuan tenaga. Betul, tenaga. Karena ketika kumpul keluarga besar , diperlukan tenaga dan saling pengertian untuk bekerja sama dalam team.
Bahu membahu, saling meringankan, bukan saling membebani / memberatkan. Sehingga tak ada yang datang hanya untuk berleha-leha sementara yang satunya  seperti mesin robot tak berhenti-berhenti bekerja. Terus di dapur menyajikan masakan pagi siang malam dan melayani tamu-tamu. Kuatir  ketika tubuh tepar, rasa ikhlasnya rontok.
Bahu membahu, karena semua menyumbangkan bahan masakan meski hanya sedikit. Â Kebanyakan tuan rumah (ibu dan ayah atau nenek ) yang sudah renta itu pensiunan dengan penghasilan pas-pasan.