Mohon tunggu...
masrierie
masrierie Mohon Tunggu... Freelancer - sekedar berbagi cerita

menulis dalam ruang dan waktu, - IG@sriita1997 - https://berbagigagasan.blogspot.com, - YouTube @massrieNostalgiaDanLainnya (mas srie)

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menghutankan Rumah Sendiri, Manfaat dan Risiko

9 Agustus 2019   08:34 Diperbarui: 9 Agustus 2019   08:47 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hutan Pohon Bambu Mini , di Pekarangan Sempit, Sumbangsih Kehidupan, Oksigen Sepanjang Waktu . Foto , masrierie kompasiana

Seorang teman baru menggelengkan kepala saat bertamu. Seperti hutan ya halaman belakangnya? Kenapa halaman sempit begini rumah kok dihutankan? Halaman sempit di depan rumah juga terlalu rimbun.... ., ulasnya. 

Saya tergelak, habis penghijauan rumah kok dibilang hutan sih?

Ya sudahlah, saya jadi terinspirasi  istilah menghutankan rumah sendiri. 

Beliau juga  kian  terkejut-kejut saat mendengar suara burung ruak-ruak  (burung ayam-ayaman atau burung wak wak) di belakang rumah. Harusnya piara  burung tuh yang suaranya indah...merdu. Kok pelihara burung ruak-ruak segala? Berisik , komentarnya.

Memang, bukan hanya burung ruak-ruang yang bersarang sejak 2014 di belakang rumah, tapi juga mamalia terbang seperti kalong dan kelelawar. Kalau yang itu  saya  takut. Namun tidak mengganggu ternyata. Burung-burung pipit juga tamu langganan hinggap di rumpun bambu.

Namun jika saya habis bepergian di terik matahari dan melewati lautan udara yang sarat asap dan polusi serta debu....Lalu masuk ke rumah... Langsung terasa sejuk.... segar , karena  dikelilingi pepohonan rimbun, baik yang besar  di pinggir jalan, atau yang merambat di tembok.

Hutan Pohon Bambu Mini , di Pekarangan Sempit, Sumbangsih Kehidupan, Oksigen Sepanjang Waktu . Foto , masrierie kompasiana
Hutan Pohon Bambu Mini , di Pekarangan Sempit, Sumbangsih Kehidupan, Oksigen Sepanjang Waktu . Foto , masrierie kompasiana
Herannya, waktu ada wabah ulat bulu di tanah kosong jarak satu rumah di samping , 'hutan' kecil rumah kami  tidak diserbu ulat. Mungkin  banyak unggas  burung kecil  melahapnya.  Sekitar rumah memang banyak burung , seperti kutilang, pipit, burung gereja dan burung madu berparuh panjang.

Menanam bambu, pepohonan lain , palem walini, daun rambat sirih belanda, membutuhkan waktu 10 tahun untuk menjadi rimbun. Dan kebanyakan orang berkomentar, kalau ini rumah mereka, mereka bakal menebangi semua pohon itu. Tapi saya memiliki sudut pandang yang lain. Memilih tetap 'menghutankan' rumah kami sendiri. Banyak alasan terkait dengan masalah lingkungan hidup.

Burung ruak-ruak di atas bambu /dokpri
Burung ruak-ruak di atas bambu /dokpri
Hutan Bambu Halaman Belakang Rumah  dan Burung Ruak-ruak

Bagi saya, keuntungannya lebih besar daripada risikonya. Namun dari sudut pandang orang lain, bisa jadi beda 180 derajat.  Misalkan, teman saya tidak suka burung ruak-ruak karena suaranya yang sember dan sesekali  berisik di larut malam, jika mereka mendengar suara-suara gaduh.

Tapi untuk kami sekeluarga, burung ini lucu sekali. Berasa Back to Nature........ Tidak perlu memberi merek makan, meski  kalau didekati mereka suka kabur.  Memandang mereka  saja serasa terhibur.

Makanan mereka, ulat, cacing , dan ikan impun atau serangga. Di balik tembok benteng belakang rumah, ada selokan yang lumayan besar dan dalam. Di sanalah mereka berenang-renang dengan suara ramai seperti  suara bebek saja,  setiap pagi , siang dan petang.  Jelang magrib mereka kembali ke sarang.

Burung yang semakin langka  karena habisnya areal persawahan ini juga sering dijual di restoran. Kata teman saya, dagingnya enak. Saran teman saya, tangkap saja, goreng.

Burung ruak-ruak termasuk jenis burung rawa/sawah yang lumayan 'bawel'. Rajin berbunyi, meski suaranya tidak merdu. Suara mereka gampang terdengar jika terpancing,  jika ada suara keras. Baik itu suara  knalpot motor yang digerungkan, atau suara sirine mobil. Sering tetangga belakang rumah, menyalakan musik dengan pengeras suara, maka burung  tersebut ikut menyahut..

Perilaku burung ruak-ruak ini bikin kami jatuh sayang. Ada sepasang yang sejak salam tinggal dan pulang ke rumpun bambu.

Pernah beberapa kali bayinya yang lucu dan berwarna hitam terjatuh dari sarang. Suatu kali ada bayinya yang cacat. Ternyata kakinya melipat ke dalam, jadi bayi yang satu ini tidak bisa jalan dan terbang. Apalagi berenang.

Burung Ruak ruak liar , menetap , pulang dan pergi , bersarang di halaman belakang rumah/dokpri
Burung Ruak ruak liar , menetap , pulang dan pergi , bersarang di halaman belakang rumah/dokpri
Sepasang burung itu ternyata betina dan jantan. Yang satunya terbang mencari makan, dan datang membawa ulat atau cacing, yang disuapkan ke paruh bayinya. Kuatir bayi yang jatuh di atas tanah kedinginan, saya siapkan kardus dengan lapisan penghangat, dan lampu jika malam.

Ternyata burung ini bergantian menunggui bayinya di kardus yang saya siapkan, dan yang baru datang  selalu membawa makanan, lalu tadinya mengeloni dan menghangatkan bayinya dengan sayap. Yang satunya mengasuh bayi lainnya yang jatuh ke selokan belakang rumah.

Burung ruak-ruak . Mengayomi bayinya yang cacat dan jatuh dari atas pohon. dokpri
Burung ruak-ruak . Mengayomi bayinya yang cacat dan jatuh dari atas pohon. dokpri
Namun sayang sekali, bayinya yang cacat ini  mati di hari ke 3.

Mereka datang tidak  diundang sejak tahun 2013 an. Bersarang di rumpun bambu. Tepatnya sejak persawahan di area belakang kompleks ditimbun . Rupanya sebagian menyeberang ke lahan lahan kosong samping rumah.

 "Jadi mereka itu  burung liar ya mbak, pagi pergi mencari makan, berenang-renang di selokan, lalu magrib pada pulang?" teman saya bertanya.

 "Tidak selalu pergi pagi pulang petang, siang hari juga mereka bergantian mengerami telurnya. Sesekali saya suka melempar biji beras ,tahu mentah , atau buah pepaya ke halaman. Kasihan pasti  susah cari makan.

Saat mengerami telurnya atau mengurus bayi nya, induknya atau  yang jantannya (bergantian) suka turun ke halaman. Mengorek tanah dan mencari cacing. Kalau ada makanan mereka akan mematuk dengan paruh, membawanya ke sarangnya. Menyuapi bayinya.....," saya menjelaskan.

dokpri
dokpri
Kami sekeluarga tidak pernah mengusir burung-burung itu, dan tidak menebangi rumpun bambu sarang habitat mereka. 

dokpri
dokpri
Rumpun Bambu dan Pepohonan, Pabrik Oksigen dan Penahan Angin Kencang

Rimbun  dedaunan bambu  itu, berkah bagi burung-burung yang kehilangan habitatnya . Namun bagi kami sekeluarga khususnya, ada 'pabrik' oksigen sejak matahari terbit hingga matahari terbenam. Oksigen yang menyegarkan pernafasan kami, terasa teduh ke dalam rumah.

dokpri
dokpri
Bagi lingkungan,  sudah jelas oksigen dari setiap lembar daun akan memenuhi kebutuhan  mahluk hidup penghuni kompleks, kota, dan negeri.... Kenyataannya,  pepohonan di hutan sudah  menipis, lahan kosong tempat pepohonan tumbuh semakin langka. 

Sementara bahaya polusi di perkotaan sudah menjadi momok menyeramkan bagi kesehatan  fisik dan psikologis. Kekurangan oksigen menjadi akar  segala penyakit .

Minusnya. Serangga Hama, Ulat, dan Ular. 

Kalau ada hutan kecil di halaman rumah, lumayan harus waspada ular. Di pohon bambu ular sepanjang 2 meter lebih pernah terlelap. Selama satu hari satu malam, ular bertapa.

Ular di Pohon Bambu/dokpri
Ular di Pohon Bambu/dokpri
Untuk mengantisipasinya,  di rumah  tidak pernah  ada jendela yang terbuka , atau pintu terbuka di halaman belakang. Tapi  lubang angin yang sangat banyak untuk ventilasi sudah mencukupi. Pintu yang kami buka adalah teras atas, itupun dibuat pintu rangkap, yaitu pintu besar yang ditutup dengan kawat nyamuk besar. Jadi ventilasi raksasa.

Celah bawah pintu ditambah selotip yang sewarna dengan pintu. Keset sabut kelapa bisa membantu jika di simpan di depan pintu. Lalu saya tambahkan tali ijuk hitam. Jadi, ularnya tidak masuk rumah. Namun ular yang besar dan tidur di pohon bambu , kami tangkap. Minta bantuan orang yang sudha biasa, lalu ularnya dimasukkan ke dalam karung, dan kami pindahkan ke  sungai besar.

Rumah dan Kesempatan Menghutankannya

Hunian kediaman kami, sengaja kami bangun vertikal. Tujuannya untuk menyisakan lahan resapan dan halaman yang lebih luas. Karena memang lahannya terbatas. Saya biarkan tanaman rambat untuk menutupi dinding, dan membiarkan rimbun depan belakang. Pohon besar depan rumah di sisi jalan tak kami tebangi.

Karena rasa prihatin akan darurat oksigen dan udara bersih.

dokpri
dokpri
Tingkat polusi  udara di kota-kota besar memang kian  memprihatinkan.

Polusi Udara Akibat Kendaraan Bermotor , terlebih Jika Jalan macet, tingkat polusi semakin parah/dokpri
Polusi Udara Akibat Kendaraan Bermotor , terlebih Jika Jalan macet, tingkat polusi semakin parah/dokpri
Sebagai  masyarakat awam, saya hanya bisa melakukan hal-hal yang secara normatif sering dianjurkan oleh para ahli lingkungan. Menerapkan berbagai pola hidup dan kegiatan yang disebut-sebut  mampu mereduksi kerusakan lingkungan.   

Belajar dari kota saya sendiri. Dengan cara pandang saya yang sederhana ala emak-emak.   Kebutuhan oksigen di kota yang semakin padat penduduk , serta semua orang berlomba-lomba untuk menciptakan kesejukan dalam mobil, rumah dan kantor, dengan cara menggunakan listrik.

AC, kipas angin...... semua menggunakan listrik. Tapi residu yang dihasilkannya? Jelas AC penyumbang polusi  yang cukup besar. Nah, belum lagi gas-gas beracun yang dihasilkan dari proses pembakaran sampah, mesin kendaraan , mesin pabrik.... Bayangkan juga enerji yang kita habiskan, proses pembuatannya juga mencemari udara, merusak lingkungan. Pohon besar keberadaanya semakin dibutuhkan, tapi malah semakin banyak yang ditebangi.

contoh pekarangan khas jadul di Bandung, lebih ramah lingkungan/dokpri
contoh pekarangan khas jadul di Bandung, lebih ramah lingkungan/dokpri
Karenanya, sebagai emak-emak sepuh , yang kuatir akan masa depan  generasi anak-anak dan cucu, memulai dari hal kecil. Menghutankan rumah, membiarkan satwa unggas liar berkembang biak dan tinggal di antara kesejukan dedaunan.

Pepohonan yang saya pilih  adalah bambu , yang tidak mudah patah menimpa rumah kalau hujan dan angin badai. Pohon sirih juga menyejukkan, dan saya biarkan merambat di tembok.

Sekecil apapun , sumbangsih oksigen yang  dihasilkan  dari rumah kita, atas inisiatif kita , pasti ada manfaatnya. Jika manfaat kecil itu menjadi habit di semua pelosok, maka akan menjadi manfaat besar.Sekecil apapun, sebuah rumah  layaknya ada resapan air. 

Jika burung-burung leluasa berkembang biak, pasti baik untuk kestabilan ekologi dan rantai makanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun