Mohon tunggu...
masrierie
masrierie Mohon Tunggu... Freelancer - sekedar berbagi cerita

menulis dalam ruang dan waktu, - IG@sriita1997 - https://berbagigagasan.blogspot.com, - YouTube @massrieNostalgiaDanLainnya (mas srie)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung Tempo Dulu (8) , Potret Tua, Kenangan Asrama Mahasiswa Sumsel, Masa Silam di Jalan Purnawarman Bandung

7 Januari 2016   09:25 Diperbarui: 10 Desember 2021   09:28 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan Purnawarman,Asrama Mahasiswa Sumsel tahun 1955


Tahun 1955, Jalan Purnawarman Kota Bandung. 

Hening sepanjang jalan di kota ini. Di cekungan yang berselimut kabut , bentangan sawah terhampar membingkai kawasan. Ayunan padi hijau menguning mengisi celah-celah di tengah kota.

Denyut kehidupan tenteram ,  rumah-rumah  peninggalan Belanda. Bangunan-bangunan  kental sejarah,  pepohonan rindang dengan wewangian tanjung  bertebaran di musim angin berembus lembut. Pohon bunga tanjung, aromanya membaur dalam angin.



Jalan Purnawarman,Asrama Mahasiswa Sumsel tahun 1955
Jalan Purnawarman,Asrama Mahasiswa Sumsel tahun 1955
1955, di depan jendela asrama mahasiswa Sumsel (JBS) ,
1955, di depan jendela asrama mahasiswa Sumsel (JBS) ,
Batas timur jalan raya kota Bandung  jalan Surapati  masih jalan buntu. Sekitar jalan Merak dan Gagak. Selanjutnya ke arah timur   melulu sawah dan kebun  serta hutan bambu. Jalan Pahlawan masih terisolir,  belum ada jalan Surapati-Cicaheum. Belum ada perumahan Sukaluyu. Masih melulu sawah dimana-mana. Termasuk di jalan Cimandiri dan Progo. Tempat di mana masa kecil saya  tercatat.

Karena setiap nafas terhirup  jutaan  oksigen menyeruak  menimbulkan kekuatan. Demikian pula  jalan Purnawarnam yang membujur dari utara  ke selatan. Menjadi bagian nostalgia indah kota Bandung di masa silam. Suasana tempo dulu yang kekal mengukir sejarah.  


Jalan Purnawarman 55 , 1957 , selanjutnya menjadi nomor 57 , asrama mahasiswa Sumsel di Kota Bandung
Jalan Purnawarman 55 , 1957 , selanjutnya menjadi nomor 57 , asrama mahasiswa Sumsel di Kota Bandung
Ada sebuah hotel bercat putih. Temboknya kokoh. Tamannya hijau dengan semarak bunga-bunga kuning sebagai pembatas.  Ada plang bertuliskan Hotel  JUTIMTO berdiri di jalan Purnawarman atas. Letaknya  yang berbatasan dengan Ranggagading .

Di hotel ini  pernah sebuah keluarga asal Palembang menginap. Selain dalam rangka berwisata ke kota Bandung yang menjadi buah bibi seantero negeri, mereka ingin mengunjungi salah satu kerabatnya yang tengah merantau ke Bandung. Seorang pemuda Palembang yang menuntut ilmu . Dan menumpang tinggal di satu bangunan tua.

Bangunan dengan ciri karakter arsitektur  Bandung Tempo Dulu. Karya arsitek Belanda. Jalan Purnawarman termasuk bagian dari ‘Kota Tua’ Bandung. Kala itu ada plang tertulis Konsulat Batanghari Sembilan. Selanjutnya berganti jadi Asrama Mahasiswa Sumatera Selatan Bandung.


Mahasiswa mahasiswi perantauan dari Sumsel, alias Sumbagsel, atau Batanghari Sembilan, berfoto ria di Asrama Mahasiswa Sumsel di Bandung 1955, Jalan Purnawarman
Mahasiswa mahasiswi perantauan dari Sumsel, alias Sumbagsel, atau Batanghari Sembilan, berfoto ria di Asrama Mahasiswa Sumsel di Bandung 1955, Jalan Purnawarman
Tahun 1955,jlnPurnawarman 55 Bandung. Namun kelak nomornya menjadi nomor baru 57.
Tahun 1955,jlnPurnawarman 55 Bandung. Namun kelak nomornya menjadi nomor baru 57.

Pemuda yang dikunjungi kerabatnya itu, di hari tua bertutur tentang kenangan indah di sana. Dikisahkan betapa mandirinya mereka. Berbagi tugas bahu membahu mengurus asrama, kebersihan sampai menyiapkan makanan dilakoni dengan penuh kebersamaan. Sesama penghuni asrama menjadi saudara .

Celoteh  mahasiswa berbahasa logat Palembang  setiap pagi buta. Mereka berjalan kaki menuju kampus yang tak jauh sari sana. Umumnya kuliah di Technischee Hoogeschool (sekarang ITB). Ada juga yang naik sepeda ontel.


angkatan pertama penghuni asrama Mahasiswa Sumsel, di Jalan Purnawarman, Bandung 1956. Sehabis bertanding catur dengan mahasiswa Kalimanta.
angkatan pertama penghuni asrama Mahasiswa Sumsel, di Jalan Purnawarman, Bandung 1956. Sehabis bertanding catur dengan mahasiswa Kalimanta.
Jika berjalan kaki, mereka kerap menyusuri jalan Tamansari yang masih memiliki lembah-lembah  berselimut umpak-umpak sawah dan  dibelah oleh beningnya sungai Cikapundung. Riak sungai  itu masih  menghidupi segala jenis ikan air tawar. Kebun-kebun jagung dan sayur, aneka bunga-bunga  berselang seling dengan rumah-rumah megah bertaman luas.

Berjalan kaki atau mengayuh sepeda, tidak ada rasa lelah. Malahan terasa badan kian bugar. Suasana yang sangat mendukung untuk menuntut ilmu . Berbeda dengan kota asal mereka, Palembang yang  hawanya lumayan gerah alias  bertemperatur tinggi.  Udara Bandung memang  bikin semangat, kalau belajar konsentrasi berlipat ganda,  dan  kehijauannya yang damai menenteramkan bikin  warganya banyak ide dan kreatifitas.


Mahasiswa jadul, penghuni asrama putra Sumsel , jalan Purnawarman Bandung 1956, mahasiswa Kalimantan sehabis bertanding catur dengan penghuni asrama .
Mahasiswa jadul, penghuni asrama putra Sumsel , jalan Purnawarman Bandung 1956, mahasiswa Kalimantan sehabis bertanding catur dengan penghuni asrama .
Asrama Mahasiswa Sumatera Selatan Bandung

Di depan  bangunan  peninggalan Belanda itu tertulis  plang,” Asrama Batang Hari Sembilan”. Di seberangnya tak jauh dari sana, ada Hotel bernama Jutimto. Lokasinya berseberangan tak jauh dari  rumah makan terkenal di masa silam, Mirasa.

Asrama yang kini sudah tidak ada lagi di kawasan tersebut , menyimpan ribuan lembar sejarah manis. Jika dituliskan semua. Saksi denyut kesibukan mahasiswa Sumsel perantauan  yang menghuni kamar-kamar  yang memiliki ‘ruh’ ketekunan  itu. 

Di depan asrama,mahasiswa perantauan Sumsel yang kuliah di Bandung berpose, tahun 1956
Di depan asrama,mahasiswa perantauan Sumsel yang kuliah di Bandung berpose, tahun 1956
 Pernah saat lebaran, di antara mereka ada yang tidak bisa mudik. Tahu sendirilah,  perjalanan mudik di masa silam bukan perkara mudah. Naik kereta api sampai Merak. Lalu naik kapal laut.  Berkesinambungan  naik kereta api lagi. Untuk anak perantauan   ongkos dan waktunya lumayan berat.

Berdasarkan cerita dari penghuni pertama asrama , makan daging ayam adalah barang mahal mewah waktu itu. Karena ia datang dari pelosok kampung di pedalaman Sumsel, ia terpesona oleh pemandangan indah dan hawa sejuk  segar Kota Bandung.


Bangunan heritage asrama putra mahasiswa Sumsel di Bandung, Jalan Purnawarman, 1956
Bangunan heritage asrama putra mahasiswa Sumsel di Bandung, Jalan Purnawarman, 1956
Waktu itu sumber cerita saya ini (kini sudah almarhum) kuliah di Technischee Hoogeschool  (ITB)  tidak mahal  seperti sekarang. Tidak perlu mengeluarkan biaya, sebaliknya malah mendapat beasiswa . Malah ada uang saku segala. 

Suasana Bandung yang damai sejuk dan hening membuat suasana belajar sangat optimal.  Kota yang kaya oksigen dan selalu berkabut  di pagi hari ini mendatangkan banyak inspirasi saat menuntut ilmu. Kebersahajaan para mahasiswa perantauan angkatan pertama penghuni asrama Sumsel ini  tetap terasa indah karena ikatan ‘persaudaraan’ antara mereka.

Beliau, nara sumber saya ini,  semasa hidupnya pernah kedatangan Pak Zaini Muhibat, yang waktu itu petinggi di Pusri Palembang. Mereka berkangen-kangenan serta bincang nostalgia semasa menghuni asrama tersebut.

 

masak ayam dan ketupat bareng, untuk lebaran
masak ayam dan ketupat bareng, untuk lebaran
Jago Masak karena Tinggal di Asrama

Konon ketika lebaran mereka kerap terpaksa diam di asrama. Karena ongkos mudik sangat mahal dan lamadi perjalanan. Bahu membahu mereka memasak opor ayam. Dan ketupat. Itu sebab mantan penghuni asrama sangat terampil kalau urusan domestik. Karena terbiasa bebenah rumah dan memasak. Katanya ada gilirannya.

masak ketupat dan opor ayam bareng, untuk lebaran, tahun 1956
masak ketupat dan opor ayam bareng, untuk lebaran, tahun 1956
Tapi jangan bandingkan situasi tersebut dengan  mudahnya  kita membeli ayam potong seperti sekarang. Zaman baheula tidak ada ternak ayam broiler besar-besaran seperti sekarang. Adanya juga  kampung hidup yang bisa dibeli di pasar. Lalu konsumen harus siap menyembelih sendiri di rumah. Mengguyurnya dengan air mendidih, mencaburi bulu ayam dan memebrsihkannya sendiri. Lalu siap dimasak.

sarapan saat lebaran tahun 1956, asrama mahasiswa Sumsel JBS . Di Bandung
sarapan saat lebaran tahun 1956, asrama mahasiswa Sumsel JBS . Di Bandung
Harga ayam sangatlah tinggi. Santapan orang-orang kaya saja. Kalau kalangan sederhana cukup makan ayam beberapa bulan sekali, atau malah setahun sekali. Karena dianggap pemborosan.

Jangankan ayam, telurnya saja tergolong makanan mahal dan mewah. Karenanya masa-masa tersebut kebanyakan orang memiliki ternak dan kandang ayam  di belakang rumahnya.

1956
1956
Anak-anak asrama Sumsel  merasa sangat spesial bisa memasak ketupat dan opor. Mengobati rindu kampung halaman. Mereka shalat Ied di Lapangan Haur Pancuh Bandung (sekarang taman yang di  jalan Bagurangin depan kantor Telkom Japati).

Penghuni asrama tahun 1956, tidak mudik, shalat IED dilapangan Hocky Bandung
Penghuni asrama tahun 1956, tidak mudik, shalat IED dilapangan Hocky Bandung
1957
1957
Penghuni asrama , tahun 1957
Penghuni asrama , tahun 1957
Makan roti , biskuit marie dan minum Limun F&N (sejenis Fanta) jadi penganan ‘berkelas’  kala itu. Bandingkan dengan anak-anak sekarang, yang sudah tahu penganan masa kini  dengan variasi dan kreatifitas ala dunia kuliner modern.

Yang jelas bisa menikmati  cemilan jagung bakar, jagung rebus, ubi goreng, singkong rebus, getuk dan jajanan pasar saja , mereka  sudah bersyukur dan ‘bahagia’.


Asrama Mahasiswa Sumsel , Bandung , Jalan Purnawarman.... tahun 2008
Asrama Mahasiswa Sumsel , Bandung , Jalan Purnawarman.... tahun 2008
Dari waktu ke waktu, asrama  yang berubah namanya menjadi Asrama Mahasiswa Sumatera Selatan ini, telah memberikan jasa tak ternilai. Perantauan muda asal Sumsel banyak yang  tinggal di sini sampai kuliahnya selesai. Ada yang kembali ke kampung halaman, ada yang akhirnya  mukim di Pulau Jawa, bahkan di Bandung.

 

Asrama Sudah Tidak Ada 

Saya pribadi tidak punya kenangan khusus kecuali  banyak cerita dari sang nara sumber. Sebagai penghuni angkatan pertama  wisudawan  yang tinggal di sana.  Banyak acara HWSS yang berlangsung di asrama tersebut, termasuk bazaar dan  rapat pelaksanaan halal bihalan warga.

Meski asrama tersebut sudah tidak lagi berdiri tegak di jalan Purnawarman, kenangan dan sejarah  serta jasanya melahirkan para profesional dan generasi penerus bangsa akan selalu tercatat dalam kenangan.


Tahun 2008, asrama Mahasiswa Sumsel di Bandung, Jalan Purnawarman 57 . Bandung. Dulunya nomor 55.
Tahun 2008, asrama Mahasiswa Sumsel di Bandung, Jalan Purnawarman 57 . Bandung. Dulunya nomor 55.
Foto-foto terakhir yang terekam kamera saya adalah potret tahun 2008. Dan potret tua dari (alm) narasumber saya   adalah jepretan tahun 1950an. Foto-foto yang sudah menjadi koleksi pribadi saya. Simak juga yuk Slide Show Fotonya di 

1957
1957

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun