Mohon tunggu...
masrierie
masrierie Mohon Tunggu... Freelancer - sekedar berbagi cerita

menulis dalam ruang dan waktu, - IG@sriita1997 - https://berbagigagasan.blogspot.com, - YouTube @massrieNostalgiaDanLainnya (mas srie)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mudik Lebaran dan Bertamu, termasuk Tamu Yang ‘Bagaimanakah’ Anda?

13 Juli 2015   08:48 Diperbarui: 13 Juli 2015   08:48 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Raya Iedul Fitri sudah dekat,  kebanyakan saat mudik, yang kita kunjungi adalah  para sepuh, orang tua kita, mertua,  nenek, kakek, paman, bibi atau kakak sulung kita. Banyak dari mereka yang usianya sudah lanjut.

Saat berkunjung, di antara pemudik memang ada yang menginap di hotel  atau penginapan. Makan tidur mandi ya di hotel/penginapan. Berkunjung ke pinisepuh  hanya  beberapa jam saja. Ini jenis tamu yang tidak memberatkan tuan rumah.

Tapi lebih banyak lagi yang  bukan hanya  bertamu, tapi menginap, makan, tidur , mandi  di rumah  sesepuh  utama keluarga besar. Bukan hanya satu dua malam, tapi bisa hingga beberapa malam dan beberapa hari. 

Para sesepuh tersebut  , seperti sudah jadi aturan tak tertulis, seolah-olah  wajib  menyiapkan konsumsi untuk semua tamu. Sarapan, makan siang, dan makan malam. Wajib pula menjadikan rumahnya penginapan dadakan. Termasuk menyiapkan sprei dan selimut bersih, kasur dan kamar.  

Demi menerima tamu, tak jarang mereka harus membersihkan rumah, dari  halaman sampai menyikat kamar mandi.  Membersihkan rumah juga berulang, setelah para tamu pulang.

Biasanya para tamu meninggalkan sampah, kamar mandi yang menjadi kotor dan berantakan. Bahkan tamu yang memiliki bayi tanpa malu-malu meninggalkan kantong keresek berisi pampers kotor/bekas. Lengkap dengan (maaf) kotoran bayinya.

Masih mending jika mereka mampu membayar pembantu. Kalau tidak? Sudah pasti mereka berjibaku ke segenap pelosok rumah  . Membersihkannya.

Tentu ini bukan open housenya para pembesar. Yang notebene punya  anggaran untuk itu, dan punya kantong cukup tebal.

Kerap orang yang kita kunjungi mungkin  sudah pensiunan. Namun lantaran rindu ingin dikelilingi anak cucu,  mereka akan menguras tabungan . Demi menjamu anak cucu. Bahkan ada yang menjual sesuatu, mulai dari jual kalung emas sampai asset lainnya.

Ada pula yang rela menghabiskan uang belanja makan pribadi mereka untuk satu  bulan ke depan. Saking sayangnya seorang ibu kepada anak cucu,  ketika anak cucu pulang masih ia bekali dengan  makanan untuk pulang kembali ke rumah masing-masing.

 Bahkan lupa bahwa di rumahnya sendiripun tak ada lagi  persediaan makanan. Sehingga ketika lebaran selesai, para tamu sudah pulang, uangpun menipis. Menyasati kondisi ini , mereka menyembunyikan keprihatinan kepada anak cucu dan tamu-tamu tersayangnya.

Esok-esok setelah lebaran. Mengimbangi ‘pemborosan’ saat menjamu tamu, dengan mengencangkan ikat pinggang dengan cara makan apa adanya. Tak lagi dipikirkan asupan gizinya.

Untuk berbelanja biasanya naik angkot, kini dengan tubuh renta mereka tertatih-tattih berjalan kaki. Demi menghemat seribu dua ribu rupiah.

Belum lagi rekening listrik dan ledeng yang melambung karena dipakai para tamu. Dengan senang hati sepuh-sepuh ini membayar tagihannya. Lalu  setiap malam rela hanya 1 lampu yang menyala, dengan watt kecil, gelap meremang. Televisi radio dimataikan. Tak jarang  mereka terjatuh saking kurangnya cahaya saat berjalan dalam rumah. Tujuannya, supaya tagihan bulan depan dapat ditekan.

Para tamu pulang,  tabunganpun ludes. Padahal mungkin asset atau tabungan itu merupakan cadangan  jaga-jaga jika mereka sakit. Maklum, seorang yang sudah tua sangat rentan penyakit, tapi sudah tidak bertenaga lagi untuk mencari nafkah/uang.

Tamu Jenis Apakah Kita?  

Demi orang yang kita sayangi itu, pernahkan kita berempati saat mengunjungi mereka ? Termasuk kelompok tamu yang memberatkan tuan rumah, atau yang justru meringankan dan membahagiakan?

Apalagi jika tuan rumah itu tak lagi bertenaga dimakan usia. Tak memiliki asisten rumah tangga, karena lebaran  pembantu  kebanyakan mudik. Atau karena memang kesehariannya tak mampu menggaji asisten rumah tangga.

Menurut versi Sunnah Rasululullah Muhammad SAW. Menjamu tamu itu wajibnya hanya 3 hari saja.  Mengistimewakan tamu, juga 3 hari saja.  Selebihnya,  tuan rumah berhak menjamu ala kadarnya. Karena tuan rumah harus mengeluarkan  dana khusus bagi para tamu.  Juga mengorbankan waktu, dan tenaga untuk melayani mereka. 

Lalu...., termasuk jenis tamu yang manakah kita?

  1. Tamu  Berempati Rendah

Bertamu dengan niat memang ingin bersenang-senang. Banyak di antara anak mantu  yang berkunjung dan menginap ke rumah orang tua dengan motif ingin disuguhi makan pagi siang dan malam oleh ibu ayahnya yang sudah pensiun dan menua.  Datang membawa anak-anaknya dengan perut kosong. Judulnya, menumpang isi perut tanpa harus repot belanja dan masak.

Tak sedikit datang ingin  berisirahat. Karena di rumah  orang tuanya, mereka bisa istirahat, tidur-tiduran sepanjang hari, bercanda mengobrol seharian. Sebab anak bayi dan balita mereka dijaga dan diasuh oleh nenek kakeknya.

Ada para tamu yang  niat silaturahminya   bukan yang utama, tujuannya lebih ingin menumpang makan, menumpang mandi, menumpang leyeh-leyeh sambil berkumpul dengan tamu lain. Jika tuan rumahnya  berkantong tebal masih mending. Jika tuan rumah memiliki  pembantu atau asisten rumah tangga masih  lumayan.  Tapi kebangetan  kalau tuan rumahnya sudahlah tak punya pembantu, keuangan pas-pasan dan sudah pensiun, …… 

Tujuan lebaran kan  menjalin kekeluargaan. Saling melengkapi dan membahagiakan. Bukan saling menyusahkan . Jangan sampai usai lebaran  ada pihak yang disusahkan.

2. Tamu Berempati Mulia

Niat mereka  bertamu dan bermalam ke rumah orang tua atau sesepuh, murni iangin membahagiakan orang tua.  Karenanya mindset mereka telah membentuk sikap dan perilaku serta tindakan  yang terpola.

Biasanya mereka  datang dengan seribu cinta dan pengabdian. Paham betul orang tuanya sudah lemah, tak bertenaga, dan  keuangan menipis. Karenanya mereka datang sambil membawa perbekalan.

Perbekalannya bisa masakan yang siap santap. Atau ketika membawa bahan mentah (sayuran , ikan, daging dll)  mereka tidak membiarkan tuan rumahnya terjun ke dapur untuk mengolah bahan mentah itu. Tamu berempati mulia ini akan turun ke dapur, lalu memasakkannya untuk orang tua sepuh   alias sang tuan rumah, dan untuk diri sendiri.

Mereka  berupaya memahami, kalau   berjibaku di dapur memasakkan untuk belasan dan puluhan orang bukan perkara gampang. 

Butuh tenaga ekstra besar. Lebih ironis jika  tuan rumah tak punya pembantu , siapa lagi yang mengerjakannya kalau bukan ibunda yang sepuh itu? Tegakah kita membiarkannya

Sehabis makan ,  si “Empati Mulia’ ini  selalu menyuci piringnya sendiri. Tidak rela membiarkan tangan keriput ibunya menyuci panci periuk dan piring gelas sehabis masak dan makan.

Bukan hanya menyuci  piring sendok gelas cangkir mangkuk  sendiri, bahkan menyusi piring sendok gelas cangkir mangkuk  tetamu lainnya yang biasanya berbondong-bondong datang.

Saat mandi dan menggunakan air, juga dihemat. Karena tahu orang tuanya sudah pensiunan , sehari-hari juga sangat irit menggunakan air. Jangan sampai sebagai tamu malah lebih boros dari tuan rumah.

Tidak membiarkan sampah pampers berkotoran tergeletak di kediaman tuan rumah. Bersihkan dulu, lalu buang ke tempat sampah  di luar rumah. Bukan tempat sampah di dapur rumah.

Nah, kita masuk kelompok tamu yang mana? Yang nomor satu (berempati rendah) , atau yang nomor dua (berempati mulia) , atau  antara ke duanya? 

Yuk jadi tamu yang kedatangannya tidak merepotkan, dan kepergiannya meninggalkan kesan baik bagi tuan rumah. Taqaballahu Mina wa Minkum, Shiamana wa  Shiamakum. Semoga  amal ibadah puasa kita semua diterima oleh Allah, dan  saat berlebaran  kita menjadi pemudik dan tamu yang selalu dirindukan kehadirannya. Tamu yang membawa aura kesejukan hati.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun