Mohon tunggu...
masrierie
masrierie Mohon Tunggu... Freelancer - sekedar berbagi cerita

menulis dalam ruang dan waktu, - IG@sriita1997 - https://berbagigagasan.blogspot.com, - YouTube @massrieNostalgiaDanLainnya (mas srie)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Kala Nyanyian Kehilangan Kata

30 Maret 2015   06:55 Diperbarui: 6 Oktober 2015   14:41 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1427673276154869410

 

 

Akulah bunga-bunga putih yang terbang melawan angin
Menyusuri awan dan musim yang selalu berganti rupa
Akulah sunyi yang mencari malam, menjangkau bintang-bintang yang tak pernah kita gapai, meraih bisunya purnama lewat tengah malam.

Kita bertutur soal negeri bulan , jalan-bertabur untaian kembang dewata ,
Kita berbincang soal kabut biru di atas telaga senjakala, serta berbagai kemungkinan untuk kita menemukan pelangi,
melewati setiap gapura janur kuning yang menghiasi angan-angan,
agar kita temukan celah-celah untuk kita daki, menuju tangga-tangga langit.

Kita bercerita setiap purnama datang , bersembunyi pada permainan waktu, menutup diri dari dunia.
Kitalah rindu yang selalu menyusuri lorong-lorong senyap,
lika-liku keremangan tanpa ujung,
bersama irama angin, dalam pelukan ketidak pastian.
Kitalah cerita tanpa ending , mengikuti tulisan pujangga ,
masa demi masa.

Pelabuhan manakah akhir dari pena yang terus menari ini?


Akukah puisi dalam syair lagu itu?

Memori itu tercatat indah
Dalam sebuah musim penghujan, dimana gemuruh air mengetuk jendelamu.
Saat kau bukakan sebuah pintu untuk aku mencari keteduhan malam. Bukankah kedua mata kita tak bisa saling melepaskan diri. Tatapanmu meraih hatiku dan seluruh nadi dalam debaran jantung malam.

“….. kita adalah rahasia ………., ” engkau menyimpan telunjukmu di atas bibir, agar dunia tak pernah tahu tentang kita.
Maka bulanpun semakin berbinar,
gemerlapnya memainkan simfoni di ruangan hati kita.
Mengapa kita hanya melepas rindu dalam rongga jiwa kita belaka?
Tidak adakah ruang – ruang lain dimana mentari dunia luar menyirami kebersamaan kita?
Rindu yang selalu saja bertumpuk, terpendam, terbendung dalam belenggu hari,
selalu menghambur tak tertahankan… kita lepas lewat dentingan pianomu,
yang gemanya menjelajahi semua detak jam yang aku miliki.

Denting piano itu terbang meraih bulan,
menjelma taburan bunga-bunga putih dari angkasa, menjamah setiap mimpiku.
Nada-nada romantismu memainkan khayalanku,
lamunan-lamunan senjakala,
dan aku mulai merekam khayalan itu dalam sebuah mimpi.

Aku tak punya lagi kesempatan untuk mencatat dirimu selain dalam dunia khayal.
Sepenggal angan-angan.

lagu-lagumu menggema seantero negeri, bahkan hingga ke sebuah dunia dimana dewa-dewi ikut tersenyum

syair lagumu,
mengalir penuh misteri …… ,
di antara remang lampu-lampu pentas negeri dongengmu.

Kawih lawas, hingga tembang terkini berkumandang ,
melantun bersama bunga-bunga yang terus terbuka dari kuncupnya,
merekah dalam hatiku,
berkembang dan berbunga diikuti ribuan bunga baru ,
kembang merekah harum .
musim semi seketika ada dalam jiwaku.
Seiring gema tembangmu
Musim seribu bunga , mengayun dalam rumpun-rumpun bergerombol,
dengan umpak-umpak padang sejuta puspa .
Karena gemilangnya karyamu menggetarkan pentas.

Semua bunga turut melenggok dalam embusan angin.
Mengiringi kelepak sayap unggas di atasnya.
Sungai-sungai meliuk bening, dengan gemericik lembut,
kupu-kupu putih benari-nari .
Kalbuku menjelma negeri nirwana.
.

Aku tak melihat lagi warna malam dan redup lampu .
Hanya senyum yang pernah menerawangi setiap alur magis
Seolah langit membentang dan menawarkan bintang-bintang di antara dua rembulan raksasa yang tengah menautkan rasa
Yang kudengar bukan lagi nyanyian biduan ,
namun bisikan
merengkuh jauh ke relung kalbu.
Oh betapa rindunya aku atas malam demi malam yang menjadi kenangan itu.
Wahai lagu-lagu yang membanjiri lamunanku
Kita pernah menulisi kabut dengan harapan.
Kita pernah membaca kabut sebagai tabir yang kian lama kian menggumpal pekat.
Kita juga menulisi awan yang berarak di langit.

Kadang mata jiwamu dari kejauhan musim, hanya bisa menatap air mataku jatuh satu demi satu menuju bumi yang fana.
Kadang dari kejauhan kita menatap daun-daun menari dalam tarian angin,
dalam malam yang selalu mempertemukan kita.

Selalu kita kehilangan cara untuk terjaga pada dunia nyata.
Bukankah kebersamaan kita ini hanyalah maya belaka.
Kebersamaan di bawah purnama,
berselimut embun ,
beriringan unggas malam ,
yang memekik di antara angin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun