Mohon tunggu...
masrierie
masrierie Mohon Tunggu... Freelancer - sekedar berbagi cerita

menulis dalam ruang dan waktu, - IG@sriita1997 - https://berbagigagasan.blogspot.com, - YouTube @massrieNostalgiaDanLainnya (mas srie)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Kala Nyanyian Kehilangan Kata

30 Maret 2015   06:55 Diperbarui: 6 Oktober 2015   14:41 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1427673276154869410

lagu-lagumu menggema seantero negeri, bahkan hingga ke sebuah dunia dimana dewa-dewi ikut tersenyum

syair lagumu,
mengalir penuh misteri …… ,
di antara remang lampu-lampu pentas negeri dongengmu.

Kawih lawas, hingga tembang terkini berkumandang ,
melantun bersama bunga-bunga yang terus terbuka dari kuncupnya,
merekah dalam hatiku,
berkembang dan berbunga diikuti ribuan bunga baru ,
kembang merekah harum .
musim semi seketika ada dalam jiwaku.
Seiring gema tembangmu
Musim seribu bunga , mengayun dalam rumpun-rumpun bergerombol,
dengan umpak-umpak padang sejuta puspa .
Karena gemilangnya karyamu menggetarkan pentas.

Semua bunga turut melenggok dalam embusan angin.
Mengiringi kelepak sayap unggas di atasnya.
Sungai-sungai meliuk bening, dengan gemericik lembut,
kupu-kupu putih benari-nari .
Kalbuku menjelma negeri nirwana.
.

Aku tak melihat lagi warna malam dan redup lampu .
Hanya senyum yang pernah menerawangi setiap alur magis
Seolah langit membentang dan menawarkan bintang-bintang di antara dua rembulan raksasa yang tengah menautkan rasa
Yang kudengar bukan lagi nyanyian biduan ,
namun bisikan
merengkuh jauh ke relung kalbu.
Oh betapa rindunya aku atas malam demi malam yang menjadi kenangan itu.
Wahai lagu-lagu yang membanjiri lamunanku
Kita pernah menulisi kabut dengan harapan.
Kita pernah membaca kabut sebagai tabir yang kian lama kian menggumpal pekat.
Kita juga menulisi awan yang berarak di langit.

Kadang mata jiwamu dari kejauhan musim, hanya bisa menatap air mataku jatuh satu demi satu menuju bumi yang fana.
Kadang dari kejauhan kita menatap daun-daun menari dalam tarian angin,
dalam malam yang selalu mempertemukan kita.

Selalu kita kehilangan cara untuk terjaga pada dunia nyata.
Bukankah kebersamaan kita ini hanyalah maya belaka.
Kebersamaan di bawah purnama,
berselimut embun ,
beriringan unggas malam ,
yang memekik di antara angin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun