Didalam Al-Qur'an ada ayat yang berbunyi :
"Ingatlah, hanya kepunyaan Allah lah agama yang bersih (dari syirik)."(Q.S: Az Zumar: 3).
Anas bin Malik r.a. menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
"Belenggu tidak akan masuk ke dalam hati seorang Muslim jika ia menetapi tiga perkara: IkhIas beramal hanya bagi Allah swt, memberikan nasihat yang tulus kepada penguasa, dan tetap berkumpul dengan masyarakat apalagi dengan kaum Muslim." (H.R. Ahmad, dikategorikan shahih oleh Ibnu Hibban dan IbnuHajar)
Ikhlas berarti bermaksud menjadikan Allah swt. sebagai satu-satunya sesembahan. Sikap taat dimaksudkan adalah taqarrub kepada Allah swt, mengesampingkan yang lain dari makhluk, apakah itu sifat memperoleh pujian ataupun penghormatan dari manusia. Ataupun konotasi kehendak selain taqarrub kepada Allah swt. semata. Dapat dikatakan, "Keikhlasan berarti menyucikan amal-amal perbuatan dari campur tangan sesama makhluk" Dikatakan juga, "Keikhlasan berarti melindungi diri sendiri dari urusan individu-individu manusia."
Nabi Muhammad saw. ditanya, apakah ikhlas itu? Nabi Muhammad saw. bersabda:
'Aku bertanya kepada Jibril as. tentang ikhlas, apakah ikhlas itu? Lalu Jibril berkata, Aku bertanya kepada Tuhan Yang Maha Suci tentang ikhlas, apakah sebenarnya?' Allah swt. menjawab, 'Suatu rahasia dari rahasia-Ku yang Aku tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang Kucintai." (H.r. Al Qazwini, riwayat dari Hudzaifah).
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata, "Keikhlasan adalah menjaga diri dari campur tangan makhluk, dan sifat shidq berarti membersihkan diri dari kesadaran akan diri sendiri. Orang yang ikhlas tidaklah bersikap riya' dan orang yang jujur tidaklah takjub pada diri sendiri."
Dzun Nuun al-Mishry berkomentar, "Keikhlasan hanya tidak dapat dipandang sempurna, kecuali dengan cara menetapi dengan sebenar-benarnya dan bersabar untukNya. Sedangkan jujur hanya dapat dipenuhi dengan cara berikhlas secara terus-menerus."
Abu Ya'qub as-Susy mengatakan, "Apabila mereka melihat keikhlasan di dalam keikhlasannya, maka keikhlasan mereka itu memerlukan keikhlasan lagi."
Dzun Nuun al-Mishry menjelaskan, 'Ada tiga tanda keikhlasan: Manakala orang yang bersangkutan memandang pujian dan celaan manusia sama saja; melupakan amal ketika beramal; dan jika ia lupa akan haknya untuk memperoleh pahala di akhirat karena amal baiknya."
Abu Utsman al-Maghriby mengatakan, "Keikhlasan adalah keadaan dimana nafsu tidak memperoleh kesenangan. Ini adalah ikhlas orang awam. Mengenai ikhlas manusia pilihan (khawash), keikhlasan datang kepada mereka bukan dengan perbuatan mereka sendiri. Amal kebaikan lahir dari mereka, tetapi mereka menyadari perbuatan baiknya bukan dari diri sendiri, tidak pula, peduli terhadap amalnya. Itulah keikhlasan kaum pilihan."
Abu Bakr ad-Daqqaq menegaskan, "Cacat keikhlasan dari masing-masing orang yang ikhlas adalah karena penglihatannya akan keikhlasannya itu, jika Allah swt. menghendaki untuk memurnikan keikhlasannya, dia akan mengugurkan keikhlasannya dengan cara tidak memandang keikhlasannya sendiri dan jadilah ia sebagai orang yang diikhlaskan Allah swt. (mukhlash), bukannya berikhlas (mukhlish)."
Sahl berkata, "Hanya orang yang ikhlas (mukhlish) sajalah yang mengetahui riya' (pamer apalagi tentang kebaikan)."
Abu Sa'id al-Kharraz menegaskan, "Riya' kaum 'arifin lebih baik daripada ikhlas para murid."
Dzun Nuun berkata, "Keikhlasan adalah apa yang dilindungi dari kerusakan musuh."
Abu Utsman mengatakan, "Keikhlasan adalah melupakan pandangan makhluk melalui perhatian yang terus-menerus kepada Sang Khalik."
Hudzaifah al-Mar'asyi berkomentar, "Keikhlasan berarti bahwa perbuatan-perbuatan si hamba adalah sama, baik lahir maupun batinnya (antara hati dan mulut tidak berbeda, kalau berbeda namanya munafik)."
Dikatakan, "Keikhlasan adalah sesuatu yang dengannya Allah swt. berkehendak dan dimaksudkan tulus dalam ucapan serta tindakan."
Dikatakan pula, "Keikhlasan berarti mengikat diri sendiri pada kesadaran akan perbuatan baik (jadi tidak perlu penilaian)"
As-Sary mengatakan, " Orang yang menghiasi dirinya di hadapan manusia dengan sesuatu yang bukan miliknya, berarti tercampak dari penghargaan Allah swt."
Al-Fudhail berkata, "Menghentikan amal-amal baik karena manusia adalah riya', dan melaksanakannya karena manusia adalah musyrik. Ikhlas berarti Allah menyembuhkanmu dari dua penyakit ini."
Al-junayd mengatakan, "Keikhlasan adalah rahasia antara Allah dengan si hamba. Bahkan malaikat pencatat tidak mengetahui sedikit pun mengenainya untuk dapat dituliskannya, setan tidak mengetahuinya hingga tidak dapat merusaknya, nafsu pun tidak menyadarinya sehingga ia tidak mampu mempengaruhinya."
Ruwaym menjelaskan, "Ikhlas dalam beramal kebaikan berarti bahwa orang yang melakukannya tidak menginginkan pahala, baik di dunia maupun di akhirat."
Dikatakan kepada Sahl bin Abdullah, 'Apakah hal terberat pada diri manusia?" Ia menjawab, "Keikhlasan, sebab diri manusia tidak punya bagian di dalamnya."
Ketika ditanya tentang ikhlas, salah seorang Sufi menjawab, "Ikhlas berarti engkau tidak memanggil siapa pun selain Allah swt. untuk menjadi saksi atas perbuatanmu."
Salah seorang Sufi menuturkan, "Aku menemui Sahl bin Abdullah pada hari jum'at di rumahnya sebelum shalat. Ada seekor ular di rumahnya, hingga aku ragu-ragu berdiri di pintu. Ia berseru, 'Masuklah! Tidak seorang pun dapat mencapai hakikat iman jika ia masih takut pada sesuatu pun di atas bumi.' Kemudian ia bertanya, Apakah engkau hendak mengikuti shalat jum'at?' Aku menjawab, jarak dari sini ke masjid di depan kita adalah sejauh perjalanan sehari semalam.' Maka Sahl lalu menggandeng tanganku, dan sesaat kemudian kami telah berada di masjid itu. Kami masuk ke dalam dan shalat, kemudian keluar. Sahl berdiri di sana, melihat ke arah orang banyak, dan berkata, 'Banyak orang mengucapkan Laa i1aaha illallaah, tapi yang ikhlas amatlah sedikit'."
Makhul berkata, "Tidak seorang pun hamba yang ikhlas selama empatpuluh hari, kecuali akan mendapatkan sumber hikmah memancar dari hati pada lisannya."
Yusuf bin al-Husain berkomentar, "Milikku, yang paling berharga di atas dunia ini adalah keikhlasan. Betapa seringnya aku telah berjuang untuk membebaskan hatiku dari riya', namun setiap kali aku berhasil, ia muncul dalam warna yang lain!"
Abu Sulaiman berkata, "Jika seorang hamba berikhlas, maka terpotonglah waswas (rasa takut dan khawatir) dan riya'."
Jadi berhati-hatilah dengan hatimu untuk sempurnanya ibadahmu
Dan niatkan dengan Ikhlas untuk mencari ridhoMu agar mendapat mahabbahMu dan mencapai marifatMu
Wassalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H