Mohon tunggu...
Petrik Matanasi
Petrik Matanasi Mohon Tunggu... -

Peziarah & Pemerhati Sejarah Nusantara. Asal Balikpapan. Kuliah sejarah 7 tahun di UNY Jogja. Kini tinggal Palembang. Bukan penulis handal, hanya saja suka menulis hal-hal yang humanis. Apapun yang saya tulis atau ucap, sulit sekali bagi saya untuk tidak Historis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Klowor Sang Kopral

15 September 2010   09:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:14 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya, aku berpikir ulang dengan apa yang kulakukan dengan bertaruh nyawa untuk kejayaan Ratu. Aku sudah membela tapi aku lalu diinjak hanya karena telah meniduri salah satu wanita mereka. Balas budi macam apa ini? Ratu kubela, setelahnya rakyatnya yang sinis pada Inlander karena merasa lebih tinggi karena kulitnya putih lalu memukulku. Mereka tidak pernah mau tahu betapa aku juga berjuang untuk Ratu.

Aku terus bertambah muram. Ratu yang pernah kubela dengan bertaruh nyawa tidak pernah tahu apa yang dialami pembelanya yang Inlander ini. Ratu Singa ribuan kilo dari sini. Dia tentu tidak akan tahu nasibku. Si Klowor sang kopral KNIL ini. Aku akan terus di ruangan lembab ini. Aku akan diperkarakan di Krijgraad (Mahkamah Militer) nantinya. Dan sebelum diadili Krijgraad , aku akan berada disini. Entah sampai kapan. MP kulit pucat yang menangkapku bilang aku akan dihukum karena mencabuli paksa seorang Nyonya Belanda terhormat. Yang tak lain adalah kekasihku yang bernama Maria.

Aku teringat Je Martendrai (kami akan berkuasa selamanya). Aku mulai jijik dengan kata itu karena tidak ada yang peduli aku telah membela Ratu. Aku sudah muak. Kepada seragam KNIL-ku, MP-MP kuli pucat yang angkuh, juga SI Ratu Singa. Dan aku akan berteriak dimuka Krijgraad, “Tuan Hakim! katakan pada Ratu Singa! Aku Tidak Akan Membelanya lagi! Semoga dia terkutuk di neraka. Bilang juga padanya bahwa dia itu Bangsawan tidak tahu malu. Kau telah mengkhianati pejuang yang telah bertaruh nyawa untukmu ini.” Aku akan lupakan semboyan busuk Je Martendrai. Aku akan jadi orang rantai dan tidak pernah dikenal lagi.

Suatu pagi seorang oppas (petugas) MP datang. Dia menyeretku untuk cuci muka ke kamar mandi dan setelah itu memakai seragam KNIL-ku lagi. Tapi aku menolak dan meludahi sergam KNIL yang mereka sodorkan padaku. Segera aku merampas pistol salah satu oppas dan menembak setiap oppas yang kulihat.

Suara pistol rampasanku mengundang oppas- oppas lain diruang lain menyiapkan pistol mereka dan menembakiku. Aku terjatuh dengan cucuran darah. Aku merasa tidak sial kali ini walau aku kalah. Setidaknya aku melawan, walau aku harus mati diterjang peluru mereka. Aku sempatkan untuk berucap “Selamat tinggal Maria” sebelum peluru lain datang setelah itu aku berdiri dan maju. Sebuah peluru merobek dadaku dan aku terjatuh lagi. Pelan-pelan aku mati sebagai orang kalah yang telah berjuang. Bukan untuk Sri Ratu Singa, untuk Klowor sang Kopral yang dikhianati karena tidur dengan Nyonya Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun