Mohon tunggu...
Petrik Matanasi
Petrik Matanasi Mohon Tunggu... -

Peziarah & Pemerhati Sejarah Nusantara. Asal Balikpapan. Kuliah sejarah 7 tahun di UNY Jogja. Kini tinggal Palembang. Bukan penulis handal, hanya saja suka menulis hal-hal yang humanis. Apapun yang saya tulis atau ucap, sulit sekali bagi saya untuk tidak Historis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sulawesi Selatan Dalam Sejarah

4 Oktober 2010   05:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:44 5511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tradisi sekolah di Sulawesi Selatan, sebenarnya tidak hanya dilakukan pemerintah kolonial pada kalangan terbatas. Banyak juga tokoh pribumi yang membuka sekolah. We Tenriolle adalah salah satunya di Sulawesi Selatan. Raja wanita dari Tanette ini pernah mendirikan sebuah sekolah. Dimana sebagian muridnya adalah wanita. Dengan sekolah ini, modernisasi di Sulawesi Selatan bisa berjalan meski palan. Karena terbatasnya akses sekolah.

Sebenarnya, sejak dulu, dari apa yang saya baca tentang Sulawesi Selatan, Sulawesi Selatan memiliki produk intelektual yang hebat. Mulai dari Sureq La Galigo sampaietika kelautan Amanna Gappa. Tradisi menulis juga dilakukan dalam lontara' dengan huruf Bugis yang bentuknya berbeda dengan huruf Jawa.

Bicara soal La Galigo, untuk sementara saya menilai, cerita ini asli dan tidak mengadaptasi dari cerita lain dari luar. Berbeda dengan beberapa karya Jawa seperti Arjunawiwaha yang lebih banyak dipengaruhi oleh cerita Ramayana maupun Baratayudha. Menurut saya La Galigo jelas asli Sulawesi Selatan. Tentunya orang Sulawesi Selatan harus bangga pada La Galigo.

Dari budaya pemkiran yang ada tadi, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa Sulawesi Selatan punya kebudayaan intelektual. Sayangnya, banyak pemberitaan di media mengidentikan daerah ini dengan kekerasan saja. Begitu juga dalam sejarah Indonesia, dimana sejarah Sulawesi Selatan lebih banyak hanya menonjolkan perang dan kekerasan tanpa mengangkat sejarah intelektualnya. Tidak mengangkat sastra dan produk hukum lautnya.

Yang Termaginalisasi

Kota Makassar sudah menjadi pusat politik sejak lama. Ketika Revolusi Indonesia terjadi, Makassar juga masih menjadi kota penting. Makassar juga menjadi pusat sebuah Negara Boneka buatan Van Mook, selaku kolonialis sejati yang berusaha menegakan kembali Hindia Belanda di tanah yang sudah menyatakan diri Indonesia.

Negara Indonesia Timur buatan van Mook itu dicap oleh sejarah Indonesia sebagai kelompok pendukung politik kembalinya kolonialisme di nusantara. Dengan kata lain, orang-orang NIT banyak dicap sebagai antek-antek Belanda.

Dengan politik Devide et Impera gaya barunya Van Mook tampak ingin memecah belah Indonesia. Dengan BFO yang kemudian berdiri dan diketuai oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, semua Negara buatan Van Mook bersatu. Sebagai pihak ketiga, selain Kerajaan Belanda dan Republik Indonesia, dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda. Dan setelah tentara Belanda ditarik, maka kaum federalis yang dulu pernah dalam BFO dan lain sebagainya adalah pihak yang paling disalahkan dalam sejarah.

Ada tidaknya BFO dan Negara-negara bagian buatan Van Mook itu, tetap saja Indonesia merdeka dan akan memperoleh wilayah nusantara sebagai wilayah kekuasaan, seperti wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena situasi dunia pasca Perang Dunia II, nyatanya lebih mendukung Indonesia ketimbang Belanda. Negara-negara boneka itu juga didirikan pasca perundingan yang mempersempit wilayah RI.

Negara-negara bagian itu sempat bersatu dengan RI dalam kerangka Republik Indonesia Serikat (RIS). Namun Negara federal itu tidak bertahan lama ditahun 1950. beberapa kerusuhan seperti Peristiwa Westerling di Bandung dan Jakarta, dan juga Peristiwa Andi Aziz di Makassar, maka antipati terhadap Negara federal pun tumbuh dan RIS kemudian bubar. Negara federal lalu disalhakan dan siapapun yang mendukungnya berarti menolak Negara kesatuan dan harus berhadapan dengan TNI. Sistem federal lalu disamakan dengan disintegrasi dan pengkhianatan.

Dalam sejarah Indonesia, Peristiwa Andi Azis dianggap sebagai contoh sejarah atas buruknya sistem federal. Dimana kaum federalis itu dianggap menolak Republik Indonesia di Makassar, meski sebanarnya mereka cukup mengakui pemerintahan RI di Makassar, namun kebijakan RI atas NIT terkesan tidak menghargai bekas kaum federalis. Kota Makassar adalah saksi dikambinghitamkannya sistem federal. Karenanya pasca reformasi 1998, otonomi daerah menjadi jembatan anatara sistem federal dengan Negara kesatuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun