Biaya operasional yang terus meninggi. Pelaku UMKM Â dituntut untuk tetap mengeluarkan biaya operasional seperti listirk, air, gaji pegawai dan kewajiban membayar kredit.Â
Tagihan listrik yang tetap ada dan cenderung naik, pemerintah melarang adanya PHK karyawan tentu menjadi beban yang bertambah bagi pelaku UKM. Ditambah pemilik usaha juga harus membiaya kebutuhan rumah tangga mereka sendiri.
Terhadap kredit perbankan awal mulanya tidak semua Bank mengikuti instruksi dari OJK teradap kebijakan kelonggaran atau relaksasi kredit bagi pelaku Usaha yang terkena Covid 19.Â
Beberapa perbankan tebang pilih terhadap debitur mereka, menurut debitur yang sehat dan tidak terkena Covid19 tidaklah termasuk dalam skema ini. Namun pelaku UMKM bereaksi kebijakan tersebut, pelaku ukm mengatakan walupun tidak sakit tetapi usaha mereka berdampak sehingga mereka tidak memiliki uang lagi untuk membayar kredit.
Masih adanya beban kredit yang harus mereka banyar berimbas pada cash flow. Tidak semua pelaku UKM kita memiliki cash flow yang positif, dalam jangka panjang mereka harus menggunakan modal pribadi untuk menanggulangi biaya operasional dan utang yang terus berjalan itupun hanya mampu sekitar dua atau tiga bulan sejak PSBB.
Logistik dan transportasi menjadi kendala utama khususnya UKM yang ada di daerah. Kita ketahui bahwa pembatasan operasional bandara dan pelabuhan sebagai salah satu moda transportasi bagi pelaku usaha di pulau Sulawesi memberi imbas kepada supply chain usaha UMKM.Â
Pemesanan barang tersendat, pengiriman barang juga demikian. Contoh kasus untuk pengiriman barang ke Indonesia timur seperti papua harus menunggu kapal yang datangnya lama, bila menggunakan pesawat biayanya lebih besar.
Terkendala pada literasi digital dan pemasaran online. Walaupun ada solusi untuk penjualan online namun tidak semua pelaku UKM memiliki pengetahuan untuk itu.Â
Banyak pelaku UKM kita masih gaptek, akses jaringan internet yang susah terutama di pedesaan. Lemahnya literasi digital menjadi catatan khusus bagi pengambil kebijakan. Selain itu masih minimnya SDM terampil dalam bidang social media marketing, dan manajemen bisnis secara digital, Â ini membuat pelaku UKM harus disibukkan untuk "belajar" sementara mereka masih harus fokus pada produksi konvensional.
Hal yang tidak kalah penting adalah mentalitas pengusaha. Tidak semua pelaku UMKM kita memiliki mental tanggap terhadap resiko. Bagaimana mereka merespon terhadap perubahaan ini, banyak yang tidak siap, malah kaget dengan skenario  yang tidak terencana.. Selama dua minggu banyak pelakuk UKM yang hanya diam dan wait and see.Â
Bagi yang memiliki mental kuat langsung yang membanting stir dengan membuat usaha jangka pendek (usaha dadakan) seperti produksi alat dan minuman kesehatan seperti masker, handsanitizer, alat pelindung diri, jamu atau obat herbal untuk imun tubuh. Tapi tentu ini hanya sementara dan tidak bisa termenerus.