Mohon tunggu...
Nico Aditia
Nico Aditia Mohon Tunggu... Penulis - menulis dan berbagi ide

komen untuk komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Peran Strategis dan Tantangan Prahum

13 November 2018   10:54 Diperbarui: 13 November 2018   11:37 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Terhitung sudah 6 bulan saya diangkat menjadi pranata humas. Dalam kurun waktu itu banyak hal baru yang saya pelajari dan alami. Tambah lagi ternyata saya diamanatkan oleh kolega untuk menjadi koordinator yang kemudian diamini oleh pejabat struktural dikantor. 

Tentu amanat ini menjadi hal yang serius bagi saya, karena selain mengurus keperluan diri sendiri, saya juga harus mengurus kepentingan rekan satu profesi yang berjumlah 30 orang, yang tentunya pemenuhan kepentingan itu harus sejalan dan selaras dengan kepentingan dan aturan organisasi.

Menjadi pranata humas ternyata bukan perkara mudah. Meski telah bekerja hampir 12 tahun pada biro komunikasi, ternyata tidak serta merta memudahkan saya dalam menghasilkan ouput kehumasan yang sesuai dengan butir kegiatan Permenpan. 

Saya juga harus beradaptasi secara cepat dalam pelaksanaan tugas. Pasalnya, pranata humas bukan hanya soal menghasilkan produk kehumasan , dinamika komunikasi, organisasi dan perkembangan teknologi sangat mempengaruhi capaian output yang ditargetkan kepada kami.

 Selain itu, dengan era keterbukaan, prahum dituntut untuk untuk bekerja cepat, 24 jam dalam sehari dan 7 hari seminggu yang tentunya membutuhkan tenaga lebih dari staff struktural pada umumnya.

Banyak perbedaan yang kami rasakan ketika menjadi pranata humas ketimbang jadi staf atau pegawai struktural. Pranata humas dituntut untuk menghasilkan produk secara cepat. 

Kualitas produk yang dihasilkan juga harus diatas standar bidang kehumasan. Titel "ahli" dalam nomenklatur jabatan membuat kami mesti total dalam bekerja. Hal inilah yang kemudian menjadi "beban" bagi pranata humas.

Titel ahli tersebut kemudian menjadi sebuah beban karena profesi ini menuntut hasil dan sikap kerja layaknya profesi lainnya. Padahal, terdapat banyak skill atau kemampuan yang harus kami miliki. 

Kami bukan hanya dituntut mahir dalam menulis, tapi juga sinematografi, media sosial, riset, komunikasi interpersonal, public speaking, analisa publikasi, merancang acara, merancang strategi komunikasi dan lain sebagainya. 

Dengan kata lain kami bukan hanya harus total dalam bekerja tapi juga total dalam belajar skill baru. Beruntung bagi pegawai yang sebelumnya telah melakukan tour of duty pada berbagai fungsi kehumasan sehingga memiliki skill dari rotasi. Tapi sayangnya, tidak sedikit kolega yang belum pernah atau jarang mendapatkan rotasi.

PRAHUM BEKERJA LEBIH CEPAT

Sebagai seorang koordinator saya mendapatkan perspektif baru dalam melihat pelaksanaan sebuah tugas. Saya melihat terdapat perbedaan budaya kerja antara pegawai struktural dan fungsional. 

Nilai-nilai dan gairah bekerja diantara keduanya juga berbeda. Delapan tahun lalu ketika saya bekerja sebagai staff struktural, saya mendapati bahwa pelaksanaan tugas berjalan ketika ada permintaan dari atasan.

Tugas tersebut akan dilaksanakan dengan tempo yang diatur oleh atasan bersangkutan. Makin cepat tempo kerja atasan maka makin cepat pula pekerjaan yang harus diselesaikan bawahan.

Ritme kerja prahum tidak secara tunggal dipengaruhi oleh atasan tetapi juga oleh sistem angka kredit. Tiap tahunnya prahun dibebankan target angka kredit tertentu untuk dicapai. 

Apabila capaian angka kredit rendah maka raport prahum bersangkutan akan menjadi jelek. Konsekuensinya banyak. Prahum bisa tidak mendapatkan peluang untuk naik pangkat atau jabatan keahlian dan bisa juga berpengaruh pada penghasilan. oleh sebab itu, prahum biasanya berpacu untuk menghasilkan produk kehumasan untuk mendapatkan angka kredit yang sebelumnya ditargetkan.

Namun tempo dan ritme kerja prahun utamanya sangat dipengaruhi oleh faktor individual. Rajin atau malas sifat seorang prahum akan sangat mempengaruhi capaian. Selain itu, tipe bekerja prahum tersebut juga sangat mempengaruhi capaian output. 

Prahum yang memiliki inisiatif dalam bekerja akan mendapatkan hasil yang banyak sementara yang tidak memiliki inisiatif niscaya akan minim hasil. Oleh sebab itu tidak heran apabila ada prahum yang cepat menyelesaikan pekerjaan jika ditugasi oleh atasan tapi memiliki angka kredit yang minim.

Dalam beberapa organisasi, pejabat fungsional posisinya berada langsung dibawah eselon 2. Posisi ini berbeda dengan staf struktural maupun pejabat eselon 4. Pada staf struktural, atasan langsungnya adalah eselon 4 dan eselon 4 memilik atasan langsung eselon 3. Eselon 3 memiliki atasan langsung eselon 2. 

Dengan kata lain, jika melihat skema ini,  pejabat fungsional memiliki kedudukan yang sejajar dengan eselon 3. Output yang dihasilkan prahum dapat dikatakan sebagai output organisasi karena output tidak banyak dilakukan editing lagi. 

Dalam hal ini disebabkan eselon 2 dalam organisasi memiliki kewenangan untuk menetapkan atau menandatangani surat keluar, sementara staf struktural maupun eselon 4 ketika menghasilkan output masih akan mendapatkan banyak editing secara berjenjang.

Hal tersebut sebenarnya menunjukkan posisi strategis pejabat fungsional dalam hal ini pranata humas dalam organisasi. Namun hal itu juga menunjukkan adanya kerentanan dalam fungsi pranata humas dalam organisasi. 

Rentan karena kualitas output yang dihasilkan oleh pranata humas harus setara dengan kualitas output yang dihasilkan pejabat struktural dalam skema editing berjenjang. Sementara itu, hubungan kerja pranata humas dalam pelaksanaan kerjanya bukan bersifat struktur melainkan kolektif kolegial. 

Output maupun produk yang dihasilkan tidak memerlukan persetujuan dari prahum yang lain. Prahum dimungkinkan untuk menghasilkan produk dan menyampaikan ke atasan langsung. Hal inilah yang kemudian sumber letak kerentanan tersebut. Proses editing terhadap output yang dihasilkan prahum bisa menjadi sangat minim.

MENGAPA RENTAN

Prahum sebagai profesi layaknya dokter memang memandang individu prahum sebagai seorang profesional. Namun demikian, berbeda dengan profesi dokter yang harus menempuh pendidikan dalam kurun waktu yang lama untuk bisa menyandang profesi dokter, proses untuk masuk dalam profesi prahum relatif lebih mudah. 

Tidak ada pendidikan khusus. Proses untuk dapat beralih profesi dari staf atau pejabat struktural menjadi prahum dinamakan alih jabatan. Untuk dapat lulus pada alih jabatan, calon prahum harus mampu menunjukkan bukti kegiatan atau output yang pernah dihasilkan. 

Dari bukti dan output ditambah dengan latar pendidikan kemudian dinilai menggunakan sistem angka kredit. Apabila angka kredit memenuhi standar yang ditetapkan maka yang calon prahum dapat lolos dan diterima dalam profesi prahum. Selanjutnya, pada awal profesi, prahum wajib mengikuti pendidikan dan latihan terkait dengan kepranatahumasan yg diselenggarakan oleh kominfo.

Proses beralih profesi bukan hanya alih jabatan saja, beberapa waktu ini terdapat program yang dinamakan dengan inpassing. Melalui inpassing, calon prahum tidak perlu untuk mengumpulkan bukti dan output kehumasan. 

Calon prahum hanya melakukan seleksi administratif, kemudian ikut ujian tertulis dan wawancara. Apabila lolos seleksi dan ujian, calon prahum dapat langsung diangkat menjadi prahum. Hal ini jelas berbeda dengan alih jabatan karena pada awal masa profesi prahum tidak diberikan pendidikan dan latihan kehumasan. 

Dalam skema inspassing, calon prahum yang lulus uji kompetensi dan selesai dilantik, bisa langsung bekerja di organisasinya masing-masing dengan jaket yang baru.

Tantangan muncul ketika prahum harus menghasilkan output atau produk dengan proses editing yang minim. Dengan latar pendidikan yang tidak ketat, membuat citra profesional prahum menjadi pertaruhan. 

Reputasi prahum menjadi pertaruhan apabila produk yang dihasilkan prahum dibawah standar. Dan jika hal ini terus terjadi, bukan tidak mungkin profesi ini menjadi hilang marwahnya.

Tentu bukan berarti prahum harus pesimis, banyak opsi yang bisa dilakukan. Selain itu, jangan dilupakan pula bahwa banyak diantara prahum yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang mumpuni. 

Meski demikian, patut diakui jika prahum memiliki pekerjaan rumah yang harus segera ditatasi. Pekerjaan prahum maupun organisasi prahum yang paling utama  adalah bagaimana meningkatkan kapasitas dan kapabilitas prahum lainnya. 

Hal ini tentu harus ditindaklanjuti dengan cepat, mengingat reputasi profesionalisme prahum saat ini sedang dipertaruhkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun