Sebagai seorang koordinator saya mendapatkan perspektif baru dalam melihat pelaksanaan sebuah tugas. Saya melihat terdapat perbedaan budaya kerja antara pegawai struktural dan fungsional.Â
Nilai-nilai dan gairah bekerja diantara keduanya juga berbeda. Delapan tahun lalu ketika saya bekerja sebagai staff struktural, saya mendapati bahwa pelaksanaan tugas berjalan ketika ada permintaan dari atasan.
Tugas tersebut akan dilaksanakan dengan tempo yang diatur oleh atasan bersangkutan. Makin cepat tempo kerja atasan maka makin cepat pula pekerjaan yang harus diselesaikan bawahan.
Ritme kerja prahum tidak secara tunggal dipengaruhi oleh atasan tetapi juga oleh sistem angka kredit. Tiap tahunnya prahun dibebankan target angka kredit tertentu untuk dicapai.Â
Apabila capaian angka kredit rendah maka raport prahum bersangkutan akan menjadi jelek. Konsekuensinya banyak. Prahum bisa tidak mendapatkan peluang untuk naik pangkat atau jabatan keahlian dan bisa juga berpengaruh pada penghasilan. oleh sebab itu, prahum biasanya berpacu untuk menghasilkan produk kehumasan untuk mendapatkan angka kredit yang sebelumnya ditargetkan.
Namun tempo dan ritme kerja prahun utamanya sangat dipengaruhi oleh faktor individual. Rajin atau malas sifat seorang prahum akan sangat mempengaruhi capaian. Selain itu, tipe bekerja prahum tersebut juga sangat mempengaruhi capaian output.Â
Prahum yang memiliki inisiatif dalam bekerja akan mendapatkan hasil yang banyak sementara yang tidak memiliki inisiatif niscaya akan minim hasil. Oleh sebab itu tidak heran apabila ada prahum yang cepat menyelesaikan pekerjaan jika ditugasi oleh atasan tapi memiliki angka kredit yang minim.
Dalam beberapa organisasi, pejabat fungsional posisinya berada langsung dibawah eselon 2. Posisi ini berbeda dengan staf struktural maupun pejabat eselon 4. Pada staf struktural, atasan langsungnya adalah eselon 4 dan eselon 4 memilik atasan langsung eselon 3. Eselon 3 memiliki atasan langsung eselon 2.Â
Dengan kata lain, jika melihat skema ini, Â pejabat fungsional memiliki kedudukan yang sejajar dengan eselon 3. Output yang dihasilkan prahum dapat dikatakan sebagai output organisasi karena output tidak banyak dilakukan editing lagi.Â
Dalam hal ini disebabkan eselon 2 dalam organisasi memiliki kewenangan untuk menetapkan atau menandatangani surat keluar, sementara staf struktural maupun eselon 4 ketika menghasilkan output masih akan mendapatkan banyak editing secara berjenjang.
Hal tersebut sebenarnya menunjukkan posisi strategis pejabat fungsional dalam hal ini pranata humas dalam organisasi. Namun hal itu juga menunjukkan adanya kerentanan dalam fungsi pranata humas dalam organisasi.Â