Sementara dengan usia kampus yang terbilang tua, alumni yang dimiliki juga terbilang banyak. Engagement strategy yang digunakan kampus diimplementasikan dengan cara mengadakan pertemuan antara alumni dengan mahasiswa secara rutin. Dalam pertemuan tersebut alumni kembali belajar mengenai perkembangan ilmu pengetahuan terkini, sementara mahasiswa dapat belajar mengenai praktik dunia kerja yang telah digeluti oleh para alumni.Â
Tak jarang interaksi antara alumni dan mahasiswa membuka peluang lowongan kerja. Dalam perkembangannya, interaksi yang rutin di fasilitasi oleh pihak kampus malah meningkatkan rasa keterikatan alumni dan mahasiswa kepada kampus. Ketika rasa keterikatan itu tinggi, penggalangan dana yang dilakukan oleh kampus menjadi sangat mudah.Â
Hal ini tentu saja membawa kebaikan bagi kampus karena dapat membiayai program-program yang bermanfaat bagi kampus dan stakeholdernya.
Engagement strategy nampaknya secara ekstensif juga digunakan dalam bidang politik di Amerika serikat. Sebelumnya bayangan saya praktik komunikasi politik yang dilakukan sama dengan Indonesia. Jelang pemilihan umum para caleg berlomba-lomba memasang poster, baliho dan iklan dimana-mana. Tak jarang poster juga ditempel di pepohonan untuk menarik perhatian warga.
Setelah pemilu usai, caleg yang mukanya terpampang di baliho, spanduk dan iklan tersebut hilang entah ke mana tidak lagi terdengar oleh publik. Hanya beberapa caleg terpilih yang terlihat wira-wiri di media.
Praktik komunikasi politik yang dilakukan amerika serikat (versi dprdnya) nampaknya tidak berbeda dengan Indonesia tapi lebih ekspansif. Pada saat pemilihan umum tingkat lokal yg diselenggarakan dua tahun sekali, para caleg/calon eksekutif juga melakukan kampanye dan beriklan. Uniknya disana (pada daerah yg dikunjungi teman saya) pemilihan kepala daerah tidak harus terkait dengan partai politik. Pada kasus yg teman saya temui, calon kepala daerah dari partai demokrat malah dukung oleh partai republik. "saya mr.x dari partai republik, saya mendukung mr.z (dari partai demokrat) sebagai kepala daerah" tutur teman saya yang menyaksikan iklan pada televisi lokal disana.
Lantas apa engagement strategy yang dilakukan oleh caleg di amerika serikat? Rupanya mereka rutin untuk berkeliling kota menanyakan apa masalah yang mereka hadapi dan bagaimana pemerintah dapat membantu. Jika diingat-ingat nampaknya strategy ini mirip dengan strategy yang digunakan pak jokowi pada waktu menjadi walikota solo. Masyarakat disapa secara langsung dan itu yang mereka lakukan tiap harinya. Pekerjaan legislatif atau eksekutif dilakukan sebagai pekerjaan utama.
Selain itu, bentuk engagement yang dilakukan adalah secara rutin melaporkan penggunaan dana yang mereka gunakan untuk kegiatan politik. Keterbukaan ini dilakukan karena mereka dibolehkan untuk menggalang dana untuk membiayai isu yang mereka perjuangankan. Dengan keterbukaan ini warga dapat menilai apakah isu yang dihadapi oleh mereka diperjuangkan dengan baik oleh wakil mereka di parlemen/pemerintahan. Ketika mereka tahu isu tersebut diperjuangkan, rasa keterikatan dengan wakil mereka menjadi tinggi. Tak heran jika dalam pemilihan berikutnya dapat terpilih lagi.
Rasanya banyak yang bisa kita pelajari dari penerapan engagement starategy. Dan rasanya saya juga condong bahwa strategy komunikasi pada tahapan tertentu belum memadai. Diperlukan egagement strategy untuk menggapai tujuan. Maksud yang kita ingin sampaikan kadang kala tidak sampai jika hanya satu atau dua kali komunikasi. Perlu komunikasi yang intens dan berkelanjutan agar tujuan komunikasi terwujudkan. Engagement strategy dapat menjadi alternative pilihan.
Sayang saya hanya bisa mendapatkan kabar tanpa menyaksikan langsung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H