Waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 waktu bus wisata yang kami sewa memasuki kota Cirebon. Â Suasana masih hujan deras. Â Terlihat lewat kaca spion dinding bus berlepot lumpur. Â Maklum selama perjalann bus tertatih melewati jalanan bergelombng dan tergenang air.
Gapura masuk kompleks makam terlihat, Â seseorang di depan gapura memberi tanda bus kami boleh masuk. Â Sopir tanggap membelokkan setir, Â membuka sedikit jendela depan dan mengulurkan receh.
Masuk gapura  situs, bus berjalan terseok,  terguncang keras kekiri dan kekanan, jalanan  menuju terminal kompleks makam rusak parah. Â
Seseorang yang dekat loket masuk melambaikan tangan, memberi aba-aba pada sopir, tapi sopir menolak karena harus melewati jalan berkubang. Bus lalu berbelok ke kanan menuju terminal utama, Â mencari tempat yang kering dan lebih leluasa.
Para pemumpang turun,  pimpinan rombongan  menginstruksikan kepada para peserra untuk segera turun dan menuju langsung ke kompleks makam. Â
Kami pun turun beriringan, Â menuju ke kompleks makam yang letaknya ada di sebelah barat terminal.
Belum lama kami berjalan, sepanjang jalan satu dua orang peminta sudah mulai melancarkan aksinya. Â Mereka
Mulai memohon setengah berteriak, Â "shodakohnya pak haji, Â shodahkohnya bu haji, Â semoga dapat berkah, Â seribu atau 2 ribu seikhlasnya".
Sudah yang kesekian kalinya saya berkunjung ke tempat ini. Â Jadi kalau mendengar orang berteriak seperti itu ya seperti biasa saja. Â Rombongan terus berjalan. Menyeruak diantara pengunjung yang lain. Â
Mendekati gapura, Â teriakan orang meminta semakin keras. Â Satu orang menunggu kotak, Â beberapa orang meminta para pengunjung untuk memberikan uang. Â Mereka berteriak sahut-sahutan tiada henti. Â
Masuk gapura makam, Â sebaris orang menggunakan berbagai alat untuk meminta. Bakul nasi, Â panci, Â baskom, Â bahkan helm rusak mereka gunakan. Â Tentu dengan suara yang sama,
"Sodakohnya bu haji, Â sodakohnya pak haji, semoga barokah".