Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Pemasangan Susuk sebagai Pemikat Sukma

7 September 2020   00:38 Diperbarui: 30 April 2021   20:41 3321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fenomena pemasangan susuk (Ilustrasi : jimatsakti68.com)

Konon setiap manusia butuh kewibawaan agar hidupnya terhormat di hadapan lain. Bahkan bagian tubuhnya menarik orang lain dan menjadi aset untuk menaklukkan hati orang lain.

Orang mengenal susuk sebagai sarana untuk memunculkan pesona diri secara instan. Ketertarikan lawan jenis karena melihat bagian tubuh yang dipasang susuk akan semakin menggila dan menciptakan halusinasi yang tak berkesudahan.

Konon, susuk sudah dipergunakan di Indonesia sejak jaman kerajaan. Dipakai oleh para perempuan untuk memikat laki-laki dengan berbagai keperluan. Pesona yang terlihat pada perempuan yang anggota tubuh yang dipasang susuk akan membuat lelaki tergila-gila.

Menurut Mbah Mahali (143), seorang ahli spiritual yang telah lama bergelut dalam bidang supranatural, susuk bisa dipasang dimana saja menurut keinginan pengguna. Bisa di dahi, mata, bibir, pipi, bahkan (maaf), pada vagina bagi mereka yang punya pekerjaan menjual kehangatan tubuh.

Menurut Keterangan Ki Ageng Rogojiwo susuk pada umumnya berupa benda kecil mirip jarum, sebagai alat perlindungan spiritual. Menjadi kelebihan bagi seseorang yang memakainya.

Bahannya bisa dari berbagai macam logam, emas, perak, besi, raksa, bahkan kuningan. Adapula yang terbuat dari berlian, susu, ataupun organik.

Menurut Ki Ageng Rogojiwo, para pemakai biasanya menggunakan emas, kadarnya tergantung kebutuhan. Di toko emas sudah ada pengrajin yang khusus membuat hasil olahan emas untuk keperluan ini.

Konon ritual untuk memasang susuk menurut pengakuan Ki Ageng Rogojiwo sangatlah berat. Karena harus didahului dengan tirakat mutih selama 3 hari.

Dan pada hari  yang ke tiga setelah maghrib ritual pemasangan susuk dimulai.  Awalnya calon pengguna susuk dijamas menggunakan air yang dicampur dengan bunga kanthil yang berjumlah 9 biji, dan bunga melati dengan jumlah 900 biji.

Mandi keramas dengan menyiram seluruh tubuh. Lalu calon pemakai susuk didudukkan di atas kursi yang dialasi dengan karpet warna merah yang disediakan khusus untuk ritual.

Lalu sang pemasang menghadap ke barat dan membaca doa-doa tertentu, serta memperlihatkan susuk yang akan dipasang pada telapak tangan calon pemakai.

Lalu ahli spiritual mengambil susuk dari telapak tangan calon pemakai dan memasukkannya ke lokasi tubuh yang dikehendaki.

Setelah itu akan terlihat bahwa titik tubuh terlihat agak bengkak dan berwarna kemerahan, dan berangsur pulih sebagaimana kulit yang lain, sebagai pertanda bahwa susuk sudah lebur ke dalam tubuh si pemakai.

Menurut Ki Ageng, ada pantangan yang harus ditaati oleh pengguna susuk. Antara lain tidak boleh dengan sengaja memakan pisang mas, tidak boleh kencing mengadap ke barat, tidak boleh berkata kotor, dan tidak boleh menyakiti orang lain dengan alasan apapun.

Biasanya orang yang melanggar akan menanggung akibatnya. Kulit tubuhnya akan rusak, karena susuk yang telah melebur ke dalam darah menjadi semacam senyawa yang tidak ada manfaatnya. Sehingga sering terjadi si pengguna susuk malah menderita akibat kelalaiannya sendiri.

Pemasangan susuk pada dasarnya adalah proses dematerialisasi yaitu peleburan dan pengiriman serupa material menjadi energi tidak kasatmata yang  ditransfer secara gaib kepada seseorang.

Sehingga seseorang yang dalam tubuhnya telah terpasang susuk, sudah seharusnya berhati-hati agar jangan sampai melanggar pantangan. Sehingga benda yang bersarang pada tubuhnya tidak kembali mengalami proses rematerialisasi  dan membahayakan tubuhnya sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun