Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Uang dan Perilaku Manusia

28 Juni 2020   09:54 Diperbarui: 28 Juni 2020   09:52 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada jaman dahulu sebelum alat penukar yang sah, yang mewakili semua  harga  barang dan fleksibel digunakan, para manusia mendistribusikan barang-barang dengan cara barter.

Barter dilakukan karena para manusia tidak dapat memproduksi sendiri barang-barang keperluannya, dan saling tukar menukar dengan barang yang dibutuhkan manusia lain.

Sampai alat penukar yang sah berupa mata uang diketemukan, para manusia mulai melakukan penukaran barang dengan proses jual beli.

Jual beli diyakini sebagai usaha yang legal untuk memperoleh barang-barang yang diinginkan. Sebab dengan jual beli ada kesepakatan antara penjual dan pembeli yang membuat sebuah transaksi sah dan tifak perlu lagi dipermasalahkan setelahnya. Sebab dalam sebuah jual beli sudah ada perjanjian saling menerima, pembeli menerima barang , dan penjual menerima uang sebagai alat penukar yang sah.

Keberadaan uang sebagai alat penukar yang sah, memacu para manusia untuk memburunya dengan cara apapun. Bekerja dengan cara menjual barang dan jasa adalah hal yang lazim dilakukan.

Lembaran-lembaran uang menjadi harapan para manusia untuk mewujudkan keinginannya. Semua dilakukan demi untuk mendapatkan uang.

Para pekerja bangunan rela menahan panas dan hujan demi lembaran uang. Para pegawai dengan sabar menunggu sampai akhir bulan dengan tetap menjalankan pekerjaannya karena pada tanggal muda pasti menerima bayaran sebagai hasil jerih payah selama sebulan.

Konon ujung dari permainan politik adalah kewenangan mengelola anggaran negara yang besar. Partai yang berkuasa melalui tangan para agen yang duduk di kursi pengelola negara baik yang  di badan eksekutif, yudikatif, maupun legislatif adalah para wakil rakyat yang dipercaya mengelola anggaran negara berupa uang.

Terkadang uang menjadikan manusia gelap mata.  Kebutuhan akan uang yang tak dibarengi dengan kepemilikan usaha yang tetap, mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan.

Pencurian, perampokan, penjambretan, penodongan, pencopetan, korupsi, penggelapan, adalah cara-cara yang tidak sah dalam memperoleh uang.

Terkadang manusia dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa kebutuhan akan uang memaksa seseorang melakukan apa saja. Menjual atau menggadaikan barang yang dimilikinya. Bahkan menjual diri untuk memperoleh uang.

Ada juga manusia yang gelap mata karena iming-iming bayaran yang besar dan harus terjerat kasus hukum karena menjadi pengantar barang terlarang,  misalnya narkoba.

Bahkan ada juga orang tua yang tega menjual anak kandungnya demi mendapatkan lembaran uang, dan berujung penjara.

Hari ini para manusia rela meninggalkan keluarganya selama bertahun-tahun hanya karena nominal uang yang lebih besar. Di dalam negeri gaji tidak seberapa, sehingga rela menjadi TKI/TKW di luar negeri demi mendapatkan lembaran-lembaran uang lebih banyak.

Keberadaan internet dan harga ponsel android yang terjangkau membuat para manusia sibuk dalam perputaran uang lewat jalur dunia maya. Bisnis aplikasi, bisnis jual beli online, blogger, youtuber, adalah pekerjaan para pemburu uang di internet.

Saat ini kita terlalu sibuk dengan nilai uang. Sehingga semua hal hanya dihargai dengan uang. Padahal peradaban manusia  berjalan tidak melulu berorientasi tentang uang.

Kita terlalu sibuk mencari  nilai uang sehingga lupa akan nilai sebuah kejujuran, pengorbanan, kesetiaan, bahkan nilai kesopanan.

Kata pak ustadz saya, hari ini para istri hafal  akan harga baju, sepatu  dan tas branded, tapi mereka tidak paham dengan nilai kesetiaan dan pengorbanan untuk keluarga.
Sehingga yang terpikir setiap hari adalah uang, uang, dan uang.

Maka ada benarnya sebuah pepatah lama,
"Ada uang abang disayang
Tak ada uang abang ditendang"

Tanggal muda cerah ceria raut muka mereka, dan menjadi menjadi muram saat tanggal tua. Apalagi yang menerima gaji suami dari sisa-sisa. Sisa angsuran, sisa tanggungan bulanan keluarga, sisa belanja bulanan.

Ah.. sudahlah, hidup ini memang tak melulu soal uang. Sebab uang tak bisa menjamin kebahagiaan. Sebab orang sakit tak bisa sembuh dengan  uang. Dan kematian tak bisa ditunda dengan keberadaan uang .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun