Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Wabah Corona dan Kapitalisme

3 April 2020   11:28 Diperbarui: 3 April 2020   11:45 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kini yang terjadi di Wuhan juga terjadi di Jakarta. Bahkan hampir di seluruh propinsi Indonesia. 

Jakarta pusat bisnis dan pemerintahan,  sehingga pemerintah gamang dalam menentukan pilihan. Lockdown atau karantina wilayah. 

Kita menyadari bahwa sebuah negara tak akan berjalan tanpa ada pergerakan ekonomi.  

Demi terciptanya situasi yang  kondusif dan terkendali, pengelola negara punya  kewenangan penuh. Menghentikan aktifitas masyarakat agar tak berkerumun dalam satu titik.  

Sekolah,  perkantoran,  mal,  tempat wisata, kafe, taman-taman, semua ditutup demi tegaknya social distancing. Selain imbauan untuk menjaga kesehatan dan rajin cuci tangan. 

Tapi ada hal yang tak bisa dicegah, orang-orang  keluar dari zona merah, sehingga virus makin mewabah, menyebar tanpa kendali. 

Kita juga punya angkatan perang dengan peralatan super canggih. Tapi peruntukkannya bukan untuk itu. Musuh tak kelihatan yang  bisa menghancurkan segalanya,  tapi tak  bisa diketahui posisinya  dimana. 

Seprti ungkapan I can see you,  you can't see me. Sehingga sulit untuk melakukan serangan balasan dan menaklukkaan. 

Memang salah satu cara yang paling efektif adalah lockdown atau karantina total, dengan jaminan penuh dari para penyelenggara negara. Dengan asupan energi  dan sumber daya, memastikan stok pangan tercukupi. Lalu semua kegiatan berhenti  untuk sementara waktu,  sampai  wabah  berlalu. 

Mengadopsi teorama gaya pemberlakukan sistem ekonomi kapitalis gaya Amerika Serikat untuk menggenjot produksi dan konsumsi secara massif dengan mengabaikan kondisi sumber daya alam yang makin menipis. 

Indonesia sebagai negara kapitalis pinggiran pun seakan mengekor kebijakan global yang berfokus pada pemujaan nilai kapitalisme tanpa batas dengan produksi dan konsumsi bukan berdasar kebutuhan akan tetapi mengabaikan nilai  pertumbuhan,  humanisme,  dan sumber daya yang tersedia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun