Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ruwatan, Tolak Sengkala dalam Tradisi Jawa

2 April 2020   07:05 Diperbarui: 2 April 2020   07:13 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konon orang Jawa sangat dekat dengan mistisisme.  Berangkat dari sebuah anggapan bahwa segala sesuatu di muka bumi ini ada yang duduk sebagai penguasa.

Tanah air udara,  daratan lautan dan angkasa dikuasai oleh makhluk tak kasat mata.  Mengawasi dengan jeli setiap tindak tanduk manusia yang menghuni bumi serta melakukan penjagaan agar hidup suasana kehidupan harmoni.

Alam diciptakan untuk kemaslahatan manusia,  dan manusia berkewajiban menjaga ekosistem dan keseimbangan alam dengan sikap asah asih asuh agar  semua yang  berada di atas bumi di dalam air dan di udara bisa secara terus menerus memberikan manfaat bagi bagi manusia.

Nafsu keserakahan dan angkara murka sering memicu konflik antara manusia dan alam, sehingga timbul sikap perlawanan dari alam yang mencelakakan manusia.

Hutan yang sewenang-wenang digunduli akan membawa efek resapan air menjadi rentan,  tak ada kekuatan yang mampu menyerap saat penyangganya dibabat habis tak tersisa.  

Sehingga bagian bumi yang berada di hilir aliran harus berantakan diterjang banjir dan erosi.

Terkadang hewan buas penghuni hutan,  turun ke desa membuat teror tak berkesudahan.  Karena rumah mereka dibakar dan diganti permukiman.

Secara parsial manusia juga sering membuat kesalahan,  melakukan hal di luar batas kewajaran sehingga bumi murka mengeluarkan amarah, memporak-porandakan kehidupan.

Bentuknya bisa datang penyakit tak berkesudahan,  atau manusia menemui  kesialan sepanjang hidupnya. Melarat,  jauh dari rejeki,  bahkan menjadi bujang tua atau perawan kasep (istilah gadis dewasa tapi belum menikah), atau sulit mencari pekerjaan,  dan sebagainya.

Kata orang-orang  tua jaman dulu,  orang seperti ini mengalami sengkala.  Ada sesuker rereget  berupa kotoran atau songkrah yang  harus disingkirkan.

Sebab bila kotoran ini tidak segera disingkirkan maka akan menjadi pengganggu yang  berkelanjutan.

Orang jawa memililki cara tersendiri untuk mengusir bocah sukerta (sial)  dengan cara Ruwat. Dengan maksud menjaga dari kecelakaan yang ditimpakan oleh Dewa Batara. Biasanya ruwat dilaksanakan ketika: anak yang sedang sakit, anak tunggal yang tidak memiliki adik maupun kakak, terkena sial, jauh jodoh, susah mencari kehidupan, mempunyai tanda Wisnu (tanda putih pada badannya).

Dengan harapan setelah diruwat maka akan pergi semua kotoran yang melekat  baik pada diri ptibadi,  kelompok,  pedusunan,  bahkan sebuah negara.

Seperti sebuah cerita ;

Prabu Salya Gugur, Penyakit Hilang

Konon di medan Kurusetra tampak ribuan manusia menggelepar. Mereka serempak batuk-batuk sambil memegang dada yg panas & kepala yg tiba-tiba menjadi pusing, lalu ambruk di tanah.

Prabu Salya tersenyum menyaksikan kejadian yg mengerikan itu. Tujuannya adalah menunggu lawan seimbang yg akan dimajukan oleh pihak Pandawa. Pun, ajian pamungkasnya itu dikeluarkan semata-mata untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Dia tahu bahwa ajian Candrabirawa miliknya itu tentu ada yg bisa menangkalnya, namun  dia tak tahu siapa yg dapat menanggulanginya.

Di seberang lautan manusia yg sedang berperang itu, dengan pandangan batinnya yg tajam, Kresna menyaksikan betapa mengerikan ajian Candrabirawa yg semakin lama terus membelah diri dari satu menjadi dua, empat, delapan, enambelas hingga kelipatannya dalam menjangkiti semua orang.

Di sebelahnya, para Pandawa menatap cemas menyaksikan ribuan manusia menjadi korban keganasan mahluk tak kasat mata itu.

"Kini saatnya kau maju ke Medan peperangan, wahai adikku Yudhistira. Tak ada yg dpt menandingi kakek Nakula dan Sadewa itu kecuali dirimu. Lihatlah perbuatannya yg begitu kejam membantai orang-orang tanpa belas kasihan lagi," kata Krisna.

Yudhistira yg berdiri di sebelahnya terhenyak ketika namanya disebut.

"Mengapa harus aku yg maju, kangmas Kresna?" tanya Yudhistira.

"Apa yg kau lihat itu, hai adikku?" Kresna balik bertanya.

"Aku melihat berjuta-juta mahluk berupa raksasa kerdil sedang menyerang banyak prajurit. Tidak hanya dari pasukan kita saja yg diserang, tapi pasukan Kurawa pun turut diserbunya. Aneh!," jawab Yudistira.

"Itulah kedasyatan Candrabirawa. Prabu Salya dulu mendapatkannya dari Resi Bagaspati, mertuanya, dan mertuanya itu memperolehnya dari wejangan arwah Sukrasana saat dia bertapa.

Hanya manusia yg berjiwa tenanglah yg sanggup menghentikan. Majulah, hadapi kakekmu itu tanpa harus melawan. Turuti apa yg dikehendakinya. Bawalah panahku ini jika beliau memang menghendakinya," kata Krisna.

Yudhistira menerima sebuah panah bermata cahaya dari tangannya, lalu maju ke tengah kecamuk perang yg mengerikan dan aneh itu.

Dada Prabu Salya bergetar ketika Yudhistira maju dihadapannya dalam jarak beberapa puluh meter dalam sikap menyembah sebagai tanda bakti & hormat.

"Mengapa yg maju justru engkau, hai anakku Yudhistira? Aku menginginkan yg melawanku adalah adikmu si Bima yg gagah perkasa atau Arjuna yg pandai dlm hal memanah," kata Salya.

"Aku datang menghadap hanya minta tolong untuk menghentikan penyakit yg kau tebarkan itu, kek. Aku tak tega menyaksikan ribuan orang yg menjadi korban keganasannya. Kalau kau tak mau, segera bunuhlah aku daripada orang yg tak berdosa itu terbunuh. Jika aku mati, maka pihak Pandawa kalah. Itu sudah cukup," jawab Yudhistira.

"Oh, Yudhistira. Tidak semudah itu dalam peperangan ini. Jika kau ingin mati, maka panahlah aku dengan senjata di tanganmu itu, biar aku pun akan memanahmu dg senjataku," kata Prabu Salya.

Maka, dengan setengah hati Yudhistira menyanggupi tantangannya.

Senjata Cakrabaskara pemberian Kresna dilesatkan tanpa semangat, pun tak ditujukan ke arah lawannya melainkan hanya menghadap ke bawah. Matanya terpejam ketika senjata itu melesat lemah dari gandewa di tangannya.

Ajaib, panah itu justru melesat secepat kilat ketika terantuk tanah dan menghujam tepat  di dada prabu Salya yg meremehkan semangat perang Yudhistira si lelaki lemah lembut itu.

Terdengar suara menggelegar dan seketika dia tersungkur tewas.

Pasukan manusia kerdil tak kasat mata yg sedang menyerang semua orang itu menjadi terkejut dan menghentikan perbuatannya.

Tampaklah manusia dengan sinar suci berdiri dengan tenang hingga membuat mereka menjadi lemah dan akhirnya musnah.

Sejak kematian prabu Salya itu maka berangsur-angsur wabah aneh itu lenyap.

Ruwatan adalah sebuah upaya spiritual yang  diyakini akan mengalahkan musuh yang  tak kasat mata.  Menyerang bukan pada titik bidik yang  dikehendaki,  melainkan arah lain yang  dituju.

Dalam sebuah ruwatan terkadang memang dibutuhkan tumbal yang  dilarung ke laut, seperti kepala kerbau sebagai persembahan penguasa laut, sebagai sarana agar tujuannya tercapai.

Mungkinkah virus corona adalah bentuk kemarahan alam pada manusia,  yang  harus ditebus dengan pengorbanan nyawa dan harta benda?

Lalu mendorong manusia agar berusaha meruwat dirinya agar alam menjadi sediakala.  

Berada dalam tatanan kosmik yang dikehendaki.  

Bisa jadi virus corona adalah ibarat sebuah peperangan antara Nabi Ibrahim dan Raja Namrud.  Yang kalah hanya dengan masuknya seekor semut dalam telinganya.  

yang  banyak diceritakan dalam mimbar-mimbar nasehat.

Atau cerita Gholiath  dari Filistin yang  dikalahkan hanya dengan sebuah kerikil oleh raja Daud  yang  kecil.  Seperti lagu yang diperdengarkan oleh anak-anak sekolah minggu;

Goliath  yang gagah dari  Filistin
Melawan raja Daud yang  kecil

Seperti singa melawan kambing

Itu tak  sebanding

Akhirnya mari ruwat hati dan fikiran kita masing-masing.  Dalam keheningan yang dalam sebagai sebuah upaya membuang kekotoran.

Semoga wabah segera berlalu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun