Kawasan Kecamatan Tembalang  memang seperti wilayah yang tak pernah mati.  Nadi ekonomi berdenyut sepanjang hari. Nyaris 24 jam sehari tanpa henti. Â
Keberadaan Kampus-kampus besar di wilayah kecamatan Tembalang seperti menjadi urat nadi perekonomian warga sekitar. Â
Kosan mahasiswa, Â pengusaha fotocopy, Â serta keberadaan usaha kuliner siang malam seperti kehidupan yang saling melengkapi.
Maka tak heran bila di Kawasan Tembalang banyak pengusaha yang berani buka usahanya selama 24 jam sehari. Â Sebab para mahasiswa mempunyai kegiatan tak kenal waktu. Â Pagi dan siang kuliah, Â malam hari mengerjakan tugas dosen dan bergerombol di tempat-tempat strategis. Â Menikmati malam sambil berdiskusi dan merencanakan program untuk esok hari.
Kondisi semacam ini membuka peluang bagi para pengusaha untuk menciptakan usaha kuliner bagi mahasiswa, Â dan menyediakan tempat dan fasilitas representatif untuk mendukung program penjualan.
Tak heran bila di kawasan Tembalang banyak  lokasi  favorit bagi para mahasiswa untuk sekedar nongkrong dengan memanfaatkan berbagai fasilitas yang ada.
Saat ini virus corona merebak , Â para pengusaha menjerit. Â Kegiatan sekolah dan kampus di seluruh Indonesia, Â termasuk di Tembalang ditangguhkan untuk sementara waktu. Menunggu sampai situasi reda. Â
Para mahasiswa memilih pulang ke kampung halaman dan mengerjakan tugas dosen di rumah,  KKN ditunda,  semua program seremonial ditiadakan,  dan yang  yang  tersisa adalah mahasiswa dari jauh,  yang tak mungkin pulang karena harus menyelesaikan pekerjaan atau karena alasan lain.
Para pengusaha  kuliner malam di wilayah Tembalang, membuka usaha mereka dengan mengharap para mahasiswa yang masih tersisa.  Dan membuka usaha lebih lama. Karena sedikitnya orang yang datang.
Tapi saat ini, Â para pengusaha mulai resah, Â karena aparat keamanan terus melakukan operasi malam hari sampai menjelang subuh. Â Penerapan sosial distancing menyasar kerumunan orang di kafe, Â warung kopi pinggir jalan, bahkan warung-warung yang dijadikan tempat nongkrong bagi anak-anak muda.
Pelarangan yang  bersifat masif dari pemerintah memang tak menyisakan ruang bergerak.  Mereka harus menurut,  sebab bila membangkang pasal 212 KUHP sudah siap menanti sebagai bahan tuntutan.
Saya punya seorang karib yang sedang memulai usaha di Tembalang. Â Sebuah rumah besar disewanya dengan harga 25 juta pertahun. Usaha ini baru dilakoninya bersama istrinya tahun lalu, Â dan belum menghasilkan keuntungan. Sebab biaya sewa, Â property, Â perlengkapan kafe, Â serta gaji karyawan belum bisa ditutup dari hasil penjualannya karena usaha baru dimulai.
Sosial distancing yang terus digalakkan pemerintah memang menyasar semua orang tak pandang bulu. Â Sehingga usahanya kian terpuruk dengan kondisi ini. Â
Tempat saya yang berada di pinggiran kota saja terdampak lumayan parah. Â Pengunjung sepi, Â dan semakin malam semakin sepi. Â Jalanan besar tempat kami yang biasanya sangat ramai dengan orang yang hilir mudik mencari keperluan, Â beberapa minggu ini terlihat sangat lengang.
Gerakan tagar dirumah aja sepertinya diikuti oleh sebagian besar warga. Â Sehingga mereka memilih tinggal di rumah saja sebagai bentuk penjagaan diri dari segala sesuatu yang mungkin terjadi.
Kita memang tak bisa menghindar dari segala konsekwensi dari merebaknya covid-19 yang  menjadi momok bagi semua orang.  Kita juga memahami bahwa semua orang harus membatasi diri dalam pergaulan sebagai bentuk sosial distancing.  Sehingga membuat semua aktifitas sosial harus terhenti untuk sementara agar wabah corona segera enyah dari negeri ini.
Yang menjadi masalah sekarang,  dimanakah kami harus mengadu saat kondisi  ekonomi terjepit?
Orang-orang sudah mulai malas keluar rumah. Â Pendapatan sudah tidak menentu, Â sementara kebutuhan hidup tak berhenti selama proses sosial distancing berlangsung?
Apalagi saat ini Semarang berada dalam zona merah di titik penyebaran virus corona.
Sementara untuk pasien dalam pengawasan (PDP) virus corona di Jawa Tengah paling banyak juga terdapat di Kota Semarang mencapai 71 orang. Diurutan kedua adalah Kota Surakarta atau Solo sebanyak 22 orang. Peringkat ketiga adalah Kabupaten Banyumas, 16 orang.
Kita sebenarnya hanya butuh proteksi. Â Agar bisa bertahan di tengah keterbatasan. Â
Kami ingin bantu pemerintah  dalam menegakkan protokol penanganan virus corona. Â
Saat ini memang butuh lengan-lengan kokoh yang mampu mendukung kami agar saat berjalan tak lagi terhuyung, Â dan mampu bertahan sampai wabah berakhir.. Â yang waktunya entah kapan..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H