Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nyepi, Saatnya Mengendapkan Segala Asa

25 Maret 2020   22:48 Diperbarui: 25 Maret 2020   23:02 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menep,  dalam bahasa Jawa artinya mengendap.  Ibarat air yang diaduk harus ditunggu agar air bening terpisah dari kekeruhan,  endapan tenggelam di dasar, dan air bening bisa diambil dan dimanfaatkan.

Menep, dilakoni sebagai upaya hati untuk mengendalikan nafsu dan emosi.  Seperti sebuah kegelapan sesaat yang harus dilalui dalam kontemplasi sehingga tercipta pencerahan diri .

Bhuta-Kala dan Dewa-dewa diciptakan bersamaan oleh Hyang Widhi.

Ada kalanya Bhuta-Kala itu lewat 'nyelang margi' (pinjam jalan),  maka kita yang mengalah, menepi,  dan mabrata mengurung diri. Artinya, kita diminta melakukan brata (menarik diri dari keramaian, puasa, dan mawas diri).

Kalau sudah selesai 'pamargin bhuta-kala' (jalan sang kala), kita bisa keluar sebagai mana mestinya.

Di Bali,  dari berabad-abad ketika Gunung Agung meletus disebut begini "Ida makarya tur mamargi" (beliau bekerja dan berjalan).

Kalau kekuatan alam sedang bergerak,  kita yang nalar dan eling harus minggir dan menepi. Ini soal penggunaan nalar,  yang dalam Hindu disebut sebagai 'wiweka' (kemampuan menimbang dengan dasar logika dan hati secara jernih).

Pada musim ombak besar, nelayan harus  menepi.

Ini bukan soal berani atau takut,  bukan soal kutukan Bhatara Baruna penguasa laut,  bukan karena beliau benci nelayan,  tapi karena beliau kasih pada nelayan agar istirahat sejenak, di rumah bersama keluarga, menepi menimbang hidup secara mendalam.

Ketika ombak telah berhenti mengamuk, musim ombak telah reda, kembalilah bekerja sekuat tenaga.

Demikian juga ketika musim gring (sakit) atau wabah telah reda, kembalilah keluar rumah dan menjalani hidup segigih mungkin.

Dalam teologi Hindu, tidak ada kebencian Hyang Widhi. Tidak ada kutuk, yang ada adalah siklus.

Siklus musim, siklus berbunga sampai berbuah,  siklus yang membuat kehidupan dan semesta bergerak.

Hyang Widhi mengatur semua siklus dan tatanan kosmik, lewat kecerdasan di balik gerak alam semesta, dan disebut dengan 'rta'.

'Rta' adalah "kesadaran maha tinggi"..., yang mengatur detak jantung semesta, tarikan nafas manusia, hewan, fotosintesa tumbuhan, sampai munculnya virus dan segala jenis kuman,  yang hadir sebagai bagian dari kelengkapan alam semesta raya.

Covid-19 bukan kutuk, bukan pula berkah.

Ia seperti angin puting beliung yang datang tiba-tiba, ia seperti gempa yang meretak di kerak bumi. Semuanya bagian dari 'keselarasan kosmik', yang diselaras dengan kekuatan 'Rta'.

Bhuta Kala atau Dewa, berjalan dalam siklus.

Salah patu jenis brata (tarik diri, puasa, dan introspeksi diri) dalam Hindu adalah  'tan alalungayan' (tidak bepergian). Artinya, orang harus berdiam diri,  mengkarantina diri.

Ini bagian dari 'monabrata' (puasa diam tidak bicara), total diam dan hening, memasuki diri dan memasuki 'jagra' (awas-mawas penuh).

Spirit 'jagra' (menjaga kesadaran penuh) ini menjadi benteng diri dalam situasi kebencanaan dan dalam berbagai situasi kemanusiaan, yang membutuhkan nalar dan kejernihan.

Covid-19,  adalah ombak dan badai yang bergolak kencang. Mari menepi, mari berhenti sejenak,  masuki diri sendiri. Covid-19 adalah 'saudara' yang hadir di dunia sebagai bagian pelengkap kehidupan.

Ketika saudara satu ini hadir, numpang lewat, marilah kita semua minggir menepi. Sekali lagi, ini bukan kutuk,  tapi ini adalah bagian dari siklus hidup.

Rahayu

Menep.. Menep.. Menep...

Selamat hari nyepi 2020

Sumber : Wang Edy WAG SemarKutiga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun