Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Emansipasi Boleh Saja, Asal Tidak Kebablasan

8 Maret 2020   20:49 Diperbarui: 8 Maret 2020   21:14 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kampanye tentang kesetaraan gender terus disuarakan dari seluruh dunia. Yang menjadi fokus adalah tuntutan akan persamaan hak atas buruh berbeda kelamin.  

Laki-laki bisa menerima upah secara penuh,  sementara para perempuan menerima hanya 30-40 persen dibanding laki-laki dengan pekerjaan dan waktu yang  sama.

Perempuan juga terus menjadi korban kekerasan, dengan pemerkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga terdaftar sebagai penyebab signifikan kecacatan dan kematian di antara perempuan di seluruh dunia. Lihat di sini

Ini sebenarnya yang harus disuarakan dalam berbagai forum.  Bisa dalam bentuk orasi dalam demo,  seminar,  atau duduk para pakar perempuan lintas profesi,  bahkan bisa menyampaikan pesan damai lewat karya para perempuan.

Eskalasi politik 2019 sangat panas. Kontestan pemilu seperti berlomba untuk mendapatkan simpati.  Mereka mencari panggung dalam berbagai event.  Di jalanan,  berbagai forum diskusi bahkan tampil di televisi.

Yang  paling menggelitik selain gerakan 212 adalah perlawanan terhadap penindasan,  terutama terhadap kemiskinan dan ketidakadilan terhadap perempuan oleh sebuah partai besutan Grace Natalie yang  mantan reporter televisi.

Semangat para kader muda dalam menyampaikan narasi diberbagai kesempatan seakan membius publik, menjatuhkan simpati dan menjadikannya pendukung rahasia.

Reaksi publik semakin memuncak saat PSI dengan gagah menyampaikan wacana tentang poligami.  Andaikan ini adalah sebuah panggung,  maka tempik-sorak penonton seakan  memenuhi tempat orasi.

Dukungan mengalir dari berbagai kalangan.  Terutama mereka yang  menjadi korban poligami,  atau tidak setuju dengan poligami tapi merasa terwakili.

Ada satu wacana penting yang perlu  digaris bawahi tentang poligami,  bahwa poligami  diperuntukkan bagi mereka yang  sanggup melakukannya. Mampu berbuat adil,  dan bisa mengantarkan semua istri sukses bersama.

Maknanya ini hanya sebuah tawaran yang  bersifat luwes dan tidak kaku. Kalau tidak sanggup ya satu istri saja sudah cukup.

Poligami sudah dinash dalam al-qur'an,  dan merupakan ayat yang qhoth'i dan pasti. Sehingga hanya tafsir dan interpretasi yang  bisa membedahnya dengan mengambil dalil lain secara komprehensip.

Kesalahan PSI dalam mengambil tema narasi memang terbukti. Dalam pemilihan anggota legislatif DPRI 2019 tak satupun kader yang  bisa lolos melenggang ke Senayan.  Meskipun di sisi lain banyak juga faktor yang  mempengaruhi.

Gerakan emansipasi dan kesetaraan gender memang harus tetap disuarakan.  Apalagi kalau sudah menyinggung soal penindasaan terhadap perempuan,  itu harus dilawan.

Tapi narasi yang  menjadi ujung  tombak terhadap sebuah gerakan perlawanan memang tak harus menyinggung eksistensi agama tertentu,  yang  malah justru menyerang balik.

Sebab isu penodaan terhadap agama memang seperti bom waktu,  yang  tiba-tiba saja meledak dan menimbulkan gerakan masa yang  tak terbendung.  Sebab meskipun berbeda aliran, orang-orang akan mudah disatukan bila ada ketersinggungan atas nama agama.

Akhirnya sebuah ide memang harus didasari  kehati-hatian agar isu penting mengenai perlawanan terhadap penindasan dan ketidakadilan bisa terakomodasi dengan baik,  tanpa meninggalkan ketidaksenangan apalagi kekecewaan.

Semoga para perempuan indonesia tetap berada dalam satu garis lurus perjuangan.

.......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun